DEMOCRAZY.ID - Mantan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, menjadi sorotan publik atas tuduhan melobi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meloloskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Tuduhan ini mencuat melalui laporan investigasi Majalah Tempo, yang menggambarkan peran Pratikno sebagai arsitek strategi politik selama masa kepresidenan Joko Widodo (Jokowi).
Dalam laporan tersebut, Pratikno disebut-sebut memfasilitasi langkah politik Gibran, yang merupakan putra sulung Jokowi, dengan pendekatan-pendekatan yang diduga tidak etis.
Editor Senior Tempo, Bagja Hidayat, dalam kanal YouTube Tempodotco, menyoroti transisi Pratikno dari seorang akademisi ke dunia politik yang penuh kontroversi.
“Menteri Sekretaris Negara Pratikno adalah perwujudan paling brutal dari peringatan Kanselir Jerman 1871-1890 Otto Von Bismarck, yang mengatakan bahwa politik bisa merenggut karakter seseorang,” ujar Bagja.
Menanggapi tuduhan ini, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyatakan bahwa jika benar Pratikno melobi hakim MK untuk meloloskan pencalonan Gibran, maka hal tersebut merupakan tindak pidana serius.
“Kalau benar yang dikatakan Tempo, maka Pratikno sudah melakukan tindak pidana, yaitu KKN. Jika dia melobi hakim MK, itu bukan lagi lobi politik, tapi dirty politics,” tegas Refly dalam pernyataannya.
Namun, Refly juga menambahkan bahwa proses hukum terhadap kasus ini masih menjadi tanda tanya besar, mengingat banyaknya kasus yang melibatkan lingkaran Jokowi yang berakhir tanpa kejelasan akibat praperadilan.
[VIDEO]
Berikut Daftar Kontroversi Pratikno
1. Disebut berkontribusi kacaukan tatanan demokrasi
Penghujung Agustus lalu, Pratikno disebut telah berkontribusi terhadap kekacauan tatanan demokrasi pasca reformasi di ujung kekuasaan Presiden Jokowi.
Tudingan itu disampaikan oleh Paguyuban Kawruh Budaya Ngayogyakarta dalam aksi budaya nyekar (ziarah) ke komplek pemakaman keluarga dosen UGM di Sawitsari, Sleman Yogyakarta.
“Lewat aksi ini kami menyatakan sikap, khususnya kepada Bapak Pratikno, agar kembali ke jalan yang benar sebelum semuanya terlambat,” kata Koordinator Paguyuban Kawruh Budaya Ngayogyakarta, Agus Sunandar usai aksi pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Agus mengatakan, Pratikno yang berlatarbelakang akademisi dan mantan Dekan Fisipol UGM itu, seharusnya bisa menjadi teladan lewat sikap kritis.
Pratikno semestinya bisa mengingatkan ketika pemimpinnya diduga mulai melenceng dan melakukan abuse of power.
“Bukan malah ikut larut menikmati kekuasaan yang disalahgunakan itu,” ujarnya.
2. Disebut jadi perantara mulusnya putusan MK soal batas usai capres-cawapres
Dinukil dari Majalah Tempo edisi Ahad, 28 Januari 2024, liputan majalah ini menemukan Pratikno menjadi perantara mulusnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengubah syarat calon presiden dan wakil presiden dalam Undang- Undang Pemilihan Umum.
Pratikno diduga turut melobi hakim konstitusi sehingga anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang belum cukup umur bisa menjadi kandidat wakil presiden.
Manuver politik Pratikno juga disebut menyasar partai- partai agar bersedia menerima Gibran sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Sebelum keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi pada 16 Oktober 2023, partai pendukung Prabowo punya jagoan masing-masing. Dukungan itu buyar begitu Gibran cukup syarat menjadi wakil presiden.
3. Nepotisme di UGM
Masih dilansir dari Majalah Tempo terbitan Ahad, 28 Januari 2024, Pratikno melepas jabatan sebagai rektor UGM seiring ditunjuk jadi Mensesneg pada 2015.
Namun, dua tahun kemudian ia kembali ke Kampus Biru, julukan UGM, untuk menjabat Ketua Majelis Wali Amanat UGM menggantikan Sofian Effendi.
Pemilihan Pratikno sempat menimbulkan pertanyaan. Aturan Majelis Wali Amanat menyebutkan Ketua Majelis mundur jika menjadi pemimpin struktural di instansi pemerintah.
Sekretaris UGM Andi Sandi mengakui aturan itu sempat menjadi polemik di antara anggota Majelis Wali Amanat.
Namun ia menyatakan peraturan Majelis Wali Amanat juga memperbolehkan pejabat aktif di lembaga negara.
