DEMOCRAZY.ID - Spekulasi mengenai masa depan politik Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi perbincangan setelah ia dan keluarganya secara resmi dikeluarkan dari keanggotaan
Rumor beredar bahwa Jokowi berupaya bergabung dengan Partai Gerindra, terutama setelah ia menemui Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, di kediaman pribadi Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Jokowi dikabarkan menerima undangan makan malam dari Presiden Prabowo.
Namun, saat ditanya wartawan terkait kemungkinan dirinya bergabung dengan Gerindra, Jokowi hanya menjawab diplomatis.
Sementara itu, Prabowo menyatakan bahwa Gerindra adalah partai terbuka dan akan senang jika Jokowi bergabung, meski langkah konkret untuk menerima mantan Presiden tersebut belum terlihat.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa partainya belum memikirkan atau menyiapkan posisi apa pun untuk Jokowi.
Pernyataan ini secara halus menandakan bahwa kemungkinan besar Gerindra tidak berniat memberi tempat bagi Jokowi.
Pengamat politik Rocky Gerung menyebutkan, bahwa keberadaan Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, menjadi salah satu alasan.
Kehadiran Gibran dianggap sebagai beban psikologis dan politik bagi Gerindra, mengingat posisi Gibran erat kaitannya dengan pengaruh Jokowi.
Rocky Gerung menilai, bahwa kekuatan politik Jokowi, terutama di Jakarta, mulai memudar.
"Siasat Jokowi untuk memperoleh dukungan politik sepertinya sudah selesai. Itu karena Pilkada DKI jadi penentu, bahkan final tentang berakhirnya genggaman Jokowi terhadap politik," jelas Rocky Gerung dikutip dari channel Youtubenya, Selasa 10 Desember 2024.
Jakarta dianggap sebagai pusat politik, ekonomi, dan penilaian etis nasional, sehingga kegagalannya mempertahankan pengaruh di ibu kota mencerminkan akhir dari era "jokowiisme."
Kemenangan Pramono Anung dan Rano Karno, pasangan yang diusung PDIP di Pilkada Jakarta, atas Ridwan Kamil dan Suswono, yang didukung Gerindra, semakin mempertegas melemahnya kendali politik Jokowi.
Rocky menganggap kemenangan PDIP di Jakarta sebagai simbol keberhasilan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP, dalam mengalahkan Jokowi secara politis.
Setelah dikeluarkan dari PDIP, Jokowi disebut-sebut mencari "pelabuhan politik" baru.
Selain Gerindra, rumor lain menyebut bahwa Jokowi berupaya mendekati Partai Golkar.
Namun, internal Golkar juga kabarnya menunjukkan penolakan yang tinggi terhadap gagasan tersebut, dan hanya dijadikan sebagai anggota kehormatan.
Di sisi lain, rencana menjadikan Projo sebagai partai politik juga tertunda, memperkuat kesan bahwa Jokowi semakin terisolasi dalam dunia politik.
Ketika ditanya mengenai partai yang ingin didirikannya, Jokowi hanya menyebut bahwa "partai saya adalah partai perorangan."
"Ketika ditanya seperti itu, partainya adalah perorangan menunjukkan Jokowi itu sekarang mulai ditinggalkan, dia mulai sendirian," kata Rocky.
"Pertanyaan terakhir adalah siapa yang membela Jokowi? Jelas tidak ada lagi tokoh politik yang ingin menyelamatkan Jokowi. Apakah gerinda ingin membela Jokowi? Ya tidak mungkin, Gerindra punya perencanaan politik di 2029," tambahnya.
Karenanya, menurut Rocky Gerung, kemenangan PDIP di Jakarta tidak hanya menjadi pukulan bagi Jokowi, tetapi juga berdampak langsung pada posisi Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden.
Rocky Gerung menggambarkan hubungan antara Jokowi dan Gibran sebagai "obeng dan skrup."
Menurutnya, saat "obeng" (Jokowi) patah, "skrup" (Gibran) tidak lagi bisa berfungsi dengan baik.
"Persaingan antara Megawati dan Jokowi itu artinya, Megawati memenangkan persaingan itu dan apa akibatnya? Ya akibatnya, ini jadi vitamin bagi PDIP untuk meneruskan semacam upaya mempersoalkan seluruh kejahatan politik Presiden Jokowi selama 10 tahun atau dalam 3-4 tahun terakhir ini terutama terhadap PDIP, lalu terhadap konstitusi, lalu terhadap negara," ujar Rocky.
Gibran saat ini menghadapi tantangan besar untuk membangun citra politiknya tanpa dukungan langsung dari sang ayah.
Perannya sebagai Wakil Presiden dinilai lebih bersifat seremonial, tanpa kontribusi substansial dalam kebijakan negara.
Rocky juga menyebut bahwa semakin sering Gibran tampil di acara-acara seremonial, publik akan semakin skeptis terhadap kemampuan politiknya.
Masa depan politik Jokowi berada di persimpangan jalan. Dengan melemahnya pengaruhnya di kancah nasional, terutama di Jakarta, dan ditolaknya keberadaannya oleh partai-partai besar seperti Gerindra dan Golkar, Jokowi tampak mulai ditinggalkan.
Di sisi lain, kemenangan PDIP di Jakarta menjadi momen strategis bagi Megawati untuk memimpin partainya memasuki babak baru, sekaligus menandai era baru dalam politik Indonesia.
Sumber: PorosJakarta