Lawan Aguan: 'State Corporate Crime Yang Merusak Indonesia!'
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H
Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Tidak dinyana, kemarin (Selasa, 24/12) penulis dipertemukan dengan Pak Soeripto. Tokoh intelijen yang selama ini berteriak lantang soal adanya ancaman State Corporate Crime (SCC).
Secara harfiah, SCC adalah kejahatan korporasi (perusahaan) dan Negara. Secara terminologi, SCC dapat didefinisikan sebagai kejahatan korporasi yang memanfaatkan otoritas negara, untuk mengumpulkan sejumlah kapital (keuntungan) untuk korporasinya, dengan modus memindahkan aset/uang dari kantong rakyat ke kantong korporasinya, melalui sejumlah proyek.
Contoh: saat korporasi konstruksi menginginkan duit, dia memanfaatkan Negara untuk membuat proyek dan menunjuk korporasinya sebagai pelaksana.
Uang dari kantong rakyat yang dibayar melalui pajak, yang dikumpulkan di kas negara dalam APBN, kemudian digunakan untuk membayar proyek yang dikerjakan korporasi. Otomatis, duit rakyat berpindah ke kantong oligarki/korporasi.
Misalnya: jalan yang rusak, dijadikan dalih proyek perbaikan jalan. Nilainya di mark up. Pejabat disuap, korporasi menggelembung nilai proyek.
Oknum pejabat dan korporasi untung besar dari proyek perbaikan jalan yang penuh dengan kejahatan kolusi dan korupsi. Inilah, contoh kecil dari SCC.
Contoh yang lebih nyata, adalah ketika Aguan inginkan tanah untuk produksi industri properti korporasinya, dia berkolusi dan korupsi dengan Jokowi.
Lalu Jokowi sebagai Presiden kala itu, memberikan fasilitas kepada AGUAN melalui pemberian status PSN pada proyek PIK-2.
Status PSN inilah, yang dijadikan dalih untuk merampas tanah rakyat Banten dengan berbagai modus, baik dengan tekanan, intimidasi, kebohongan, penipuan, muslihat, ancaman, dan berbagai kejahatan lainnya.
Tanah Rakyat Banten yang dibebaskan dengan harga murah inilah (ada yang 30 ribu hingga 50 ribu per meter), yang dijadikan asas produksi industri properti milik AGUAN, yang harga tanahnya dijual menjadi 30 juta per meter.
Bukan hanya merampas tanah privat rakyat, sejumlah tanah dan fasilitas publik seperti jalan, sungai, pantai dan laut, juga dirampas dan dijadikan asas produksi industri properti milik AGUAN & Anthony Salim. Itu semua difasilitasi Jokowi.
Praktik seperti ini adalah bagian dari penerapan ideologi kapitalisme yang jahat. Kapitalisme modern, lebih brutal daripada kapitalisme klasik.
Dalam doktrin kapitalisme klasik, Negara diminta netral, tidak membela rakyat, hanya bertugas sebagai penjaga malam.
Namun, kapitalisme modern saat ini (Neo Kapitalisme), Negara justru menjadi pelayan kapitalis dan menindas rakyat dengan berbagai kebijakan.
Negara yang semestinya menjadi pelindung, pengayom dan pelayan rakyat, malah menjadi pelindung, pengayom dan pelayan para pemodal.
Contoh kongkritnya UU Cipta Kerja, yang dibuat untuk melindungi, mengayomi dan melayani kepentingan kaum Kapitalis (pemodal/pengusaha).
Rakyat justru ditindas dengan berbagai pajak dan pungutan. Setelah pajak terkumpul dalam APBN, uang APBN lagi-lagi mayoritasnya digunakan untuk mendukung proyek para kapitalis.
Negara benar-benar telah menjadi alat pengisap darah rakyat, untuk diserahkan pada para pengusaha/Kapitalis.
Dalam kasus PSN Rempang Eco City dan PSN PIK-2, jelas-jelas Tanah Rakyat dirampas hanya untuk melayani kepentingan korporasinya Tommy Winata dan Sugianto Kusuma alias AGUAN (termasuk Anthony Salim).
Tapi kenapa, Prabowo Subianto masih diam? Apakah, Prabowo ikut-ikutan buta dan tuli, pada penderitaan dan jeritan rakyat? Apakah Prabowo sudah lupa, atas komitmennya untuk mewakafkan sisa hidupnya untuk rakyat?
Tema SCC inilah, yang kemarin di Jakarta, penulis diskusikan bersama Pak Soeripto, Bang Said Didu, Bang Edy Mulyadi, Bang Marwan Batubara, Bang Syafril Sofiyan, Bang Meidy Juniarto dan Bang Makmun Muzakki. ***