DEMOCRAZY.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal kemungkinan penetapan tersangka terhadap pihak di Kementerian Hukum dan HAM, termasuk mantan pimpinannya, Yasonna H. Laoly.
Yasonna diduga turut membantu Harun Masiku, yang sempat kabur ke Singapura saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Januari 2020, berdasarkan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihak yang terlibat dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan dapat dimintai pertanggungjawaban jika ditemukan dua alat bukti yang cukup.
"Kemudian terkait juga dengan masalah tadi apakah dari kementerian dan lain-lain akan dilakukan. Pokoknya seperti yang biasa kita lakukan di dalam penyidikan, kalau ditemukan tindak pidana baru yang dilakukan oleh siapapun itu maka orang itu harus mempertanggungjawabkannya," kata Asep kepada awak media di Jakarta, dikutip Rabu (25/12/2024).
Asep menjelaskan jika dua alat bukti ditemukan, maka prosesnya akan dibahas secara berjenjang, mulai dari Kedeputian Penindakan hingga diputuskan oleh Pimpinan KPK melalui gelar ekspose perkara, seperti proses penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
"Mulai dari jenjang direktorat, dilakukan ekspose, kemudian kedeputian dan juga ke pimpinan seperti halnya untuk penetapan tersangka saudara HK pada hari ini. Jadi melalui jenjang yang ada, dibuktikan ditemukan," ucapnya.
Dia menambahkan, penetapan tersangka tidak hanya menyasar pihak di Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga dapat melibatkan pihak lain jika ditemukan bukti tindak pidana di luar kementerian tersebut.
"Jadi tidak hanya di kementerian, dimanapun jika, tindak pidana korupsi atau yang berkaitan dengan tindak pidana ini akan kita proses," katanya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, Hasto diduga memerintahkan Harun untuk mematikan telepon selulernya agar menghilangkan jejak dari kejaran tim penyelidik KPK saat OTT Januari 2020.
Hasto juga disebut turut mendanai suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar Harun Masiku dapat melenggang ke DPR melalui mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW) periode 2019-2024.
Sementara itu, mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly juga telah menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik KPK pada Rabu (18/12/2024).
Berbeda dengan saksi lain, Yasonna keluar melalui pintu belakang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Pemeriksaan yang berlangsung selama hampir tujuh jam tersebut berfokus pada dua materi utama.
Yang pertama menyangkut surat putusan dan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menjadi dasar PDIP memperjuangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW pada Pemilu 2019.
"Kemudian DPP mengirim surat tentang penetapan caleg. Kemudian KPU tidak menanggapi. Berbeda, kemudian kita minta fatwa kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon tertinggi," jelas Yasonna.
Materi kedua berhubungan dengan data perlintasan Harun Masiku di Bandara Soekarno-Hatta pada Januari 2020.
Harun diketahui sempat kembali dari Singapura sebelum jejaknya hilang pasca-OTT oleh KPK.
"Kapasitas saya sebagai menteri, saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku. Itu saja," ujar Yasonna.
Adapun data mengenai kepulangan Harun baru diumumkan oleh Dirjen Imigrasi Ronny Sompie pada 22 Januari 2020, setelah media mengungkap rekaman CCTV Bandara Soekarno-Hatta.
Harun dilaporkan kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020, tetapi jejaknya hilang saat KPK melancarkan OTT pada 8 Januari 2020.
Ronny menyebut keterlambatan informasi terjadi karena gangguan sistem data perlintasan.
Akibatnya, operasi KPK untuk menangkap Harun gagal dan Ronny dicopot dari jabatannya sebagai Dirjen Imigrasi kala itu.
Sumber: Inilah