DEMOCRAZY.ID - Irlandia secara resmi menjadi satu-satunya negara di Uni Eropa yang mendukung Palestina dan menyebut Israel sebagai penjajah.
Hal tersebut tercapai usai parlemen mereka mengeluarkan mosi parlementer yang mengutuk 'aneksasi de facto' tanah Palestina yang dilakukan oleh Israel.
Menteri Luar Negeri Irlandia Simo Coveney menyebut mosi tersebut menjadi gambaran betapa dalamnya perasaan seluruh rakyat Idlandia.
"Skala, kecepatan, dan sifat strategis tindakan Israel pada perluasan pemukiman dan maksud di baliknya telah membawa kami ke titik di mana kami harus jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. … Ini adalah aneksasi de facto," tutur Coveney.
"Ini bukanlah sesuatu yang saya, atau dalam pandangan saya, rumah ini, katakan dengan enteng. Kami adalah negara Uni Eropa pertama yang melakukannya. Tapi itu mencerminkan keprihatinan besar yang kami miliki tentang maksud dari tindakan tersebut dan tentu saja, dampaknya," lanjutCoveney.
Sebelumnya pada 2019, Irlandia juga menetapkan undang-undang yang melarang kongsi perdagangan dengan pihak manapun yang ada di Tebi Barat, selama kawasan tersebut berada di bawah kekuasaan Israel.
Padahal, dengan adanya undang-undang tersebut, Irlandia harus merelakan pendapatan sebesar jutaan dollar yang hilang.
Lalu, apa sebenarnya alasan Irlandia berani mengakui Palestina dan mengutuk Israel, terutama di kawasan Benua Biru yang biasanya begitu akrab dengan Israel?
Menariknya, jika merujuk pada sejarah, Irlandia sebelumnya justru sangat getol mendukung Zionis.
Pada 1920-an dan 1930-an, simpati Irlandia pada Zionisdipicu olehpersamaanrasa menderita yang dialamiIrlandia dan Yahudi dalam sejarah keberadaan mereka.
Selain itu, sama seperti bangsa Yahudi, bangsa Irlanida juga punya pengalamantraumatiskarena sama-sama pernah dipaksa menjalanimigrasi skala besar di abad ke-19.
Demi menuntut kesejajaran dengan sejarah pendudukan yang mereka alami, Irlandia lalu mendukung perjuangan Zionis untuk menentukan nasib sendiri melawan Inggris.
Seorang koresponden The Bell, sebuah majalah terkemuka Irlandia, marah atas kejadian pada bulan Maret 1945 di Mandat Palestina.
"Jangan pernah lupa bahwa orang Irlandia… telah mengalami semua yang orang Yahudi di Palestina derita akibat ulang preman terlatih yang 'menembaki tarzans' dan para teroris Inggris," demikian tertulis di majalah tersebut saat itu, seperti dilansir dari Foreign Policy.
Namun persepsi nasionalis Irlandia terhadap Israel segera bergeser.
Apalagi setelah terjadi pemberontakan anti-Inggris di negara itu yang menyebabkan perang saudara yang traumatis.
Perang saudara itu sendiri pada akhirnya menyebabkan enam wilayah di utara pulau itu berada di bawah kekuasaan Inggris.
Begitu gerakan Zionis menerima pembagian tanah Palestina, orang Irlandia mulai memikirkan ulang pandangan mereka tentang kesamaan nasib dengan Israel.
Bagi warga Irlandia, negara Israel saat ini tidak lebih dari sebuah komunitas agama nasional yang bukan dengan gagah berani memperjuangkan haknya.
Mereka, menurut penduduk Irlandia, lebih seperti koloni yang secara tidak sah didirikan melalui perantara senjata Inggris.
Serta, yang dianggap paling mengerikan bagi bangsa Irlandia, Isral telah memaksakan keberadaannya di atas para penduduk asli Palestina.
“Rakyat Irlandia, sebagai orang terjajah yang hidup selama berabad-abad di bawah pendudukan Inggris, secara naluriah mengidentifikasikan diri dengan perjuangan kebebasan di seluruh dunia,” Gerry Adams, presiden Sinn Féin, partai nasionalis Irlandia terbesar di Republik Irlandia kepada Middle East Eye.
Pantas saja Irlandia mendukung Palestina dan mengutuk Israel, mereka sama-sama menjadi korban kerajaan Inggris.
Sumber: GRID