Era Transisi Pasca Jokowi: 'Indonesia Gelap-Gulita - Rupiah Tembus 17.000'
Oleh: Sri-Bintang Pamungkas
Jatuhnya Rupiah sudah tidak mungkin dihindarkan sepanjang tidak ada upaya memperbaiki struktur industrinya… Sejak jaman Soeharto tidak ada perubahan.
Sudah 60 tahun umur industri otomotif, tetap saja tidak bisa bikin mobil made in Indonesia.
Tahun 1997 Rupiah mencapai 2.250… sekarang 16.000… Mencegah jatuhnya bak menegakkan benang basah!
Indonesia gelap-gulita, kata Anik Sri Mulyani… Yang dipersalahkan adalah US Fed, Perang Dagang Cina-AS, Perang Ukraina-Rusia, Perang Palestina, Perang di Suriah dan … Padahal perang semacam itu sudah berlangsung lama, bahkan sejak 11 September 2001 di New York….
Lalu ada Perang mendongkrak Likwiditas di Dalam Negeri! Perang inilah yang agak-agaknya ada benarnya.
Likwiditas Keuangan Perekonomian Indonesia kering! Republik tidak punya uang: Untuk APBN 2024 saja sudah defisit 400 trilyun…; lalu bagaimana dengan 2025?!
Betapa tidak kering…?! Proyek IKN yang sudah menghabiskan hampir 100 trilyun, dari rencana sekitar 470 trilyun, berakhir mangkrak… tak ada hasil apa pun! Kereta Api Cepat Cina yang biayanya membengkak tidak kurang dari 150 trilyun pun akan berakhir berhenti karena terus merugi.
Juga ratusan trilyun proyek-proyek infrastruktur lain yang dibangun sembarangan, tapi tidak menambah nilai ekonomi.
Belum lagi ratusan trilyun proyek-proyek lain yang Boros Devisa… Ditambah lagi uang rakyat yang tersedot ke luar negeri oleh industri-industri macam otomotif di atas! Impor Jasa-jasa semakin meningkat… Neraca Devisa Berjalan bertambah negatif tajam…
Likwiditas perbankan habis… Sukubunga akan naik… Investasi Dalam Negeri menyusut… Kredit macet meningkat! Investasi Asing pun gamang…, baik yang langsung maupun yang dalam surat berharga…
Cadangan Devisa pun akan terkuras sia-sia… Maka mau tidak mau harus gali Utang lagi; kalau tidak, Nilai Rupiah akan anjlog terus! Bahkan Krisis Moneter bisa terulang lagi… Benar: Indonesia menjadi gloomy, tidak cerah, bahkan gelap-gulita! Dan Prabowo akan kelimpungan…
Kenapa Wowok memilih Anik?! Anik sendiri sebenarnya sudah ogah menjadi Menteri Keuangan.
Tetapi bukan Wowok saja yang memaksanya, melainkan juga IMF dan Bang Dunia. Karena mereka membutuhkan segala informasi tentang Indonesia ke depan… langsung dari Anik!
Dulu saat Pak Harto mendapat Utangan 5-10 milyar USD, beliau selalu bilang: “Indonesia masih dipercaya!”… Sekarang, dengan Wowok yang sulit dipercaya, ke mana lagi Anik mau mencari Utang?! Dengan tegas Anik menjawab: “Dari Rakyat”!. Maka, dinaikkanlah PPN menjadi 12%.
Anik ini Ekonom yang keblinger! Ada 100 juta penduduk yang hidupnya sudah setengah mati; 100 juta lainnya megap-megap; 50 juta hidup mewah; sisanya bermewah-mewah seperti Maharaja, termasuk koruptor, penjual narkoba, perampok mineral dll, serta ribuan konglomerat hitam top dunia…! Maka mestinya, mereka yang bermewah itulah yang dipajaki, demi pemerataan…
Begitu pula PPN adalah konsep pajak yang keliru, karena itu adalah Pajak Korporasi terhadap nilai tambah… Akibatnya mereka menghindari dari memproduksi nilai tambah.
Akibatnya, GDP pun akan selalu rendah. Maka sebaiknya PPN diganti dengan Pajak Penjualan PPn.
Dalam situasi “Kegelapan” seperti ini, seharusnya segala pajak harus dipangkas, di samping mengembangkan supply side economics…; tentu tidak dengan memotong gaji buruh! Maka industri akan berkembang… dan demand side akan naik.
Pendapatan Nasional akan naik tanpa menimbulkan efek inflasi. Dan dengan sendirinya Pendapatan Negara dari Pajak akan naik pula…
“Dan Neng Anik, jangan lupa: selain pasar barang konsumsi, juga ada pasar barang lain, ada pasar jasa, pasar uang, pasar modal, pasar devisa, pasar SDM (buruh), dan pasar SDA (tanah, air dan kekayaan alam di dalamnya)!”.
Semua pasar harus bisa “dibikin” simultan dan harmonis…
Jakarta, 16 Desember 2024
@SBP
Hizbullah Indonesia