DEMOCRAZY.ID - Pemecatan Joko Widodo (Jokowi) dari PDIP menjadi peristiwa bersejarah dalam politik Indonesia.
Untuk pertama kalinya, seorang kader partai yang pernah menjabat sebagai Presiden dipecat oleh partai yang mengusungnya.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai pemecatan ini menjadi evaluasi moral dan etik sempurna yang dilakukan partai berlambang banteng moncong putih itu.
“Dipecat artinya ada sesuatu yang buruk, ada hal yang dilanggar, dan tidak diterima sepenuhnya,” ujar Rocky lewat kanal YouTube miliknya, Selasa (17/12/2024).
Rocky menyebut seandainya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengetahui karakter Jokowi sejak awal, maka ia tidak akan meloloskannya sebagai calon pemimpin.
“Jokowi yang dipilih melalui sistem demokrasi selama 10 tahun, pada akhirnya dipecat oleh partainya sendiri,” tambahnya.
Di akhir kepemimpinannya, Jokowi menunjukkan sifat aslinya yang ambisius dan rakus kekuasaan, antara lain dengan upaya memperpanjang masa jabatan, serta memuluskan jalan bagi anaknya menjadi calon wakil presiden melalui manipulasi konstitusi.
“PDIP telah membuat filter berlapis, tetapi pada akhirnya Jokowi dinyatakan cacat konstitusi, cacat demokrasi, cacat moral, bahkan cacat psikologi,” tegas Rocky.
Ia menyimpulkan bahwa pemecatan Jokowi adalah langkah tegas dan eksistensial dari PDIP.
Partai ini mungkin salah memilih Jokowi, tapi benar dalam mengambil keputusan untuk memecatnya.
“PDIP akan dicatat dalam sejarah sebagai partai yang salah dalam memilih orang tetapi benar dalam memecat presiden yang mereka pilih,” pungkasnya.
PDIP mengambil risiko dengan memecat sosok yang dua kali terpilih sebagai presiden, menunjukkan bahwa loyalitas terhadap partai dan nilai-nilai yang dijunjung lebih diutamakan dibandingkan sekadar prestasi elektoral.
Pemecatan Jokowi membuka babak baru dalam dinamika politik nasional, serta menjadi pelajaran penting bagi partai-partai politik dalam memilih dan mengevaluasi kadernya.
Sumber: RakyatNTT