'Dosa PDIP Terlalu Banyak Kepada Jokowi atau Sama Banyaknya?'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Kenapa artikel ini diberi judul demikian? Karena fakta historis politik menunjukkan bahwa meskipun telah disia-siakan layaknya kacang lupa pada kulitnya, PDIP adalah partai yang mengusung Jokowi hingga ia menduduki jabatan Presiden RI untuk dua periode, yakni 2014–2019 dan 2019–2024.
Jabatan ini adalah posisi istimewa yang hanya diberikan kepada satu orang di antara ratusan juta rakyat Indonesia.
Namun, pada sisa jabatannya di awal 2024, menjelang satu dekade masa kepemimpinannya, Jokowi dianggap melakukan pengkhianatan.
Hal ini tidak hanya dilakukan sendiri, tetapi juga diikuti oleh menantunya, Bobby Nasution (Wali Kota Medan), dan putranya, Gibran Rakabuming Raka (Wali Kota Solo).
Isu Ijazah Palsu Jokowi
Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Jokowi, sebagaimana diungkapkan oleh publik dan diajukan dalam gugatan hukum oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).
Gugatan tersebut disertai dengan bukti hukum, termasuk putusan dari Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Tinggi Semarang, dan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Namun, PDIP, sebagai partai yang mendukung Jokowi sejak awal, terlihat abai terhadap dugaan ini.
Dr. Roy Suryo, seorang ahli telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, juga mengungkapkan informasi penting pada acara Nitilaku 2024 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja.
Dalam kegiatan tersebut, ia menyebutkan bahwa nama “Mukidi” atau “Mulyono”—yang merujuk pada Jokowi—tidak ditemukan dalam daftar alumni UGM.
Pernyataan ini menambah keraguan publik terhadap klaim pendidikan Jokowi di universitas tersebut.
Sikap PDIP yang Dipertanyakan
Mengapa PDIP, yang bisa dikatakan sebagai korban pengkhianatan Jokowi, tetap diam?
Tidak hanya soal dugaan ijazah palsu, tetapi juga pengkhianatan Jokowi melalui tindakan diskresi politik, kriminalisasi, dan nepotisme selama masa pemerintahannya.
Sikap pasif PDIP menimbulkan tanda tanya besar di tengah berbagai skandal yang melibatkan Jokowi, termasuk dugaan keterlibatan sindikat yang memalsukan arsip ijazah Jokowi dan menyimpannya sebagai dokumen resmi UGM.
Sementara itu, perhatian kader PDIP justru lebih terfokus pada pencarian Harun Masiku, seorang tersangka kasus gratifikasi terhadap anggota KPU, yang hingga kini belum ditemukan.
Ironisnya, keberpihakan pada pengkhianat partai justru terlihat lebih jelas daripada usaha menuntut keadilan atas skandal yang merugikan mereka sendiri.
Diskursus Politik yang Carut-marut
Diskusi mengenai dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Jokowi dan berbagai kebijakan kontroversialnya telah menimbulkan pertanyaan serius: apakah petinggi PDIP ikut terlibat dalam menutupi kebenaran ini?
Dugaan tersebut semakin relevan mengingat keterkaitan beberapa kader partai dalam kasus penyembunyian Harun Masiku dan penyimpangan kebijakan politik hukum Jokowi, termasuk tragedi unlawful killing di KM 50 dan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2.
Publik yang peduli terhadap penegakan hukum terus bertanya, “Apakah sebagian petinggi partai berlambang kepala banteng juga menjadi bagian dari sindikat kotor ini?”
Pertanyaan ini terkoneksi langsung dengan substansi tuduhan bahwa mereka turut mendukung atau menutup mata terhadap pelanggaran yang dilakukan Jokowi selama masa pemerintahannya.
Akhir Kata
Wallahu ‘alam, hanya sejarah hukum yang kelak dapat mengungkap semua perilaku kotor Jokowi yang dirasakan oleh masyarakat bangsa ini.
Apakah PDIP dan Jokowi berbagi dosa yang sama banyaknya, atau justru saling menumpuk kesalahan masing-masing? ***