DEMOCRAZY.ID - Jaksa Agung ST Burhanuddin tercatat sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa, sebagaimana tertera dalam situs resmi AHU Kemenkumham.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran tentang potensi konflik kepentingan, mengingat keterlibatan pejabat negara dalam yayasan sempat menjadi sorotan di masa Orde Baru.
Akta Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa tercatat perubahan tanggal 14/11/2022, AHU 0005458.AH.01.04.Tahun 2020 dicatatkan di kantor notaris FACHRUL ROZY LATUCONSINA S.H., M.Kn. di Serang, Banten.
Isu ini juga mengingatkan pada perdebatan Fraksi PDIP dan Yusril Ihza Mahendra beberapa waktu lalu, di mana PDIP menegaskan larangan pejabat negara merangkap jabatan di yayasan.
Argumen ini didasarkan pada potensi konflik kepentingan yang bisa mencederai tata kelola pemerintahan.
Selain itu, Surat Edaran Dirjen Dikti No. 3 Tahun 2021 melarang pengurus yayasan merangkap sebagai dosen atau pimpinan perguruan tinggi yang dikelola yayasan tersebut.
Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa kini juga menjadi sorotan karena mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa.
Beberapa media mencoba mengonfirmasi isu ini kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Narendra Jatna, yang menjabat sebagai Ketua Yayasan.
Namun, hingga Minggu (15/12/2024), konfirmasi tersebut belum direspons.
Gedung STIH Adhyaksa yang megah di Jakarta Selatan sebelumnya diresmikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin pada 3 Oktober 2022.
Meski demikian, Kepala Badiklat Kejaksaan Agung, Rudi Margono, menyatakan bahwa STIH Adhyaksa tidak berada di bawah naungan Badiklat Kejaksaan Agung.
Pejabat tinggi Kejaksaan Agung terlibat langsung dalam struktur Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa, seperti Ketua Dewan Pembina ST Burhanuddin, JAM Intelijen Reda Manthovani, dan JAM Datun Narendra Jatna.
Hal ini menimbulkan pertanyaan dari Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) terkait korelasi antara yayasan tersebut dan institusi Kejaksaan Agung.
Sekjen INDECH, Order Gultom, menyoroti sumber dana pembangunan gedung STIH Adhyaksa yang ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
“Kami menduga pendirian yayasan ini berpotensi menjadi tempat pencucian uang. Perlu transparansi terkait sumber pendanaan, apakah berasal dari CSR, hibah, atau sumber lainnya,” ujar Order.
Selain itu, Direktur Eksekutif Center of Budgeting Analisis (CBA), Uchok Sky Khadafi, meminta Presiden Prabowo Subianto mencopot Narendra Jatna dari jabatan JAM Datun.
Ia menilai rangkap jabatan sebagai pejabat negara sekaligus Ketua Yayasan tidak etis dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Kami mendesak PPATK untuk menyelidiki aliran dana ke Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa. Transparansi ini penting agar integritas pejabat publik tetap terjaga,” tegas Uchok.
Polemik ini semakin menguatkan desakan agar pejabat negara tidak merangkap jabatan di yayasan yang dikhawatirkan dapat memengaruhi tugas utama mereka.
Dengan banyaknya sorotan, langkah transparan dari Kejaksaan Agung dan yayasan tersebut sangat dinantikan.
Sumber: PorosJakarta