AGAMA POLITIK

Ridwan Kamil Angkat Issue Radikalisme, Apa Yang Dimaksud Kepada FPI?

DEMOCRAZY.ID
November 23, 2024
0 Komentar
Beranda
AGAMA
POLITIK
Ridwan Kamil Angkat Issue Radikalisme, Apa Yang Dimaksud Kepada FPI?


Ridwan Kamil Angkat Issue Radikalisme, Apa Yang Dimaksud Kepada FPI?


Pernyataan Ridwan Kamil (RK) tentang keberaniannya membubarkan kelompok yang disebut “radikal” dan klaim digugat Rp 9 triliun menjadi sorotan dalam kampanye Pilkada Jakarta 2024. 


Meskipun pernyataan ini dimaksudkan untuk menunjukkan komitmen RK terhadap Pancasila dan keberagaman, narasi tersebut justru memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar yang memerlukan klarifikasi lebih lanjut, baik dari sisi hukum maupun etika kampanye.


Diksi Radikalisme dan Konotasi Yuridisnya


Istilah “radikalisme” membawa konotasi yang sangat serius dan yuridis. Dalam konteks hukum, kelompok atau individu yang dicap sebagai “radikal” harus melalui proses peradilan yang inkrah untuk memastikan keabsahan tuduhan tersebut. 


Tanpa putusan hukum yang sah, penggunaan istilah ini berpotensi menjadi fitnah yang tidak hanya mencemarkan nama baik tetapi juga dapat menyulut sentimen negatif terhadap kelompok tertentu.


Ridwan Kamil tidak merinci kelompok yang ia maksud sebagai radikal, sehingga pernyataannya terkesan abu-abu. 


Apakah kelompok tersebut adalah organisasi yang telah dinyatakan terlarang secara hukum, seperti Front Pembela Islam (FPI), atau kelompok lain? 


Tanpa kejelasan ini, pernyataan RK dapat ditafsirkan sebagai langkah untuk memojokkan kelompok tertentu, khususnya umat Islam, yang sering kali menjadi sasaran tudingan radikalisme.


Radikalisme Bukan Komoditas Kampanye


Mengangkat isu radikalisme dalam kampanye Pilkada juga tidak sepatutnya dilakukan. Pilkada adalah ruang untuk membahas visi, program, dan solusi konkret atas permasalahan yang dihadapi masyarakat Jakarta. 


Isu radikalisme, jika digunakan sebagai narasi kampanye, berpotensi memperkeruh suasana politik dan menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat.


Apakah masalah radikalisme merupakan isu utama yang dihadapi warga Jakarta saat ini? 


Kota ini memiliki tantangan besar seperti tata kelola transportasi, pengelolaan banjir, kemiskinan, dan pelayanan publik. 


Menyinggung isu yang bersifat sensitif tanpa konteks yang jelas hanya akan mengalihkan perhatian dari permasalahan yang lebih mendesak dan relevan bagi warga ibu kota.


Isu Sensitif yang Perlu Dikelola dengan Bijak


RK sebagai mantan Gubernur Jawa Barat tentu memahami kompleksitas isu radikalisme dan dampaknya terhadap hubungan antarkelompok masyarakat. 


Namun, membawa isu ini ke dalam ruang kampanye dapat dianggap tidak bijak dan kurang mendidik. 


Alih-alih menyatukan warga Jakarta, pernyataan ini justru berpotensi memecah-belah dan memperburuk stigma terhadap umat Islam.


Jika RK memang memiliki rekam jejak dalam menjaga keberagaman dan melawan ancaman terhadap NKRI, maka bukti konkret, seperti data dan capaian kebijakan, seharusnya menjadi fokus utama. 


Membicarakan isu radikalisme tanpa dasar hukum yang kuat atau tanpa penjelasan rinci hanya akan melemahkan kredibilitas narasi yang dibangun.


Membawa Kampanye ke Arah yang Bermartabat


Pilkada adalah momentum untuk mendemonstrasikan kepemimpinan yang bermartabat dan inklusif. Para kandidat harus berfokus pada solusi yang nyata dan aspirasi masyarakat, bukan pada narasi yang berpotensi memecah-belah. 


Menggunakan isu sensitif seperti radikalisme sebagai alat kampanye, tanpa dasar yang jelas, tidak hanya tidak pantas tetapi juga merendahkan martabat proses demokrasi itu sendiri.


Ridwan Kamil, sebagai salah satu calon pemimpin Jakarta, seharusnya memberikan contoh yang lebih baik dengan mengangkat isu-isu substansial yang relevan bagi warga Jakarta. 


Menjadi pemimpin berarti mampu mengarahkan perhatian publik pada hal-hal yang membangun, bukan menciptakan kontroversi yang kontraproduktif.


Pada akhirnya, masyarakat Jakarta berhak mendapatkan pemimpin yang tidak hanya menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila tetapi juga mampu mempraktikkan toleransi dan keberagaman dalam setiap tindakannya, termasuk dalam kampanye. 


Membawa isu radikalisme tanpa landasan hukum yang sah ke dalam ruang politik hanya akan menciptakan ketidakpercayaan dan perpecahan yang tidak perlu. Pilkada harus menjadi ajang gagasan, bukan arena retorika yang merugikan.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog