DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza menilai bukan mustahil jika amarah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengenai keterlibatan Partai Cokelat (Parcok) dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 kental akan urusan pribadi.
Menurutnya, amarah tersebut berkaitan dengan rentetan kasus dugaan Hasto dalam kasus suap Harun Masiku hingga sempat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
"Patut diduga kegaduhan Hasto yang terus menyuarakan Parcok, yaitu institusi Polri, dan cawe-cawe Jokowi dalam Pilkada menjadi tindakan perlawanan terhadap dugaan perintangan penyidikan di perkara Harun Masiku," kata dia, Jakarta, dikutip Sabtu (7/12/2024).
Efriza pun menilai Hasto lihai memainkan opini dan kekecewaan publik terhadap pemerintah untuk kepentingannya.
Dia menyebut, tingkah Hasto justru tidak membangun narasi yang baik untuk demokrasi di Indonesia
“Dan ini adalah sebuah proses demokrasi yang saya lihat Hasto malah tidak membangun kultur demokrasi di dalam PDI Perjuangan tapi malah membuat PDI Perjuangan menjadi partai yang penuh dengan dinamika kekisruhan komunikasi,” tuturnya.
Sedangkan kemunculan Ketua DPP PDIP Puan Maharani, justru kembali membawa partai besutan Megawati Soekarnoputri ini ke jalan yang benar.
Hal ini dikarenakan sikap Puan, yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI, mampu mengembalikan arah PDIP untuk menghormati demokrasi serta konstitusi negara.
“Ya kalau melihat apa yang terjadi PDI Perjuangan antara sikap Puan Maharani dengan sikap Hasto, ini menunjukkan memang PDI Perjuangan ini terdapat dua faksi,” kata Efriza
“Di faksinya Puan Maharani memang sudah tumbuh nilai demokrasi, sudah tumbuh nilai menghargai konstitusi,” ucapnya melanjutkan.
Efriza menilai pernyataan Puan untuk mengajak para kader melapor segala bentuk kecurangan penyelenggaraan Pilkada ke Bawaslu RI menunjukan dirinya dalam mengedepankan dan menghargai konstitusi.
Dan semestinya memang PDIP bisa membangun demokrasi dalam tataran yang lebih sesuai dengan nilai-nilainya.
“Dan Puan Maharani itu juga menyelamatkan wajah PDIP,” ungkapnya.
Gugatan Ditolak PN Jaksel
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menerima eksepsi tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani perkara suap Harun Masiku.
Adapun Tergugat dalam perkara ini adalah Rossa Purbo Bekti (Tergugat I), Rahmat Prasetiyo (Tergugat II), M. Denny Arief H. (Tergugat III), dan Priyatno (Tergugat IV).
Hakim Estiono juga menyatakan bahwa PN Jaksel tidak memiliki wewenang mengadili gugatan perdata yang diajukan oleh DPP PDIP, yang diwakili Wakil Ketua DPD PDIP Provinsi DKI Jakarta, Yuke Yurike.
Dalam salah satu gugatannya, PDIP meminta agar tim penyidik KPK mengembalikan “Buku Agenda PDI Perjuangan” yang disita oleh Rossa Purbo Bekti dari Kusnadi yang merupakan staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, pada Senin (10/6/2024). Buku tersebut berisi agenda pemenangan Pilkada Serentak 2024.
"Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara perdata nomor 651/Pdt.G/2024/PN JKT SEL," ujar Ketua Majelis Hakim PN Jaksel, Estiono, ketika membacakan amar putusan sela pada Selasa (3/12/2024).
Petunjuk di Buku Hasto
Pada Juli lalu, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan sejumlah barang yang disita tim penyidik dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memiliki kaitan dengan petunjuk keberadaan buronan Harun Masiku.
Pernyataan itu disampaikan Tessa sebagai respons dari langkah kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy yang menggugat KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (1/7/2024).
Tessa mengatakan tim penyidik berwenang untuk melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang milik Hasto, termasuk buku saku PDIP.
Sebab, sambung Tessa, diyakini dari sejumlah barang itu terdapat petunjuk tentang keberadaan DPO Harun Masiku.
"Proses penyidikan masih berjalan dan penyidik memiliki kewenangan untuk menyita dokumen atau barang bukti elektronik yang diduga memiliki petunjuk seputar perkara yang sedang ditangani. Jadi kita tunggu saja prosesnya," kata Tessa.
KPK menganggap sejumlah laporan yang dibuat kubu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terhadap penyidik Rossa Purbo Bekti ke sejumlah lembaga telah menggangu penyidikan kasus Harun Masiku.
"Tindakan-tindakan tersebut tentunya cukup mempengaruhi penyidikan (kasus Harun Masiku) karena pasti penyidik (KPK Rossa Purbo Bekti Cs) akan dipanggil, akan dimintai keterangan (oleh lembaga tempat kubu Hasto melaporkan)," ujar Tessa kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (2/7/2024).
Atas dasar itulah kemudian komisi antirasuah sedang mengkaji penerapan pasal perintangan penyidikan (obstruction of justice) sebagaimana diatur dalam pasal 21 UU Tipikor atas upaya perlawanan kubu Hasto tersebut.
Diketahui, polemik KPK dengan Hasto dimulai ketika dia diperiksa tim penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2024).
Pemeriksaan dilakukan untuk mendalami informasi terbaru keberadaan Harun Masiku yang telah menghilang empat tahunan lamanya.
Termasuk mendalami dugaan pemberi suap Harun Masiku untuk pengkondisian pergantian antar waktu Anggota DPR RI periode (2019-2024).
Di momen itu, tim penyidik KPK Rossa Purbo Bekti memanggil staf Hasto bernama Kusnadi ke ruang pemeriksaan.
Lalu, menyita sejumlah barang diantaranya HP milik Hasto dan Kusnadi, ATM, dan juga buku agenda partai PDIP.
Tessa menjelaskan, barang bukti tersebut sedang dianalisis karena diduga memiliki bukti petunjuk keberadaan Harun Masiku.
Sumber: Inilah