CATATAN POLITIK

'Ulah Jokowi Sedang Membusuki Dirinya Sendiri'

DEMOCRAZY.ID
November 08, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Ulah Jokowi Sedang Membusuki Dirinya Sendiri'


'Ulah Jokowi Sedang Membusuki Dirinya Sendiri'


Ketika Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden dan membentuk Kabinet Merah Putih, sorotan publik tak bisa menghindar dari sosok Jokowi.


Tak hanya karena keduanya sebelumnya berada di jalur yang sangat berbeda dalam politik Indonesia, tetapi juga karena di balik kemegahan kabinet baru tersebut, ada jejak-jejak kebijakan yang terasa tidak jauh dari bayang-bayang pemerintahan Jokowi.


Salah satu hal yang menarik perhatian adalah adanya sejumlah nama menteri yang diduga sebagai “titipan” dari Jokowi. 


Mungkin bagi sebagian kalangan, ini dianggap sebagai langkah strategis, semacam keberhasilan Jokowi dalam memastikan eksistensi pengaruhnya meskipun tidak lagi memegang tampuk kekuasaan. 


Prabowo, yang sejatinya kini duduk sebagai presiden, dihadapkan pada kenyataan bahwa beberapa dari jajaran menteri yang menduduki posisi penting dalam kabinetnya berasal dari kubu Jokowi. 


Ini menciptakan suatu nuansa politik yang cukup menggelitik—antara kerjasama dan permainan yang lebih dalam.


Tetapi di balik bangga yang mungkin dirasakan oleh Jokowi, ada hal yang tak bisa dihindari: caci maki. 


Memang benar, politisi sering kali merasa bangga dengan pencapaian strategis mereka. 


Namun, hasil dari keputusan-keputusan tersebut justru bisa menjadi bahan olok-olok dan kritik tajam dari publik, terutama ketika kekuasaan sebelumnya dianggap gagal dalam memenuhi harapan rakyat. 


Apakah Jokowi menyadari bahwa meski mengirimkan titipan menteri ke dalam kabinet Prabowo, citra dirinya tetap menjadi sasaran utama caci maki dan kebencian? 


Bukankah, pada akhirnya, ketika kebijakan-kebijakan yang dihasilkan tak mampu mengubah nasib rakyat atau mengatasi masalah-masalah fundamental bangsa, dampaknya akan kembali pada orang yang dituding gagal dalam mengelola negara?


Jokowi mungkin saja bangga melihat menteri-menteri pilihannya tetap berperan penting dalam kabinet Prabowo. 


Namun, seharusnya ia juga menyadari bahwa kebanggaan itu tak bisa menutupi kenyataan pahit. 


Kehadiran sejumlah menteri tersebut mungkin tidak cukup mengubah persepsi publik tentang kepemimpinan Jokowi yang kini dianggap gagal, khususnya dalam hal kebijakan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan sosial, dan berbagai skandal yang menggerogoti pemerintahan. 


Dalam politik, tak jarang citra pribadi terbentuk dari apa yang tercapai selama kepemimpinan, dan tidak jarang pula yang pertama kali disorot adalah sosok yang memegang kendali—dalam hal ini, Jokowi.


Sebagai presiden yang telah berakhir masa jabatannya, Jokowi mungkin merasa bahwa pencapaian-pencapaian tertentu, seperti penempatan menteri titipan di kabinet Prabowo, adalah langkah bijak yang menunjukkan keberhasilannya dalam mempertahankan kekuatan politik pasca pemerintahan. 


Namun, jika kita melihat lebih dalam, seakan-akan publik hanya melihat hasil akhir yang berupa caci maki. 


Ketika menteri-menteri tersebut gagal menjalankan mandat mereka atau tidak dapat membawa perubahan signifikan, Jokowi tetap menjadi sosok yang dihujat atas segala kebijakan yang tidak tepat sasaran.


Caci maki, dalam konteks ini, bukan hanya ditujukan pada Prabowo atau kabinetnya, tetapi juga pada Jokowi. 


Ini adalah bentuk ketidakpuasan yang mencerminkan rasa kecewa terhadap janji-janji yang tidak pernah terwujud. Tentu saja, kritik tersebut terasa seperti sebuah “decay” politik yang mengarah pada satu nama: Jokowi. 


Sebab, di balik keberadaan menteri-menteri titipan itu, ada harapan publik yang kandas dan kekecewaan yang terus menggelinding, menyisakan noda dalam sejarah kepemimpinan yang penuh kontroversi.


Pada akhirnya, meskipun Jokowi mungkin merasa bangga dengan “kemenangan” politiknya, yaitu penempatan menteri di kabinet Prabowo, ia tak bisa menutup mata terhadap kenyataan pahit bahwa dirinya tetap menjadi sasaran caci maki. 


Bukan karena ia tidak memiliki visi atau keinginan untuk mengubah Indonesia, melainkan karena politik tak hanya soal strategi, tetapi juga soal hasil yang dapat dirasakan oleh rakyat. 


Ketika harapan itu tidak terwujud, tak ada yang bisa menyelamatkan citra seorang pemimpin, tak peduli seberapa banyak titipan politik yang ia miliki.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog