DEMOCRAZY.ID - Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto ikut angkat bicara tentang aksi keluar Presiden Turki Recep Tayyib Erdorgan saat Presiden RI Prabowo Subianto berpidato di Konferensi Tingkat Tinggi Developing Eight (KTT D-8).
Ia memandang keluarnya Erdogan saat Prabowo pidato dapat dilihat dari berbagai sudut.
"Tindakan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang meninggalkan ruangan saat Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidatonya di KTT D-8 dapat ditafsirkan dari beberapa sudut pandang," ujar Sudarnoto dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/12/2024).
Ia tak menampik hingga saat ini memang belum ada konfirmasi langsung dari pihak Turki soal tindakan walk out Erdogan ini.
"Tapi hemat saya, konteks atau substansi pidato Pak Prabowo ini bersinggungan dengan kebijakan atau sikap presiden Erdogan tentang beberapa hal," ucap Sudarnoto.
Pertama, menurut dia, terkait pandangan Prabowo tentang Solidaritas Dunia Muslim.
Dalam pidatonya, kata dia, Prabowo menekankan pentingnya solidaritas dunia Muslim dalam menyelesaikan konflik seperti Palestina dan Suriah.
Sementara, menurut dia, Erdogan sendiri merasa sebagai tokoh awal yang vokal tentang isu-isu ini, terutama Palestina.
"Sangat mungkin Erdorgan merasa bahwa pendekatan Pak Prabowo dianggap terlalu retorik atau bahkan tidak sejalan dengan pandangan atau strategi Turki yang lebih proaktif ketimbang Indonesia," kata dia.
Kedua, lanjut Sudarnoto, tindakan Erdogan tersebut dilakukan karena adanya kritik terhadap kurangnya aksi kolektif.
"Jika Pak Prabowo secara implisit atau eksplisit mengkritik kurangnya tindakan nyata dari negara-negara Muslim, ini bisa dianggap sensitif oleh Erdogan," jelas Sudarnoto.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan, Turki sering menggambarkan dirinya sebagai pemimpin dalam isu-isu Muslim global dan mungkin merasa bahwa kritik tersebut tidak adil atau tidak mencerminkan kenyataan.
Ketiga, menurut Sudarnoto, Erdogan melakukan walk out lantaran adanya perbedaan prioritas D-8.
Presiden Erdogan, kata dia, kemungkinan besar tidak setuju dengan cara Prabowo yang mengaitkan isu pembangunan ekonomi (agenda utama D-8) dengan isu konflik dan politik internasional.
"Turki mungkin ingin tetap fokus pada kerjasama ekonomi dan menjauhkan KTT dari perdebatan politik yang bisa memecah belah," ujar dia.
Namun, Sudarnoto menilai, analisis Presiden Prabowo sangat logis mempertautkan isu ekonomi global dan kerjasama ekonomi antar negara D-8 dengan problem politik global seperti Palestina.
"Pertentangan-pertentangan dan apalagi okupasi, penghancuran dan genosida Israel terhadap Palestina misalnya sangat mengganggu ekonomi global," ucap dia.
Keempat, menurut Sudarnoto, tindakan walk out Erdogan tersebut kemungkinan juga disebabkan masalah diplomasi atau kepentingan khusus.
Erdogan, kata dia, sepertinya tidak nyaman dengan isi pidato Prabowo yang tidak sejalan dengan kepentingan diplomatik Turki di kawasan tertentu.
Misalnya, kata dia, Turki memiliki hubungan kompleks dengan banyak negara Muslim, termasuk yang terkait konflik di Suriah atau isu Palestina.
"Bisa saja Erdorgan merasa terganggu oleh retorika Pak Prabowo yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan luar negeri Turki," kata Sudarnoto.
Kelima, lanjut dia, walk out tersebut dilakukan karena adanya faktor pragmatis atau Non-Politik.
Ada kemungkinan, kata dia, Erdogan meninggalkan ruangan bukan karena pidato Prabowo, melainkan karena alasan logistik atau jadwal.
Namun, jika waktunya bertepatan dengan poin sensitif dalam pidato, tindakan itu bisa dianggap simbolis.
"Jadi, kemungkinan besar, walk out-nya Presiden Erdogan lebih berkaitan dengan perbedaan pendekatan dalam menangani isu dunia Muslim dan bagaimana hal itu dibawa ke forum D-8," jelas Sudarnoto.
Namun, tambah dia, tanpa pernyataan resmi dari pihak Turki, sulit memastikan apakah tindakannya disengaja untuk menyampaikan pesan tertentu atau hanya kebetulan.
Karena itu, menurut dia, agar tidak menimbulkan spekulasi yang justru mungkin bisa mengganggu kerjasama maka perlu ada penjelasan resmi dari Turki.
"Bisa saja Indonesia dan Turki mengadakan pertemuan dan pembicaraan khusus untuk lakukan Tabayun Diplomatik sembari menyepakati mempersatu padukan spirit persatuan D-8," kata Sudarnoto.
Kemenlu bantah ada masalah
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menjelaskan masuk dan keluarnya delegasi dalam konferensi merupakan hal lumrah.
Hal itu disampaikan untuk merespons sikap Erdogan yang keluar saat Prabowo menyampaikan pidatonya dalam KTT D-8 yang diselenggarakan di Kairo, Mesir pada 17-19 Desember 2024.
“Sifat keluar masuk ruangan meeting adalah hal yang lumrah untuk meeting internasional (termasuk di forum PBB),” kata Juru Bicara Kemlu RI Rolliansyah Soemirat melalui pesan singkat di Jakarta, Ahad.
Dia mengatakan hal tersebut adalah hal yang lumrah dilakukan karena para delegasi melakukan banyak pertemuan paralel, seperti pertemuan bilateral dengan ketua delegasi di ruangan lain, pada saat pertemuan internasional.
“Sesuai kebiasaan yang berlaku di forum internasional, masing-masing delegasi memiliki hak untuk menentukan kapan ketua delegasinya akan duduk di kursi delegasi atau meninggalkan ruangan,” kata jubir Kemlu itu.
Jubir Kemlu yang biasa dipanggil Roy itu memastikan bahwa Presiden Prabowo berkesempatan untuk melakukan pertemuan singkat dengan seluruh ketua delegasi lain menjelang dan setelah konferensi, termasuk dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Menurutnya, Presiden Prabowo dan Presiden Erdogan melakukan pertemuan dalam situasi yang sangat bersahabat termasuk pada saat duduk berdekatan pada acara makan siang yang diselenggarakan setelah berakhirnya KTT.
Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri KTT D-8, forum ekonomi delapan negara berkembang di Kairo, Mesir, dan berbicara dalam sesi pleno “Investing in Youth and Supporting SME’s: Shaping Tomorrow’s Economy”, serta membahas mengenai situasi di Palestina dan Lebanon.
Sumber: Republika