CATATAN HUKUM POLITIK

'Di Mana KPK Menyembunyikan Harun Masiku?'

DEMOCRAZY.ID
Desember 28, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
'Di Mana KPK Menyembunyikan Harun Masiku?'


'Di Mana KPK Menyembunyikan Harun Masiku?'


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212


Sebagian besar publik di Indonesia merasa khawatir dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap semakin jauh dari keadilan. KPK dinilai bersikap “pilih kasih” dalam menangani kasus korupsi. 


Terlihat garang terhadap figur seperti Hasto Kristiyanto (HK), Anies Baswedan (AB), dan Thomas Lembong, namun seolah lunak terhadap nama-nama seperti Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pangarep, Bobby Nasution, serta Muhaimin Iskandar, yang juga pernah disebut dalam dugaan kasus korupsi.


Khusus untuk Anies Baswedan, meskipun telah terbukti bersih berdasarkan audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) lima kali berturut-turut selama masa kepemimpinannya di DKI Jakarta, KPK tetap mencari-cari kesalahan. 


Banyak pihak menduga ini adalah upaya “pesanan” untuk menghalangi Anies menjadi calon presiden di Pemilu 2024.


KPK di Bawah Firli Bahuri: Objektivitas yang Diragukan

Kritik terhadap KPK semakin tajam dengan terungkapnya status tersangka Firli Bahuri (FB), Ketua KPK, atas dugaan pemerasan. 


Anehnya, Firli hingga kini tidak ditahan, meskipun statusnya sebagai tersangka telah diumumkan oleh Polri. 


Publik mempertanyakan integritas KPK yang berada di bawah pimpinan Firli, yang dikenal dengan berbagai kontroversinya. Tidak mengherankan jika lembaga ini dipandang tidak kredibel dalam menjalankan penegakan hukum.


Apakah KPK layak dipercaya dengan rekam jejak yang demikian buruk? Tentu sulit. Bahkan, lembaga ini kerap dianggap menjadi alat politik bagi pihak tertentu, terutama sosok “mantan presiden” yang disebut-sebut masih memegang kendali di balik layar.


Tuduhan Subjektif terhadap Hasto Kristiyanto

Baru-baru ini, KPK mengeluarkan tuduhan bahwa Hasto Kristiyanto memerintahkan stafnya untuk menghancurkan barang bukti berupa ponsel yang diduga berkaitan dengan Harun Masiku (HM), buronan KPK yang hilang sejak 2020. 


Namun, tuduhan ini tampak prematur dan tidak didukung oleh bukti yang kuat. 


Sebuah lembaga penegak hukum seperti KPK seharusnya mengutamakan asas praduga tak bersalah dan menegakkan hukum berdasarkan bukti material, bukan sekadar spekulasi atau narasi yang lemah.


Misalnya, tuduhan bahwa Hasto menyuruh HM melarikan diri hanya berdasarkan percakapan yang diduga terjadi melalui ponsel stafnya.


Pertanyaannya, apakah percakapan itu benar terjadi, dan jika ya, apakah isi percakapan tersebut dapat diverifikasi? 


Dalam hukum pidana, keabsahan bukti harus diuji di pengadilan, bukan hanya di ruang penyidikan KPK.


Harun Masiku: Ke Mana Sebenarnya?

Sikap KPK terhadap kasus Harun Masiku juga menimbulkan tanda tanya besar. Setelah Hasto diperiksa pada Juni 2024, KPK menyatakan akan menangkap Harun dalam waktu tujuh hari. 


Pernyataan ini justru terlihat seperti memberi kesempatan kepada Harun untuk berpindah tempat persembunyian. Bahkan hingga kini, tidak ada kejelasan apakah Harun masih hidup atau sudah meninggal dunia.


Polemik ini semakin memanas dengan munculnya dugaan manipulasi bukti oleh KPK. Publik mempertanyakan keabsahan barang bukti berupa ponsel staf Hasto. 


Apakah isinya benar-benar asli, atau telah dimanipulasi menggunakan teknologi canggih? Hal ini mengingatkan kita pada pentingnya melindungi hak privasi dan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.


Penegakan Hukum yang Semestinya

Proses hukum harus berlandaskan asas keadilan, kepastian hukum, dan manfaat. Dalam hukum pidana, tujuan utama adalah menemukan kebenaran materil, yaitu kebenaran sejati yang didasarkan pada fakta, bukan sekadar kebenaran formil yang bersifat administratif. Oleh karena itu, segala bukti dan tuduhan harus diuji di pengadilan secara terbuka untuk umum.


Logikanya, apakah seorang Hasto, yang merupakan Sekjen partai terbesar di Indonesia, tidak mampu menggunakan cara yang lebih cerdas untuk menyampaikan pesan penting kepada Harun? 


Misalnya, membeli ponsel dan kartu baru untuk kemudian langsung dihancurkan. Hal ini menunjukkan betapa lemah dan tidak masuk akalnya tuduhan KPK.


Refleksi untuk Megawati dan PDIP

Sebagai Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri tentu merasa perlu pasang badan untuk melindungi Hasto. 


Bagaimanapun, Hasto adalah wajah dan marwah partai. Tidak heran jika Megawati berjanji akan datang ke KPK jika Hasto ditahan. 


Tindakan ini menunjukkan solidaritas partai, meskipun pada saat yang sama dapat memicu reaksi keras dari kader dan simpatisan PDIP.


Penutup


KPK harus segera mereformasi diri untuk mengembalikan kepercayaan publik. Lembaga ini perlu menunjukkan independensi dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya, tanpa intervensi politik atau kepentingan tertentu. Tanpa langkah-langkah ini, KPK hanya akan terus kehilangan legitimasi di mata rakyat Indonesia. ***

Penulis blog