'Strategi Mengadili Sang Mantan Presiden - Hukuman Mati Untuk Jokowi'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik, Mujahid 212
(Abstrak: Proses hukum terhadap Jokowi sebagai alat politik Presiden Prabowo di tengah krisis ekonomi
Dalam tulisan rekan aktivis Yusuf Blegur, menghukum Jokowi seadil-adilnya disebut sebagai sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang kemungkinan akan dilakukan oleh presiden berikutnya atas tuntutan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
Dengan “pisau tajam” sastranya, Blegur secara gamblang mengkritik moral Jokowi beserta para kroninya di sektor perekonomian, terutama terkait PSN PIK 2.
Alasan yang diungkapkan oleh Yusuf Blegur sulit untuk disanggah, karena jejak digital kebijakan politik ekonomi Jokowi, sebagaimana data empiris, menunjukkan tidak pernah ada presiden dalam sejarah republik ini yang dengan sengaja mendistorsi tata kelola kehidupan bernegara sedemikian besar.
Bahkan sejak era Presiden Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono, meskipun memiliki kelemahan dan kekurangan, mereka masih menunjukkan jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.
Hanya di era Jokowi, Indonesia mencapai titik nadir keterpurukan di berbagai bidang politik, ekonomi, hukum, hingga adab, moralitas, dan budaya yang serius mengalami degradasi.
Di bidang penegakan hukum (law enforcement), pemerintahan Jokowi dinilai telah merusak tatanan secara signifikan.
Misalnya, proses hukum terhadap individu-individu yang terindikasi korupsi justru dihambat, bahkan beberapa di antaranya diangkat menjadi menteri.
Pasca-lengsernya Jokowi, situasi ekonomi digambarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan frasa “dunia semakin gelap.”
Antoni Budiawan menambahkan bahwa Sri Mulyani sebenarnya telah menggambarkan kondisi ekonomi dan keuangan dunia yang semakin memburuk dengan menggunakan bahasa teknis keuangan yang sulit dipahami oleh masyarakat luas, sehingga mereka hanya dapat mengangguk tanpa benar-benar mengerti.
Sementara itu, Rizal Fadillah, aktivis dari Bandung, mengkritik ambisi Jokowi terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Menurut Rizal, proyek ini adalah agenda pribadi yang “abnormal” karena mengorbankan tatanan hukum dan ekonomi negara.
Dengan metode “barter,” Jokowi mengambil pinjaman atas nama negara dari konglomerat seperti Aguan-Agung Sedayu Grup untuk pembangunan IKN, yang kemudian dibalas dengan menunjuk konglomerat tersebut sebagai pengembang PSN PIK 2.
Proyek ini juga melibatkan penggusuran tanah milik warga—termasuk tanah negara dan hutan bakau di Tangerang-Serang—dengan ganti rugi yang justru merugikan masyarakat namun menguntungkan konglomerat besar.
Kembali kepada gagasan Yusuf Blegur, tulisannya menggunakan analogi PSN secara substantif yang diakhiri dengan tanda pagar #HukumMatiJokowi.
Gagasan Yusuf Blegur ini memiliki kesamaan dengan analisis penulis yang sebelumnya dimuat di beberapa media online.
Penulis memprediksi bahwa Presiden Prabowo Subianto kemungkinan akan memanfaatkan isu hukum dan ekonomi untuk memproses Jokowi atas kebijakan-kebijakan masa lalunya.
Langkah ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian rakyat yang sedang dilanda krisis ekonomi, sehingga mereka secara psikologis akan lebih fokus pada proses hukum terhadap Jokowi daripada dampak krisis yang tengah mereka alami.
Strategi pengalihan isu semacam ini pernah terjadi di Meksiko pada tahun 1986. Di tengah krisis ekonomi, masyarakat Meksiko sejenak melupakan penderitaan mereka karena teralihkan oleh euforia Piala Dunia yang diselenggarakan di negara mereka.
Kalimat diperbaiki agar lebih jelas, efektif, dan terstruktur, dengan mempertahankan makna dan intensi penulis aslinya. Apakah ini sesuai dengan harapan Anda? ***