DEMOCRAZY.ID - Di tengah maraknya isu komitmen pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025, sebetulnya Presiden Prabowo Subianto memiliki kuasa untuk menurunkan tarif PPN, bahkan sampai 5%.
Meski kenaikan PPN menjadi 12% pada Januari 2025 telah menjadi amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Prabowo memiliki wewenang untuk menunda kenaikan tarif di tengah lesunya aktivitas ekonomi masyarakat, bahkan bisa sampai menurunkan tarifnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Fredric Palit membenarkan tentang kemampuan pemerintah untuk menurunkan tarif tersebut. Aturan itu tercantum dalam Ayat (3) Pasal 7 UU HPP.
"Betul," kata Dolfie saat dikonfirmasi, sebagaimana dikutip Selasa (26/11/2024).
Ketentuan yang tertera dalam Ayat (3) Pasal 7 itu dapat mengubah tarif PPN aling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Perubahan untuk menunda atau menurunkan tarif ini dapat dilakukan hanya dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) dan membutuhkan persetujuan DPR, tanpa harus menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perpu.
"Terkait pembatalan kenaikan tarif PPN bisa menggunakan Pasal 7 ayat 3 dan ayat 4 di UU HPP. Jadi tidak perlu menerbitkan Perpu," ujar Pengamat Pajak sekaligus Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar.
Berikut ini merupakan aturan lengkap dalam Pasal 7 UU HPP yang memungkinkan pemerintah untuk bisa menunda bahkan menurunkan tarif PPN:
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
a. sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
b. sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
(2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak.
(3) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen).
(4) Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sumber: CNBC