'Reputasi Jokowi Telah Jatuh, Parpol Lain Sulit Menampung Karena Takut Dikhianati'
PDI Perjuangan (PDIP) telah resmi memecat Joko Widodo dengan pertimbangan melakukan pelanggaran berat.
Pertimbangan pemecatan itu tentu membuat catatan buruk terhadap perjalanan karier politik Jokowi.
Jokowi bahkan disebut telah menyalahgunakan kekuasaan dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga sebagai mantan presiden, tentu alasan pemecatan itu sangat merusak citra dan reputasinya.
“Jokowi selama menjadi presiden dinilai cacat karena mengintervensi hukum, yang bukan kewenangannya. Tuduhan ini tentu sangat merugikan Jokowi,” ucap Jamil, Selasa (17/12/2024).
Selain itu, Jokowi juga dinilai telah melanggar AD/ART, kode etik, dan disiplin partai. Tuduhan semacam ini mengesankan Jokowi bukanlah kader yang loyal ke partai.
“Jokowi juga bisa dipersepsi sebagai sosok yang tidak tegak lurus dengan keputusan partai. Padahal tegak lurus terhadap keputusan partai menjadi keharusan bagi setiap kader partai, khususnya PDIP,” ungkap dia.
Jamil mengatakan, hal ini sekiranya akan menjadi catatan bagi partai lain terhadap sosok Jokowi. Kader yang tidak loyal tentu akan menjadi dasar pertimbangan bagi partai lain untuk menerimanya.
“Hal itu dapat mempersulit partai lain untuk menerima Jokowi sebagai kader. Partai lain tentu tak ingin hal yang sama akan terjadi di partainya. Sebab, tak ada satu partai pun yang ingin dikhianati kadernya,” ungkap dia.
Menurut Jamil, alasan pemecatan Jokowi tampaknya akan mempersulit partai lain menerima Jokowi.
Apalagi kalau menempatkan Jokowi di posisi strategis. Elite partai lain tampaknya berpeluang menolaknya.
“Kalaupun ada yang menerimanya, itu kader partai yang menjadi loyalisnya. Mereka ini memang ada di beberapa partai yang menyatu di KIM Plus,” tutup dia.
Alasan Pemecatan Jokowi
Diketahui pemecatan Jokowi dari PDIP ini tertulis dalam surat keputusan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang dikeluarkan pada 4 Desember 2024.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Jokowi telah melanggar anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai. Serta melanggar kode etik dan disiplin partai.
Di antaranya yakni dengan melawan secara terang-terangan keputusan PDIP untuk mendukung calon presiden dan wakil presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDIP pada Pilpres 2024.
"Tindakan dan perbuatan Saudara Joko Widodo, selaku kader PDIP yang ditugaskan oleh partai sebagai Presiden Republik Indonesia masa bakti 2014-2019 dan 2019-2024, telah melanggar AD/ART partai tahun 2019 serta kode etik dan disiplin partai," bunyi keputusan surat tersebut.
"Dengan melawan terang-terangan terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan calon presiden dan wakil presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDIP pada Pemilu 2024," lanjut surat itu.
Tak hanya itu, Jokowi juga dinilai mendukung calon presiden dan wakil presiden dari partai lain yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
PDIP juga menilai Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ini merusak sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini merupakan pelanggaran etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," tegas PDIP.
Menerka Partai Tempat Berlabuh Jokowi Usai Dipecat PDIP
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) resmi dipecat oleh PDIP dari keanggotaan partai. Ke mana selanjutnya Jokowi akan berlabuh?
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno memberikan analisisnya. Menurut Adi, Jokowi berpeluang bergabung ke Golkar.
"Selama ini Jokowi dikaitkan dengan Golkar. Bahkan gestur dan gerak politik Jokowi sering seirama dengan Golkar. Tapi sampai saat ini Jokowi memutuskan (tidak) berpartai," ujar Adi kepada wartawan, Senin (16/12/2024).
Namun, menurutnya, bisa saja Jokowi mengambil jalan pragmatis. Bila itu terjadi, kemungkinan Jokowi akan berlabuh ke partai pemenang Pilpres 2024, Gerindra.
"Kalau mau mikir pendek dan pragmatis, Jokowi sebaiknya ke Gerindra. Partai pemenang pilpres dan bergabung dengan Prabowo yang presiden," sambungnya.
Di luar dua skenario ini, Adi menyarankan Jokowi untuk bikin partai sendiri.
Menurutnya, jika mengambil langkah ini Jokowi dapat membuktikan bila bisa hebat tanpa PDIP.
"Karena selama ini, ada klaim dari PDIP, Jokowi jadi presiden, gubernur, dan Walkot Solo karena PDIP. Nah, saatnya Jokowi buktikan kalau Jokowi hebat tanpa PDIP dengan cara bikin partai baru. Kalau cuma bergabung dengan partai yang sudah mapan, tentu tak ada ukuran untuk mengatakan Jokowi hebat setelah tak lagi jadi presiden," tuturnya.
"Apakah partai baru Jokowi lebih hebat dari PDIP atau tidak. Jika pun tak bisa melebihi PDIP, minimal kompetitif dengan PDIP," sambung Adi.
Sumber: Tribun