CATATAN POLITIK

'Raja Jawa dan Para Penjilat Yang Kerasukan Setan'

DEMOCRAZY.ID
Desember 21, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Raja Jawa dan Para Penjilat Yang Kerasukan Setan'


'Raja Jawa dan Para Penjilat Yang Kerasukan Setan'


Oleh: Arief Prihantoro


Interpretasi lukisan ini adalah seorang Raja Jawa bersama dengan istrinya sedang menyantap makanan mewah di depan istana yang megah, yang berada di bawah pengawasan “Eye of Providence” atau Mata Dewa Horus, mata pengawas kejahatan.


Mereka berdua menyantap makanan mewah dengan ketelanjangan kemewahan bisa dilihat dengan mata dan dikelilingi tikus-tikus koruptor di belakang istrinya serta di sisi kiri mereka. 


Sementara di sisi kanannya berjubel rakyatnya yang menderita karena kemiskinan sambil menadahkan tangan berharap sang Raja melemparkan sepotong makanan seperti halnya kalau dia melemparkan kaos-kaos kepada rakyat miskin saat dia melakukan kunjungan ke kantong-kantong wilayah masyarakat miskin.


Sembari menyantap makanan mewah, di belakang sang raja ada segerombol rakyat miskin yg beruntung masih bisa menikmati dubur sang Raja Jawa. 


Bisa menjilati tahi yang keluar dari dubur sang raja merupakan berkah bagi rakyat miskin ketimbang mereka mati kelaparan. 


Dubur sang raja yg mereka anggap seorang Santa tersebut dijilatin oleh para pemujanya yang menikmati dubur sang raja seperti kerasukan setan. 


Lidah para penjilat tsb terjulur panjang seperti lidah-lidah setan yang kelaparan.


Sementara di sisi kanan kiri para setan tersebut ada dua gerombolan rakyat yang teriak-teriak dengan tangan terkepal dan bawa parang untuk melakukan perlawanan baik kepada raja Jawa dan istrinya maupun kepada gerombolan setan kelaparan yg sedang berebut menjilati dubur sang raja.


Diduga Ada Wajah Mirip Jokowi, Yos Suprapto Ungkap Makna Lukisannya yang Dilarang Oleh Galeri Nasional



Lima lukisan milik Yos Suprapto dilarang dipamerkan di ajang pameran tunggalnya di Galeri Nasional, kawasan Gambir, Jakarta Pusat.


Pameran lukisan tunggal Yos Suprapto itu ditutup tak lama setelah dibuka pada Kamis (19/12/2024) malam.


Kurator yang ditunjuk oleh Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo menilai, lima lukisan tersebut tidak sejalan dengan tema pameran, yakni 'Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan’.


Selain itu, Suwarno juga menilai lima lukisan Yos mengandung pesan yang kelewat vulgar tentang praktik kekuasaan.


Jika dilihat dari sejumlah foto yang beredar di media sosial, dalam lima lukisan Yos tersebut terdapat sosok pria yang diduga mirip dengan mantan presiden Joko Widodo.


Benarkah lukisan itu memuat wajah Jokowi? Lalu apa makna dari lukisan tersebut?


Kepada awak media, Jumat (20/12/2024), Yos menjelaskan makna dari lukisan tersebut.


Menurutnya, lukisan-lukisan yang ia buat merupakan sebuah cerita kronologis yang jika dipotong di tengah, maka akan memghilangkan makna yang terkandung dalamnya.


"Terus masak hanya kulitnya saja yang disuguhkan? Kan, kasihan banget orang yang datang ke sini," ujar pelukis senior kelahiran Surabaya ini.


Ia lalu menceritakan salah satu lukisan yang menjadi keberatan kurator Galeri Nasional, yakni megenai Raja Bermahkota Jawa.


Menurutnya lukisan iu menceritakan tentang sejarah pangan Indonesia.


"Ini ceritanya tentang sejarah terjadinya kehilangan kedaulatan pangan kita," jelasnya.


Dalam lukisan itu memang terdapat sosok pria memakai baju dan celana panjang hitam, dengan selempang kuning, sambil mengenakan mahkota di kepalanya.


Pria itu duduk di sebuah singgasana berwarna merah, sambil menginjak beberapa orang yang terkapar di bawahnya.


Sementara di samping pria itu ada dua orang yang memakai seragam milik militer dan mengarahkan moncong senjatanya ke arah orang-orang yang ada di bawah sosok raja itu.


Menurut Yos, lukisan itu menggambarkan tentang kedaulatan pangan yang akan menjadi omong kosong jika tanpa kekuasaan.


"Jadi itu gambar tentang bagaimana kekuasaan itu memperlakukan rakyat kecil. Segala sesuatu yang menanggung adalah rakyat kecil. Di bawah kaki sang penguasa itu adalah rakyat kecil. Itu lukisan itu. Tapi diinterpretasikan oleh sang kurator itu sebagai sesuatu yang vulgar," kata Yos.


"Nah, ini saya kira kalau tidak ada relevansi antara ketahanan pangan dengan kekuasaan itu omong kosong. Contohnya misalnya impor beras, kalau enggak ada kekuasaan enggak mungkin itu terjadi. Nah, padahal ini semua adalah kita berbicara soal kedaulatan pangan." sambungnya.  ***

Penulis blog