DEMOCRAZY.ID - Mantan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, menjadi sorotan publik atas tuduhan melobi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meloloskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Tuduhan ini mencuat melalui laporan investigasi Majalah Tempo, yang menggambarkan peran Pratikno sebagai arsitek strategi politik selama masa kepresidenan Joko Widodo (Jokowi).
Dalam laporan tersebut, Pratikno disebut-sebut memfasilitasi langkah politik Gibran, yang merupakan putra sulung Jokowi, dengan pendekatan-pendekatan yang diduga tidak etis.
Editor Senior Tempo, Bagja Hidayat, dalam kanal YouTube Tempodotco, menyoroti transisi Pratikno dari seorang akademisi ke dunia politik yang penuh kontroversi.
“Menteri Sekretaris Negara Pratikno adalah perwujudan paling brutal dari peringatan Kanselir Jerman 1871-1890 Otto Von Bismarck, yang mengatakan bahwa politik bisa merenggut karakter seseorang,” ujar Bagja.
Menanggapi tuduhan ini, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyatakan bahwa jika benar Pratikno melobi hakim MK untuk meloloskan pencalonan Gibran, maka hal tersebut merupakan tindak pidana serius.
“Kalau benar yang dikatakan Tempo, maka Pratikno sudah melakukan tindak pidana, yaitu KKN. Jika dia melobi hakim MK, itu bukan lagi lobi politik, tapi dirty politics,” tegas Refly dalam pernyataannya.
Namun, Refly juga menambahkan bahwa proses hukum terhadap kasus ini masih menjadi tanda tanya besar, mengingat banyaknya kasus yang melibatkan lingkaran Jokowi yang berakhir tanpa kejelasan akibat praperadilan.
[VIDEO]
[FLASHBACK] Pratikno Diduga Jadi 'Perantara' Putusan MK Terkait Syarat Minimal Batas Usia Capres – Cawapres
Kontroversi mewarnai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.
Pratikno, Menteri Sekretaris Negara yang juga mantan Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, diduga menjadi perantara dalam proses ini.
Dilansir dari Majalah Tempo, Pratikno disinyalir turut melobi hakim konstitusi serta berupaya memengaruhi partai-partai politik agar bersedia menerima Gibran Rakabuming Raka, putra dari Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden. Gibran saat ini belum memenuhi syarat usia untuk menjadi kandidat wakil presiden.
Tindakan Pratikno dalam melobi keputusan MK ini disoroti karena dianggap melampaui kewenangannya sebagai Menteri Sekretaris Negara.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2020, tugas dan fungsi Menteri Sekretaris Negara dibatasi sebagai pembantu teknis presiden dan wakil presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Meskipun ada tugas tambahan “melaksanakan fungsi lain yang diberikan presiden dan wakil presiden,” namun hal tersebut tetap terbatas oleh peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Kritik juga disampaikan terhadap Pratikno yang dianggap mengkhianati intelektualitasnya sebagai seorang akademikus.
Selain itu, ia disoroti sebagai salah satu pembantu Presiden Joko Widodo dalam mempertahankan kekuasaannya.
Nama Pratikno bahkan muncul dalam perkara korupsi pengadaan menara pemancar internet, sebuah proyek di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Tak hanya Pratikno, Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, juga terlibat dalam kontroversi tersebut.
Dalam persidangan, para terdakwa kasus korupsi tersebut mengakui memberikan uang sebesar Rp 27 miliar kepada Dito.
Dito pun dicap sebagai “antek-antek Pratikno,” dengan dugaan bahwa jabatannya sebagai menteri tidak lepas dari campur tangan Pratikno dalam proses pencalonannya.
Sumber: Fajar