Menyanggah Hasil Riset Denny JA: “Prabowo Belum Melaksanakan Program Kerjanya!”
Denny Januar Ali (Denny JA), pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), baru-baru ini mempublikasikan hasil risetnya yang menyebut tujuh dari delapan program kerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menuai respons positif dari opini publik.
Hasil ini diperoleh berdasarkan analisis selama satu bulan, dari 20 November hingga 20 Desember 2024, dengan menggunakan pendekatan komputasional di berbagai platform digital.
Namun, klaim ini menuai kritik, terutama karena program kerja yang disorot sejatinya belum sepenuhnya dilaksanakan mengingat masa anggaran kerja Prabowo baru dimulai pada Januari 2025.
Kritik Terhadap Dasar Penilaian
Penilaian Denny JA mengundang pertanyaan mendasar: atas dasar apa riset tersebut dilakukan?
Dalam konteks pemerintahan Prabowo, pelaksanaan program kerja berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 baru akan berjalan setelah tahun anggaran baru dimulai.
Dengan kata lain, yang dikerjakan Prabowo selama ini adalah melanjutkan program kerja dari APBN 2024, yang merupakan warisan pemerintahan sebelumnya.
Oleh karena itu, evaluasi terhadap program kerja Prabowo saat ini terkesan prematur dan tidak berdasarkan pada pelaksanaan aktual program tersebut.
Denny JA menyebut bahwa riset dilakukan melalui pemetaan persepsi publik di platform digital, termasuk media sosial, media berbasis web, forum diskusi online, dan podcast. Namun, pendekatan ini lebih mengukur persepsi atau harapan publik daripada implementasi riil.
Sebagai contoh, program makan bergizi gratis untuk menghapus stunting, yang disebut dalam riset mendapat 52,7% sentimen positif, sejatinya baru akan terlaksana setelah alokasi anggarannya tersedia di APBN 2025.
Kritik yang sama berlaku untuk program pembangunan tiga juta rumah dan kenaikan upah minimum nasional, yang semuanya baru direncanakan untuk tahun mendatang.
Ketidaksesuaian Antara Persepsi dan Realitas
Salah satu aspek yang patut dikritisi adalah metode penghitungan sentimen yang mengabaikan opini netral.
Denny JA hanya memperhitungkan sentimen positif dan negatif, sehingga hasilnya cenderung menyederhanakan kompleksitas opini publik.
Selain itu, publikasi hasil riset ini tanpa mengklarifikasi batasan metodologi bisa menyesatkan pembaca awam yang menganggap bahwa program-program tersebut sudah sepenuhnya terealisasi.
Sebagai contoh, program swasembada pangan disebut mendapatkan 70% sentimen positif berdasarkan 7.922 percakapan di platform digital.
Publik dinilai optimistis bahwa program ini dapat meningkatkan ketahanan pangan. Namun, optimisme tersebut belum teruji di lapangan karena implementasi program baru akan dimulai pada tahun anggaran 2025.
Kritik serupa juga muncul terhadap target pertumbuhan ekonomi 8% melalui transisi energi hijau.
Publik yang skeptis terhadap target tersebut sebenarnya mengacu pada keraguan akan kemampuan pemerintah untuk mencapainya, bukan pada implementasi program yang belum berjalan.
Kepentingan Politis di Balik Riset
Tidak dapat disangkal bahwa hasil riset Denny JA berpotensi digunakan untuk membangun citra positif pemerintahan Prabowo.
Namun, jika hasil ini didasarkan pada data yang belum mencerminkan realitas di lapangan, maka hal itu lebih berfungsi sebagai alat propaganda daripada analisis yang objektif.
Sebagai akademisi dan praktisi survei, Denny JA seharusnya lebih berhati-hati dalam mempublikasikan hasil riset yang bisa memengaruhi opini publik.
Penutup
Kritik terhadap Denny JA menunjukkan pentingnya memahami konteks waktu dalam mengevaluasi program kerja pemerintah. Program kerja Prabowo yang tercantum dalam APBN 2025 baru akan mulai dijalankan pada Januari 2025.
Oleh karena itu, riset yang dilakukan sebelum program tersebut diimplementasikan tidak dapat dijadikan dasar penilaian yang valid.
Sebagai figur publik yang berpengaruh, Denny JA diharapkan untuk lebih transparan dan akurat dalam menjelaskan metodologi risetnya agar tidak menyesatkan publik.
Hanya dengan demikian, diskursus politik dapat berkembang secara sehat dan berdasarkan fakta, bukan sekadar persepsi.
Sumber: FusilatNews