Reuni 411: 'Efek Jokowi Terhadap Pemerintahan Prabowo, Mengadopsi Pola Rezim Lama'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum dan Politik
Eks Ketua Divisi Hukum 212
Ketua Aliansi Anak Bangsa
Potensi arah politis terlihat dari penanganan kasus Tom Lembong yang terkesan menggunakan pola gerak cepat.
Dalam hitungan jam (1 hari), proses hukum kasus ini ditangani melalui pemanggilan investigasi yang berujung pada penetapan status tersangka, hingga penahanan oleh Kejaksaan Agung RI.
Hal ini, ditambah dengan susunan kabinet bentukan Prabowo yang mengejutkan publik, mengingat banyaknya eks pejabat yang teridentifikasi melalui data empiris pernah terkait isu korupsi – seperti Muhaimin Iskandar, Tito Karnavian, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, serta sosok-sosok dekat Jokowi seperti Bahlil Lahadalia, Budi Arie, Sri Mulyani, dan Listyo Sigit Prabowo – yang tetap diakomodasi dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Terkait dengan pola kilat proses hukum terhadap Tom Lembong, yang bukan kasus OTT, kegelisahan publik semakin terlihat.
Salah satu indikasinya terlihat dari pernyataan Habiburrahman, anggota DPR RI dari Partai Gerindra, yang menyampaikan bahwa “jika Kejagung tidak segera memberikan penjelasan, maka dugaan publik bahwa kasus Tom Lembong merupakan politisasi hukum akan semakin menguat.”
Secara politis, pandangan Habiburrahman, Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, senada dengan prediksi sebagian masyarakat yang khawatir dan prihatin bahwa pola kepemimpinan Prabowo dalam menghadapi perkembangan politik ini bisa berdampak negatif di mata publik.
Hal ini juga dikhawatirkan dapat mengganggu konsentrasi kinerja Prabowo, apalagi jika muncul tuntutan publik agar hukum diberlakukan secara setara.
Tuntutan ini mungkin berupa desakan untuk menginstruksikan Kapolri atau Jaksa Agung RI, bahkan menghimbau KPK, untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang menguap atau stagnan di era Jokowi, termasuk kasus Firli Bahuri yang sudah berstatus tersangka namun belum pernah ditahan.
Keprihatinan publik terhadap pemerintahan Prabowo ini tidak bisa dilepaskan dari “Efek Jokowi,” khususnya terkait dengan pertanggungjawaban hukum Jokowi dan lingkarannya, termasuk Muhaimin Iskandar dan Firli Bahuri.
Selain itu, tuntutan moral publik juga mencakup penyelesaian kasus penghinaan oleh akun Fufu Fafa, yang diduga melibatkan Gibran.
Efek Jokowi mulai terlihat pada aksi reuni 411 hari ini, Senin, 4 November 2024, sebagai pemanasan menjelang reuni 212 pada 2 Desember 2024.
Efek ini diperkirakan tidak akan berakhir sebelum Jokowi dan Gibran benar-benar diproses hukum, yang pada akhirnya bisa menjadi kendala bagi konsentrasi kinerja Prabowo sebagai Presiden RI.
Prabowo diharapkan tidak menghalangi aksi-aksi publik seperti 411 dan gerakan 212, selama aksi-aksi tersebut bersifat konstitusional dan mendukung penegakan hukum yang benar-benar harus ditegakkan di negara hukum.
Publik juga bisa membandingkan, misalnya, nihilnya tindakan hukum dari Prabowo atas hujatan akun Fufu Fafa yang menghina dirinya, sementara aksi-aksi yang esensinya mendukung penguasa dan aparatur dalam menjalankan penegakan hukum akan terus mendapat perhatian dan dukungan. ***