CATATAN EKBIS POLITIK

Kaleidoskop 2024: 'Warisan Suram Jokowi Bagi Indonesia'

DEMOCRAZY.ID
Desember 22, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
EKBIS
POLITIK
Kaleidoskop 2024: 'Warisan Suram Jokowi Bagi Indonesia'


Kaleidoskop 2024: 'Warisan Suram Jokowi Bagi Indonesia'


Tahun 2024 menjadi momen refleksi mendalam bagi Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi. 


Di tengah ambisi besar yang dibangun melalui berbagai kebijakan, banyak yang justru meninggalkan jejak kegagalan yang dirasakan langsung oleh rakyat. 


Dari penguatan oligarki, manipulasi politik, hingga pelemahan demokrasi, perjalanan tahun ini memperlihatkan bagaimana keputusan-keputusan pemerintah lebih sering berpihak pada elite dibandingkan kepentingan bangsa secara keseluruhan. 


Kaleidoskop ini merangkum berbagai kebijakan kontroversial dan tindakan yang memicu polemik, menggambarkan warisan suram yang ditinggalkan bagi masa depan Indonesia.


Januari: Penegasan Oligarki

Awal tahun dimulai dengan penguatan pengaruh oligarki dalam kebijakan pemerintah. Salah satu contohnya adalah pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023 tentang insentif bagi korporasi tambang yang menyebabkan eksploitasi sumber daya alam semakin tidak terkendali. 


Tokoh seperti Luhut Binsar Pandjaitan sering dikaitkan dengan kebijakan ini, mengingat perannya yang dominan dalam sektor energi dan tambang.


Februari: Pengesahan UU Kontroversial

Jokowi mendorong pengesahan revisi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang kini menjadi UU No. 3 Tahun 2020. 


Revisi ini memberikan keleluasaan bagi perusahaan tambang untuk memperpanjang izin operasinya tanpa melalui lelang, mengabaikan aspek lingkungan dan hak masyarakat adat. Greenpeace Indonesia dan WALHI menjadi garda terdepan dalam mengkritik kebijakan ini.


Maret: Nepotisme di Panggung Politik

Nepotisme semakin nyata ketika Kaesang Pangarep diumumkan sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada akhir Februari. 


Selain itu, Bobby Nasution, menantu Jokowi, mulai digadang-gadang sebagai calon Gubernur Sumatera Utara. Hal ini memicu tuduhan bahwa Jokowi memanfaatkan kekuasaannya untuk membangun dinasti politik.


April: Proyek IKN yang Menguras Anggaran

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) mendapat alokasi anggaran lebih dari Rp 466 triliun (APBN 2024). Sebanyak Rp 87 miliar digunakan untuk Upacara Hari Kemerdekaan di lokasi tersebut. 


Hal ini menimbulkan kritik dari ekonom senior seperti Faisal Basri yang menilai proyek ini lebih sebagai ambisi pribadi Jokowi dibandingkan kebutuhan nasional yang mendesak, seperti pendidikan dan kesehatan.


Mei: Kemunduran Demokrasi

Demokrasi Indonesia semakin tertekan dengan revisi UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang disahkan dalam UU No. 19 Tahun 2016. Meski disebut “penyempurnaan”, pasal karet tetap digunakan untuk membungkam kritik. 


Aktivis seperti Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menghadapi kriminalisasi setelah mengungkap dugaan konflik kepentingan dalam kebijakan tambang yang melibatkan pejabat negara.


Juni: Meningkatnya Utang Luar Negeri

Utang luar negeri Indonesia melonjak menjadi US$ 422 miliar per Juni 2024 (data Bank Indonesia). Rasio utang terhadap PDB mencapai 40%, mendekati ambang batas. 


Sri Mulyani, Menteri Keuangan, membela kebijakan ini dengan alasan pembangunan infrastruktur, tetapi ekonom seperti Bhima Yudhistira mengkritiknya sebagai pengelolaan fiskal yang tidak sehat.


Juli: Masalah Energi dan Impor Pangan

Indonesia yang pernah menjadi negara agraris kini menghadapi paradoks besar: impor beras meningkat hingga 2 juta ton pada 2024 (BPS). Selain itu, impor garam dan jagung melonjak drastis. Kebijakan Kementerian Pertanian di bawah Syahrul Yasin Limpo dinilai gagal total oleh berbagai pengamat.


Agustus: Perayaan Kemerdekaan yang Mewah

Anggaran upacara Hari Kemerdekaan RI di IKN sebesar Rp 87 miliar dibandingkan dengan Rp 53 miliar di Jakarta tahun sebelumnya. Kritik datang dari anggota DPR, seperti Dedi Mulyadi, yang menyebut anggaran tersebut sebagai pemborosan di tengah krisis ekonomi yang dialami rakyat.


September: Manipulasi Politik untuk 2024

Indikasi manipulasi politik terlihat dari dukungan Jokowi terhadap figur tertentu dalam Pilpres 2024. Jokowi secara terbuka mendukung Ganjar Pranowo, melibatkan dirinya dalam politik praktis, yang melanggar prinsip netralitas seorang presiden. 


Ini memicu kritik dari mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, yang menyebut langkah ini sebagai bentuk pelemahan demokrasi.


Oktober: Korupsi Merajalela

Korupsi tetap menjadi masalah besar di era Jokowi. Lembaga antikorupsi seperti KPK kehilangan kepercayaan publik, terutama setelah Firli Bahuri diduga terlibat dalam kasus suap. 


Kasus korupsi BUMN seperti Jiwasraya dan Asabri juga belum terselesaikan, menunjukkan lemahnya penegakan hukum di era ini.


November: Masalah Pekerjaan dan Kemiskinan

BPS mencatat tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 7,3 juta jiwa pada 2024. Selain itu, angka kemiskinan meningkat menjadi 26 juta jiwa, naik dari 24 juta pada tahun sebelumnya. 


Kebijakan ekonomi Jokowi yang terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur gagal menciptakan lapangan kerja yang signifikan.


Desember: Warisan Pemerintahan yang Suram

Jokowi meninggalkan warisan pemerintahan yang penuh tantangan: demokrasi tertekan, ketimpangan sosial meningkat, dan ekonomi yang rentan. 


Sebagai refleksi akhir tahun, banyak pihak, termasuk akademisi seperti Rocky Gerung, menyebut periode Jokowi sebagai simbol kegagalan sistem pemerintahan yang lebih berpihak pada oligarki dibanding rakyat.


Penutup

Tahun 2024 menyoroti banyak kelemahan pemerintahan Jokowi, dari kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat hingga warisan politik yang merusak demokrasi dan keadilan sosial. 


Kaleidoskop ini menjadi pengingat penting akan perlunya evaluasi dan perubahan mendasar di masa depan.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog