DEMOCRAZY.ID - Hasil penyelidikan Ombudsman Banten terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang dikembangkan Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan, menemukan dugaan maladministrasi.
Status PSN dicatut hingga ke Desa Kronjo dan Muncung, Kabupaten Tangerang, Banten.
Modus pencatutan status PSN yang diduga menyeret Agung Sedayu Group ini, dilakukan dengan memagari laut sejauh satu kilometer, mulai bibir pantai Kronjo. Serta penutupan jalur air di Desa Muncung.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi mengatakan, maladministrasi status PSN ini, terindikasi dari kerugian nelayan dan petambak di sekitar lokasi pemagaran laut.
“Indikasi bahwa masyarakat dirugikan atas keadaan saat ini sangat nyata,” ujar Fadli, dikutip Minggu (22/12/2024).
Fadli mengatakan, pemagaran berlapis terhadap kawasan tersebut ditaksir menimbulkan kerugian sekitar Rp8 miliar per tahun pada nelayan di kawasan tersebut.
Kerugian juga terindikasi dari bahan bakar kapal yang biasanya membutuhkan dua liter solar, kini harus mengonsumsi lima liter solar.
Setelah mengadakan audiensi bersama warga sekitar pada 5 Desember lalu, Fadli mengungkap sekilas informasi dari masyarakat, ada yang mengaku dibayar Rp100.000 per malam untuk menancapkan pagar.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, kata Fadli, sudah menyatakan bahwa aktivitas pemagaran tersebut ilegal.
Namun menurut keterangan masyarakat, pemagaran semakin bertambah.
Sementara di Desa Muncung, Ombudsman Banten mendapati laporan masyarakat bahwa daerah yang awalnya sungai, kini terputus aliran airnya.
"Laporan tersebut pun tidak mengada-ada, karena sempat dicek melalui Google Maps bahwa sungai di kawasan Desa Muncung benar-benar ada," kata Fadli.
Luas tambak yang terdampak sekitar dua hektar. Namun akibat aktivitas tersebut, yang panen hanya satu hektar saja.
“Padahal dalam setahun petambak itu panen bisa di angka Rp20-30 juta. Sekarang enggak bisa panen lagi karena aliran airnya tertutup,” ujar Fadli.
Fadli mengatakan pihaknya akan mendalami lebih lanjut apakah diperlukan investigasi mendalam terhadap maladministrasi tersebut.
Sebab pada permasalahan tersebut, melibatkan wilayah yang menjadi PSN dan PIK2.
“Apakah itu masuk proyek PIK atau enggak? Itu jadi pertanyaan. Apakah PIK yang PSN atau enggak? Itu kan menjadi pertanyaan lagi, karena tidak semua PIK itu PSN,” ujar dia.
Oleh karena itu, Ombudsman Banten membutuhkan kejelasan dari seluruh pihak yang diduga terlibat pada maladministrasi tersebut. Sehingga masyarakat tidak menjadi korban daripada PSN.
“Ini kan yang perlu ada nomor satu itu informasi yang jelas dulu. Bagaimana kita mengambil penilaian kalau informasinya tidak jelas,” ujar Fadli.
Sebelumnya, mantan dosen Univesitas Pertahanan (Unhan), Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan mengatakan, pemagaran laut di Kronjo oleh PIK 2 jelas merugikan nelayan dan masyarakat. Karena mengganggu akses mereka ke laut.
"Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, khususnya Pasal 7, pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas, tidak diperkenankan. Karena merugikan kepentingan umum. Jika pemagaran laut ini terbukti melanggar ketentuan tersebut, atau menghalangi akses publik ke laut, maka tindakan hukum harus segera dilakukan," ungkapnya.
Selain itu, kata Darmawan, Ombudsman Banten sudah benar karena menyoroti maladministrasi dalam PSN di Kabupaten Tangerang, termasuk pemagaran laut sejauh satu kilometer dari bibir pantai Kronjo dan penutupan jalur air.
Dari perspektif hukum internasional, Indonesia terikat Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang menjamin hak akses publik ke laut dan sumber dayanya.
Pembatasan akses tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip tersebut.
Sumber: Inilah