CATATAN POLITIK

Hitung-Hitungan Politis Demi Prestisius: 'Jokowi Akan Berlabuh di Partai Apa?'

DEMOCRAZY.ID
Desember 20, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
Hitung-Hitungan Politis Demi Prestisius: 'Jokowi Akan Berlabuh di Partai Apa?'


Hitung-Hitungan Politis Demi Prestisius: 'Jokowi Akan Berlabuh di Partai Apa?'


Oleh: Damai Hari Lubis

Ketua Aliansi Anak Bangsa, Pengamat Hukum & Politik, Mujahid 212


Jokowi, kemungkinan besar, saat ini dan ke depan hanya mengincar posisi dalam kepengurusan partai, setidaknya sebagai Dewan Pembina, Ketua Dewan Kehormatan, atau bahkan Ketua Majelis Syura (Dewan Musyawarah) pada partai berbasis Islam. 


Secara umum, diketahui bahwa Majelis Syura adalah struktur penting dan terhormat dalam organisasi partai Islam.


Di sisi lain, posisi Ketua Umum partai, yang memiliki kekuasaan penuh terhadap kebijakan partai (bersama Sekjen), serta fungsi Dewan Pembina pada partai nasionalis, juga menawarkan prestise yang signifikan. 


Maka, hasrat politik Jokowi yang kuat mungkin mendorongnya untuk menjadi Ketua Umum atau Dewan Syura demi mengarahkan bahkan mengendalikan gelombang politik partai.


Namun kenyataannya, peluang tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Ketika konflik melanda Golkar dan diikuti “pengunduran diri” Airlangga Hartarto karena isu ancaman kasus hukum, kursi Ketua Umum justru jatuh ke Bahlil Lahadalia. 


Isu lain yang berkembang adalah Jokowi disebut-sebut berpotensi menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar. 


Namun, dengan keberadaan tokoh-tokoh senior seperti Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla, fakta menunjukkan bahwa Jokowi bahkan tidak mendapat tempat sebagai anggota Dewan Pembina Golkar.


Bagaimana dengan PAN?

Zulkifli Hasan (Zulhas) terlihat akan mempertahankan posisinya sebagai Ketua Umum meskipun partai tersebut didirikan oleh tokoh sekaliber Dr. Amien Rais. 


Zulhas cenderung menghindari risiko hukum yang mungkin muncul jika memberikan posisi strategis kepada Jokowi, yang memiliki rekam jejak politis yang kontroversial.


Lalu PKB?

Muhaimin Iskandar terlalu kuat dengan dukungan dari jajaran Dewan Syura yang solid. Kemungkinan Jokowi masuk ke PKB hanya bisa terjadi jika strategi politik seperti yang diterapkan pada Airlangga digunakan lagi.


NasDem?

Sulit bagi Jokowi untuk menembus NasDem. Surya Paloh, sebagai pendiri dan pemimpin, dikenal memiliki reputasi yang bersih dan solid, sehingga tidak ada celah bagi Jokowi untuk masuk.


Gerindra?

Dengan Prabowo Subianto yang kini menjabat sebagai Presiden sekaligus Ketua Umum Gerindra, harapan Jokowi untuk mengambil alih partai ini hampir mustahil.


Demokrat?

Harapan Jokowi untuk masuk ke Demokrat ibarat mimpi di siang bolong. Partai yang kokoh di bawah kendali Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini masih menyimpan luka akibat upaya Moeldoko, tangan kanan Jokowi, untuk merebut kepemimpinan Demokrat.


Bagaimana dengan PDIP?

Selama Megawati Soekarnoputri dan Hasto Kristiyanto masih memimpin, peluang Jokowi untuk bergabung bahkan sebagai anggota PDIP sangat kecil. Terlebih, ia dan keluarganya telah dipecat dari partai ini pada 16 Desember 2024.


PPP?

PPP adalah partai Islam yang mengalami penurunan signifikan pada Pemilu 2024. Jika Jokowi masuk dalam kepengurusan, apapun jabatannya, partai ini berpotensi kehilangan dukungan lebih lanjut dan tinggal kenangan.


PKS?

Bagi PKS, menerima Jokowi, baik sebagai Ketua Majelis Syura maupun Ketua Umum, adalah risiko besar. Hal ini bisa mengancam soliditas konstituen yang sangat anti-Jokowi dan Gibran. Bahkan, langkah seperti itu bisa menyebabkan partai ini bubar.


PSI, Pilihan Paling Logis?

Dengan kepemimpinan Kaesang Pangarep, PSI tampaknya menjadi satu-satunya partai yang realistis bagi Jokowi. Namun, skenario ini hanya mungkin terjadi jika tidak ada malapetaka besar di pemerintahan Prabowo Subianto. Jika Gibran Rakabuming Raka, melalui mekanisme politik tertentu, naik menjadi Presiden RI, Jokowi dapat kembali berpengaruh sebagai “penguasa di balik layar.”


Kesimpulannya, pilihan Jokowi untuk berlabuh di partai politik manapun sangat terbatas. 


Hampir semua partai besar memiliki hambatan struktural dan historis yang menghalangi langkah politiknya. 


Hanya dinamika politik ke depan yang dapat menjawab arah Jokowi sebenarnya. ***

Penulis blog