Waspada! Kasus Tom Lembong Bisa Picu 'Perang Saudara' TNI/Polri vs Kejagung
Masih ingatkah kita akan peristiwa sejumlah anggota Polri dari Kepolisian Daerah Bengkulu, Kepolisian Daerah Metro Jaya, dan Markas Besar Polri menggeruduk Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/10/2012) malam?
Mereka, yang sebagian tidak mengenakan seragam resmi, ditengarai mau menjemput paksa seorang penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Novel dianggap bertanggung jawab atas tewasnya pencuri sarang burung walet pada 2004 lalu saat dia bertugas sebagai Kepala Saturan Reserse di Polresta Bengkulu.
Masih ingatkah pula kita akan kasus Cicak versus Buaya, yakni perseteruan antara KPK yang dianalogikan Susno Duadji, saat itu Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, sebagai Cicak, dan Polri yang dianalogikan Susno sebagai Buaya?
Kasus Cicak vs Buaya bukan hanya terjadi sekali, melainkan dua bahkan hingga tiga kali. Pangkalnya sama: kasus yang melibatkan oknum Polri yang sedang ditangani KPK.
Masih ingatkah pula kita akan peristiwa penggerudukan Kantor KPK oleh sejumlah oknum TNI pada 28 Juli 2023, usai Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap?
Kini, amsal “perang saudara” antara Polri dan KPK, dan antara TNI dan KPK bisa terjadi antara Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan antara TNI dan Kejagung. Bahkan Polri dan TNI bisa bersatu untuk bersama-sama melawan Kejagung. Kok bisa?
Itu bisa terjadi terkait langkah Kejagung menetapkan Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka korupsi pemberian izin impor gula tahun 2015-2016 saat pria yang akrab disapa Tom Lembong itu menjabat Menteri Perdagangan.
Kerugian dalam kasus korupsi ini diklaim Kejagung mencapai Rp400 miliar. Tom Lembong pun langsung ditahan.
Diberitakan, delapan perusahaan disebut-sebut ada dalam kasus dugaan korupsi izin impor gula yang membuat Tom Lembong jadi tersangka.
Pasalnya, koperasi milik TNI dan Polri juga turut disebutkan dalam data keterkaitan perusahaan yang mengimpor gula.
“Yang jelas menerima aliran dana Rp400 miliar itu di antaranya Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian, Inkop Kartika, Satuan Koperasi Kesejahteraan Prajurit – SKKP TNI-Polri dan …. perusahaan TW (nama yang tak boleh disebut),” tulis akun bercentang biru @BosPurwa di media sosial X, sembari membagikan sumber data temuannya.
Dalam daftar tersebut, disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak langsung mendapatkan penugasan dari Menteri Perdagangan, tetapi terkait dengan permintaan koperasi seperti Induk Koperasi Kepolisian (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian, Inkop Kartika, dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Prajurit TNI-Polri (SKKP TNI-Polri).
Setiap perusahaan mendapatkan alokasi gula yang berbeda-beda, dengan total keseluruhan mencapai lebih dari 500 ribu ton.
Misalnya, PT Berkah Manis Makmur mendapatkan alokasi 20 ribu ton, PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar 17,5 ribu ton, dan PT Medan Sugar Industry dengan alokasi terbesar, yaitu 50 ribu ton.
Inkoppol juga memiliki sub-perusahaan seperti PT Angels Product, yang menerima tambahan alokasi 105 ribu ton dan 157 ribu ton.
Sementara itu, kebutuhan gula untuk SKKP TNI dilaporkan dipenuhi oleh PT Berkah Manis Makmur, yang memperoleh alokasi sebesar 20 ribu ton, dan untuk kebutuhan Puskoppol, PT Andika Gemilang mendapat alokasi sebesar 30 ribu ton.
Jumlah total dari distribusi gula ini mencapai sekitar 512,5 ribu ton.
Data juga menyebutkan tentang tambahan alokasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) pada tahun 2016 yang dilakukan oleh sembilan perusahaan lain.
Dalam daftar tersebut, PT Angels Product tercatat sebagai importir dengan volume terbesar, yakni sekitar 282,5 ribu ton, diikuti oleh PT Medan Sugar Industry dengan alokasi sebesar 50 ribu ton.
Itulah yang bisa memicu “perang saudara” antara Polri dan Kejagung, dan antara TNI dan Kejagung, bahkan Polri dan TNI bisa bersatu untuk bersama-sama melawan Kejagung.
Apalagi penetapan Tom Lembong sebagai tersangka sarat kontroversi. Pertama, misalnya, mengapa kasus yang terjadi pada 2016 itu baru sekarang diusut atau delapan tahun kemudian?
Kedua, nyaris semua Menteri Perdagangan melakukan impor gula, bahkan dengan jumlah lebih banyak, seperti Zulkifli Hasan saat Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjabat Menteri Perdagangan. Mengapa Zulhas tidak diusut?
Apa karena Zulhas berkoalisi dengan pemerintah, sementara Tom Lembong pernah beroposisi dengan menjadi tim sukses Anies Baswedan di Pemilihan Presiden 2024?
Jika benar Kejagung bekerja profesional dan proporsional, maka semua pihak yang diduga terlibat harus diusut tuntas.
Termasuk menteri-menteri sebelum dan sesudah Tom Lembong. Jangan ada diskriminasi atau tebang pilih. ***