“Selama tidak ada conflict of interest dengan UGM,” kata Andi, Sabtu, 27 Januari 2024. Hingga kini, Pratikno masih memegang jabatan itu.
Empat narasumber di UGM yang mengetahui sepak terjang Pratikno bercerita kepada Tempo, menteri 61 tahun itu masih berpengaruh di kampus. Termasuk dalam pengambilan kebijakan internal universitas.
Dosen-dosen UGM yang ditemui terpisah itu sama-sama mengatakan bahwa Pratikno ikut mempengaruhi pemilihan Rektor UGM.
Narasumber yang sama bercerita, Rektor UGM saat ini, Ova Emilia, mendapat dukungan Pratikno dalam pemilihan pemimpin kampus.
Begitu pula rektor sebelumnya, Panut Mulyono. Pratikno pun disebut ikut membantu menyelesaikan persoalan hukum yang diduga menjerat orang-orang yang dia dukung.
Pada 2019, menurut dua pejabat pemerintahan, Pratikno juga mengajukan Ova menjadi Menteri Kesehatan.
Namun Jokowi memilih Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat saat itu, Terawan Agus Putranto. Ova membantah jika disebut mendapat dukungan Pratikno dalam pemilihan Rektor UGM.
“Bu Ova mengatakan tak pernah bertemu atau berkomunikasi dengan Pak Pratikno ketika proses pemilihan,” ujar Andi.
4. Menantunya kongsi dengan anak Menteri Kelautan dan Perikanan buka bisnis perikanan
Rino Febrian, Menantu Pratikno berkongsi dengan anak Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono.
Keduanya memiliki saham di perusahaan perikanan yang lini bisnisnya merentang dari hulu ke hilir.
Investigasi Jaring.id dan Tempo, dengan dukungan Pulitzer Center menemukan Rino punya posisi penting di perusahaan yang sahamnya tidak ia miliki secara langsung.
Salah satu perusahaan tersebut, mengoperasikan kapal eks asing yang dijatuhi sanksi berat saat Kementerian Kelautan dan Perikanan dipimpin Susi Pudjiastuti.
Pratikno menjawab melalui surat resmi pada Senin, 7 Oktober 2024 saat dikonfirmasi mengenai temuan tersebut. Sementara Rino tak bersuara.
Pratikno mengaku sudah menanyakan perihal ini kepada menantunya. Kata dia, proses yang bersangkutan tempuh sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mensesneg berdalih kurang memahami mengenai detail, tetapi pejabat terkait dari level teknis hingga pengambil keputusan telah memberikan izin.
“Saya sudah tanya ke Rino, proses yang bersangkutan tempuh sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku,” katanya, dikutip dari Majalah Tempo.
[FLASHBACK] Pratikno Diduga Jadi 'Perantara' Putusan MK Terkait Syarat Minimal Batas Usia Capres – Cawapres
Kontroversi mewarnai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.
Pratikno, Menteri Sekretaris Negara yang juga mantan Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, diduga menjadi perantara dalam proses ini.
Dilansir dari Majalah Tempo, Pratikno disinyalir turut melobi hakim konstitusi serta berupaya memengaruhi partai-partai politik agar bersedia menerima Gibran Rakabuming Raka, putra dari Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden. Gibran saat ini belum memenuhi syarat usia untuk menjadi kandidat wakil presiden.
Tindakan Pratikno dalam melobi keputusan MK ini disoroti karena dianggap melampaui kewenangannya sebagai Menteri Sekretaris Negara.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2020, tugas dan fungsi Menteri Sekretaris Negara dibatasi sebagai pembantu teknis presiden dan wakil presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Meskipun ada tugas tambahan “melaksanakan fungsi lain yang diberikan presiden dan wakil presiden,” namun hal tersebut tetap terbatas oleh peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Kritik juga disampaikan terhadap Pratikno yang dianggap mengkhianati intelektualitasnya sebagai seorang akademikus.
Selain itu, ia disoroti sebagai salah satu pembantu Presiden Joko Widodo dalam mempertahankan kekuasaannya.
Nama Pratikno bahkan muncul dalam perkara korupsi pengadaan menara pemancar internet, sebuah proyek di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Tak hanya Pratikno, Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, juga terlibat dalam kontroversi tersebut.
Dalam persidangan, para terdakwa kasus korupsi tersebut mengakui memberikan uang sebesar Rp 27 miliar kepada Dito.
Dito pun dicap sebagai “antek-antek Pratikno,” dengan dugaan bahwa jabatannya sebagai menteri tidak lepas dari campur tangan Pratikno dalam proses pencalonannya.
Sumber: TEMPO