Aguan Meminjam ‘Salon Tempo’ Untuk Merias Wajahnya Agar Borok-Borok PSN PIK 2 Tidak Terendus Publik?
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H
Advokat, Koordinator TIM ADVOKASI MELAWAN OLIGARKI RAKUS PERAMPAS TANAH RAKYAT DI PIK 2
“Tepat pada pukul 17.55 WIB, Sugianto Kusuma meninggalkan kantor pemasaran Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Jakarta Utara. Dikawal mobil polisi yang menyalakan sirene, mobil Range Rover hitam berpelat nomor Markas Besar Tentara Nasional Indonesia yang dinaiki pemilik Agung Sedayu Group, pengembang properti pesisir pantai utara Jakarta dan investor utama Ibu Kota Nusantara, itu membelah kepadatan jalan pada Selasa petang, 26 November 2024.”
Kutipan tulisan di atas, adalah redaksi pengantar wawancara tempo dengan Aguan berjudul ‘Soal Investasi IKN, Aguan: Kami Mesti Menjaga Wajah Presiden’ (8/12).
Sepintas, redaksi diatas seperti kalimat pengantar biasa, sekedar pemanis sebelum pembaca diajak menyimak lebih dalam isi wawancara.
Namun, jika kita dalami secara seksama, tentu akan ada sejumlah pertanyaan di benak kita semua. Pertanyaan itu, diantaranya adalah:
Siapa Aguan, dalam struktur kelembagaan Negara Republik Indonesia? Apakah Aguan pejabat penyelenggara Negara? Lalu, kenapa Aguan dikawal oleh polisi secara resmi?
Apapula, dasar mobil Range Rover hitam berpelat nomor Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, dinaiki Aguan? Darimana Mabes TNI punya anggaran untuk membeli mobil mewah sekelas Range Rover? Apapula, kepentingan TNI menyediakan mobil TNI khusus untuk Aguan?
Sebenarnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa Aguan ini ibarat ‘Negara dalam Negara’ di republik ini. Otoritas republik ini, seolah-olah ada dibawah kendali Aguan.
Laporan wawancara Tempo ini, mengkonfirmasi hal itu. Mungkin saja, Aguan ingin pamer kepada publik melalui Tempo, tentang betapa ‘Super Powernya’ dirinya. Betapa Republik ini, ada dalam kendalinya. Hingga polisi dan TNI melayani dirinya.
Tapi Aguan lupa, dirinya itu kecil. Kekuasaan Aguan, tak ada apa-apanya dibandingkan kekuasan Bashar Assad di Suriah. Meski begitu, Bashar Assad pun tumbang.
Hanya anehnya, narasi gagah tentang Aguan yang dilayani Polisi dan TNI ini, ternyata tidak sejalan dengan isi wawancara.
Dalam wawancara, Aguan justru sedang memainkan narasi ‘Playing Victim’ sambil ingin memperkenalkan dirinya sebagai sosok Sinterklas yang banyak menolong masyakarat, dengan berbagai kegiatan filantropinya.
Aguan yang berjarak dengan media, tak pernah mau diajak wawancara, tiba-tiba hari ini mau diwawancara Tempo.
Tentu saja, karena narasi pembelaan orang di sekelilingnya, baik Yoris Raweyai hingga Maruarar Sirait, tak lagi mampu menutupi borok-borok proyek PIK-2.
Aguan, merasa perlu turun langsung. Diawali, dengan janji Aguan akan membangun Masjid. Saat itu, Aguan didampingi Maruarar Sirait.
Terlihat, Ara atau Maruarar Sirait, Eks Politisi PDIP ini tak digubris Aguan, ketika mencoba menjelaskan lebih lanjut tentang komitmen yang disampaikan Aguan.
Jadi, wawancara Tempo ini adalah langkah lanjutan Aguan turun gunung, untuk membela proyeknya. Beberapa substansi wawancara Aguan, kepada tempo adalah sebagai berikut:
Pertama, seperti biasa Aguan bicara dimensi spiritual dan sosial, melalui aktivitas filantropi Yayasan Buddha Tzu Chi miliknya. Bicara aspek filosofi, moral hingga keluarganya.
Kedua, Aguan berusaha membantah narasi PSN PIK-2 itu adalah hadiah dari Jokowi untuk Aguan.
Ketiga, Aguan justru curhat, dia ‘habis-habisan’ mendukung proyek IKN untuk menyelamatkan wajah Jokowi.
Keempat, lalu Aguan meminta yang berseberangan dengan dirinya menggunakan jalur hukum.
Sebenarnya, apa yang disampaikan Aguan adalah redaksi berulang yang juga disampaikan jongos-jongosnya di lapangan. Misalnya, kalau merasa tanahnya dirampas, bawa dong ke pengadilan?
Tapi kita semua tahu, di kepolisian, kejaksaan, hingga di pengadilan ada siapa. Banyak mafia hukum, mafia tanah, mafia peradilan, bercokol di berbagai lembaga penegak hukum, hingga di BPN.
Hari ini, Aguan nampak galau, risau, cemas, marah, sekaligus takut. Apa yang dicemaskan, dirisaukan, tentang bersatunya rakyat melawan oligarki rakus perampas tanah rakyat, telah, sedang dan terus bergerak.
Dia marah, pada sejumlah kaki tangannya, yang tak efektif membela dirinya. Dia takut, kehilangan bisnis yang dibangun puluhan tahun, dan lebih takut akan berujung mendekam di penjara.
Nah, karena motif itulah penulis melihat Aguan perlu membangun citra, meminjam ‘Salon Tempo’ untuk memperbaiki wajah Proyek PIK-2.
Tapi sayang, ibarat memasak, racikan Tempo terlalu banyak micin (penyedap rasa). Mestinya, tempo tak usah menyingung mobil Range Rover warna hitam berplat TNI.
Sudahlah Aguan, tenang saja. Kami sudah menempuh jalur hukum kok. Kami, sudah menggugat Anda di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sampai ketemu hari Senin, tanggal 16 Desember 2024. InsyaAllah. ***