Spanduk PDIP Ilegal, Pemecatan Jokowi, dan Partai Coklat: 'Ancaman Terhadap Demokrasi dan Stabilitas Politik Indonesia'
Heboh spanduk bertuliskan "PDIP Ilegal" telah memicu berbagai tanggapan, termasuk dari Efriza, pengamat politik dari Citra Institute.
Ia menilai spanduk tersebut sebagai bentuk provokasi yang berupaya membangun narasi negatif terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Spanduk ini adalah upaya memicu masyarakat membenci PDIP, sebuah partai yang telah berkontribusi besar dalam reformasi di negeri ini. Provokasi semacam ini patut ditindak tegas oleh aparat keamanan agar tidak menciptakan konflik di masyarakat," ujar Efriza.
PDIP, lanjutnya, adalah partai yang selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo memegang peran strategis.
Sebagai partai penguasa, status legalitasnya jelas tidak diragukan.
"Mengklaim PDIP ilegal adalah langkah yang tidak berdasar dan berbahaya," tegas Efriza.
Ia menyerukan kepolisian untuk bertindak cepat dalam mengatasi masalah ini.
“Jika dibiarkan, provokasi semacam ini berpotensi memecah belah masyarakat. Ketika konflik terjadi, pemerintah akan menjadi sasaran kekecewaan publik,” tambahnya.
Menurut Efriza, spanduk ini diduga merupakan tindakan oknum yang sengaja memperkeruh situasi politik.
Publik diupayakan terprovokasi melalui berbagai isu, mulai dari komentar Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto tentang "Partai Coklat," hingga isu pemecatan Joko Widodo dan keluarga dari PDIP.
“Yang terbaru adalah kontroversi podcast Hasto dengan Felicia Tissue, mantan pacar Kaesang Pangarep, yang kembali memunculkan sentimen negatif terhadap PDIP".
"Ini bukan sekadar serangan politik biasa, tetapi upaya untuk merusak citra partai secara sistematis,” papar Efriza.
Ia menekankan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi keberadaan partai politik.
"Partai politik adalah elemen penting demokrasi. Jika ada upaya merecoki keabsahan partai secara ilegal, itu menunjukkan demokrasi kita sedang dalam ancaman serius," jelasnya.
Efriza juga menyoroti risiko cacat demokrasi yang dapat terjadi jika intervensi tidak terpuji terhadap partai politik terus berlangsung.
"Jika ini terjadi di era Jokowi dan berlanjut setelahnya, kita sedang berada di jalur yang salah dalam berdemokrasi," ungkapnya.
Ia mengajak masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh upaya semacam ini.
Menurutnya, penting bagi rakyat untuk menjaga kedewasaan dalam menghadapi isu politik dan tidak terbawa oleh narasi yang berpotensi merusak persatuan.
“Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga keadilan, bukan menjadi alat untuk menyerang pihak-pihak tertentu. Pemerintah, aparat, dan masyarakat harus bersama-sama memastikan politik kita berjalan di jalur yang benar,” tutup Efriza.
Sumber: PorosJakarta