Membuka Tirai Para-Para Gibran: 'Siluet Sosok Wapres Wawasan Dangkal'
Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden RI termuda dalam sejarah, telah memantik perdebatan sengit di tengah masyarakat.
Keberhasilannya menduduki posisi orang nomor dua di negeri ini, meski usianya di bawah 40 tahun dan melampaui batas persyaratan menurut aturan sebelumnya, menjadi simbol realitas politik Indonesia yang penuh kejutan—atau bagi sebagian orang, manipulasi.
Namun, yang lebih penting dari bagaimana Gibran mencapai posisi tersebut adalah apa yang harus ia lakukan selanjutnya, terutama jika ambisi untuk menjadi Presiden RI suatu hari nanti benar adanya.
Sejarah politik sering kali menunjukkan bahwa seorang pemimpin besar tidak lahir hanya karena garis keturunan atau koneksi, tetapi karena persiapan matang, pemahaman mendalam terhadap persoalan bangsa, dan visi yang mampu melampaui zamannya.
Dalam konteks Gibran, jalan pintas yang menuntun ke puncak kekuasaan tanpa landasan kokoh justru berisiko menjadi bumerang.
Oleh karena itu, apa yang sejatinya harus dilakukan oleh Gibran bukan sekadar melanjutkan gaya kepemimpinan blusukan ala ayahnya, melainkan membangun kapasitas intelektual dan kepemimpinan strategis yang nyata.
Membangun Kredibilitas Melalui Intelektualisme
Sebagai politisi muda, Gibran seharusnya memahami bahwa menjadi pemimpin bukan sekadar soal popularitas atau pencitraan, melainkan kemampuan untuk menjawab tantangan bangsa.
Salah satu cara terbaik untuk membangun legitimasi adalah dengan terlibat dalam diskusi akademis dan intelektual di berbagai forum, seperti kampus-kampus, think tank, atau lembaga penelitian.
Memberikan kuliah umum tentang isu-isu strategis bangsa, mulai dari pembangunan ekonomi, pengentasan kemiskinan, hingga inovasi teknologi, akan menunjukkan bahwa ia memiliki wawasan mendalam dan gagasan konkret untuk membawa Indonesia ke depan.
Menginisiasi Laboratorium Kebijakan
Tidak cukup hanya berbicara, Gibran perlu membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang inovatif dengan menciptakan institusi yang berorientasi pada solusi nyata.
Sebuah laboratorium kebijakan, misalnya, dapat menjadi ruang untuk merumuskan strategi pembangunan berkelanjutan yang berbasis data dan riset.
Dengan menggandeng para ahli dari berbagai bidang, ia dapat mengembangkan metodologi yang relevan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan kredibilitasnya tetapi juga menciptakan warisan intelektual yang bermanfaat bagi bangsa.
Hindari Aktivitas Populisme Kacangan
Jika ada satu pelajaran yang bisa diambil dari gaya kepemimpinan Jokowi, itu adalah bahaya terjebak dalam populisme simbolik yang dangkal.
Blusukan dan aksi bagi-bagi sembako mungkin efektif untuk membangun kedekatan dengan rakyat, tetapi itu tidak cukup untuk menyelesaikan masalah struktural yang kompleks.
Gibran harus menunjukkan bahwa ia bukan sekadar replika ayahnya, melainkan pemimpin dengan pendekatan berbeda—lebih strategis, lebih substantif, dan lebih berorientasi pada hasil jangka panjang.
Visi untuk Indonesia
Sebagai politisi muda dengan ambisi besar, Gibran harus memiliki visi yang jelas untuk Indonesia.
Apa yang ingin ia capai? Apakah ia ingin menciptakan sistem pendidikan yang setara, memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat, atau mendorong transformasi ekonomi digital? Tanpa visi yang kuat dan langkah nyata untuk mewujudkannya, ia hanya akan menjadi politisi lain yang berlalu tanpa makna dalam sejarah bangsa.
Antitesis Jalan Pintas
Pada akhirnya, Gibran harus memilih: apakah ia ingin dikenal sebagai politisi muda yang mengejar kekuasaan melalui jalan pintas atau sebagai pemimpin visioner yang mempersiapkan dirinya dengan matang untuk membawa perubahan sejati? Untuk mencapai yang kedua, ia harus meninggalkan langkah-langkah pragmatis yang serba instan dan mulai membangun landasan yang kokoh.
Ambisi menjadi presiden di usia muda memang menginspirasi, tetapi tanggung jawab di balik jabatan tersebut jauh lebih besar.
Gibran harus menunjukkan bahwa dirinya bukan sekadar “anak Jokowi,” melainkan pemimpin sejati dengan kapasitas, visi, dan integritas untuk membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Itu adalah tantangan yang lebih mulia daripada sekadar mengulang pencitraan populis yang kosong makna.
Para itu sudah menunjukan jamak lebih dari satu ga perlu di ulang menjadi para² 🙂↔️😮💨 pic.twitter.com/J8wjkjXtQZ
— Ney🌸 (@PUTRY_NUSANTARA) December 14, 2024
Sumber: FusilatNews