Menganalisis Penggunaan Gelar “BSc” Dalam Foto Resmi Wapres Gibran: 'Sebuah Konteks Akademik dan Reputasi Pendidikan'
Pada foto resmi Wakil Presiden Indonesia yang dipublikasikan setelah pelantikan Gibran Rakabuming Raka, terlihat dengan jelas penggunaan gelar akademik “B.Sc.” yang disematkan di belakang namanya.
Penggunaan gelar ini memicu sejumlah pertanyaan terkait dengan relevansinya, baik dalam konteks akademik maupun jabatan politik yang kini diemban oleh Gibran.
Dalam konteks ini, ada beberapa isu yang patut dibahas lebih lanjut, yakni status gelar “B.Sc.” di Indonesia, relevansinya dengan bidang studi Gibran di marketing, serta reputasi universitas tempat ia menempuh pendidikan.
Gelar “B.Sc.” dan Relevansinya dalam Konteks Pendidikan di Indonesia
Gelar “B.Sc.” yang disematkan pada Gibran sebenarnya merujuk pada gelar Sarjana Sains, yang dalam banyak sistem pendidikan di luar negeri diartikan sebagai Bachelor of Science.
Namun, dalam konteks Indonesia, gelar ini sudah jarang digunakan dan bahkan dianggap sudah tidak relevan lagi.
Di Indonesia, gelar ini telah digantikan dengan penggunaan gelar “S1” atau “Sarjana” untuk menyebut lulusan program sarjana, yang mencakup berbagai bidang ilmu, mulai dari sosial, hukum, hingga sains terapan.
Selain itu, gelar “B.Sc.” yang dimiliki oleh Gibran seharusnya lebih berkaitan dengan bidang studi yang mengarah pada ilmu pengetahuan alam atau sains terapan, seperti fisika, kimia, atau biologi.
Oleh karena itu, mencantumkan gelar “B.Sc.” untuk bidang studi marketing justru terasa tidak sesuai. Marketing, meskipun merupakan disiplin ilmu yang memiliki pendekatan berbasis penelitian, lebih sering dikaitkan dengan ilmu sosial dan manajerial, yang seharusnya menggunakan gelar “S1” atau bahkan “Sarjana Ekonomi” dalam konteks Indonesia.
Marketing dan Ketidaksesuaian Penggunaan Gelar “B.Sc.”
Di Indonesia, gelar “B.Sc.” lebih umum digunakan untuk bidang-bidang yang bersifat teknis dan ilmiah, seperti ilmu pengetahuan alam atau teknik.
Sementara itu, marketing merupakan disiplin ilmu yang lebih berorientasi pada aspek sosial, perilaku konsumen, dan strategi bisnis yang lebih dekat dengan ilmu sosial atau ekonomi.
Oleh karena itu, penggunaan gelar “B.Sc.” untuk marketing terasa janggal, karena gelar tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan karakteristik bidang studi yang bersifat non-teknis dan lebih berfokus pada interaksi manusia dan ekonomi.
Sebagai contoh, di Indonesia, gelar untuk bidang studi marketing lebih sering dihubungkan dengan gelar “S.E.” (Sarjana Ekonomi), yang lebih mencerminkan sifat ilmu tersebut yang terkait dengan pengelolaan dan strategi bisnis.
Reputasi Universitas Tempat Gibran Menempuh Pendidikan
Gibran meraih gelar “B.Sc.” di sebuah universitas di Singapura. Sayangnya, reputasi universitas tersebut tidak sebaik universitas-universitas ternama di dunia.
Banyak pihak yang mengkritik kualitas pendidikan yang ditawarkan oleh beberapa universitas di Singapura, terutama dalam hal pemeringkatan global dan kualitas pengajaran.
Meskipun Singapura secara keseluruhan memiliki sistem pendidikan yang kuat, beberapa universitas yang lebih kecil atau kurang terkenal sering kali mendapatkan kritik terkait standar akademik mereka yang dianggap tidak sebanding dengan universitas-universitas besar di dunia.
Oleh karena itu, mencantumkan gelar akademik tersebut, terutama dengan universitas yang tidak memiliki reputasi sebanding dengan universitas besar dunia, dapat menimbulkan pertanyaan tentang kualitas pendidikan yang diterima oleh Gibran.
Dalam dunia politik, di mana kredibilitas sangat penting, publik seringkali mengharapkan pemimpin mereka memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dan dihormati oleh masyarakat luas, terutama dalam hal pengambilan keputusan yang berhubungan dengan negara.
Kesimpulan: Mengapa Penggunaan Gelar “B.Sc.” Perlu Dipertanyakan
Penggunaan gelar “B.Sc.” dalam foto resmi Gibran Rakabuming Raka menimbulkan beberapa permasalahan yang perlu dicermati.
Pertama, gelar tersebut sudah tidak relevan lagi dalam konteks pendidikan tinggi di Indonesia dan lebih tepatnya digunakan untuk bidang studi sains yang teknis.
Kedua, penggunaan gelar “B.Sc.” untuk bidang marketing yang lebih bersifat sosial dan manajerial terasa janggal dan tidak mencerminkan realitas bidang studi yang dipelajari oleh Gibran.
Ketiga, reputasi universitas tempat Gibran menempuh pendidikan yang kurang dikenal secara global bisa menambah keraguan terkait kualitas pendidikan yang diterimanya.
Sebagai seorang pejabat publik yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, penting bagi Gibran untuk memastikan bahwa citra dan kredibilitasnya di mata publik tidak terganggu oleh hal-hal yang mungkin terkesan tidak relevan atau dipaksakan.
Penggunaan gelar akademik dalam konteks politik seharusnya bukan hanya soal simbol, tetapi juga harus mencerminkan kapasitas dan kualitas nyata dari pemimpin yang bersangkutan.
Sumber: FusilatNews