'Populisme Jokowi dan Runtuhnya Demokrasi' Demokrasi runtuh bukan karena munculnya orang kuat dan kharismatik, melainkan karena keroposnya struktur etika-masyarakat, spesifik aparat pemerintahan, yang menopangnya. Miskonsepsi terbesar demokrasi adalah menyamakannya dengan terselenggaranya pemilu. Dalam budaya politik tanpa etika, etik-ndasmu, demokrasi runtuh justru melalui pemilu. Demokrasi juga bisa runtuh di tangan penguasa psikopat atau plonga-plongo tapi gila kuasa. Itu pelajaran sejarah dari pengalaman Jerman saat munculnya Hitler, dan Indonesia di era Jokowi. Ironi terbesar dari Hitler dan Jokowi adalah keduanya naik kekuasaan melalui jalan demokrasi (pemilu), namun kemudian justru berupaya membunuh demokrasi yang memberinya kekuasaan. Hitler menggunakan Fasisme-Naziisme, Jokowi memakai Populisme. Dua ideologi ini punya kemiripan, dalam hal pemujaan berlebihan pada figur politikus. Kemiripan lainnya adalah anti-elitisme dan anti-expertisme. Elitis dan ekspertis diangg
'Populisme Jokowi dan Runtuhnya Demokrasi' Demokrasi runtuh bukan karena munculnya orang kuat dan kharismatik, melainkan karena keroposnya struktur etika-masyarakat, spesifik aparat pemerintahan, yang menopangnya. Miskonsepsi terbesar demokrasi adalah menyamakannya dengan terselenggaranya pemilu. Dalam budaya politik tanpa etika, etik-ndasmu, demokrasi runtuh justru melalui pemilu. Demokrasi juga bisa runtuh di tangan penguasa psikopat atau plonga-plongo tapi gila kuasa. Itu pelajaran sejarah dari pengalaman Jerman saat munculnya Hitler, dan Indonesia di era Jokowi. Ironi terbesar dari Hitler dan Jokowi adalah keduanya naik kekuasaan melalui jalan demokrasi (pemilu), namun kemudian justru berupaya membunuh demokrasi yang memberinya kekuasaan. Hitler menggunakan Fasisme-Naziisme, Jokowi memakai Populisme. Dua ideologi ini punya kemiripan, dalam hal pemujaan berlebihan pada figur politikus. Kemiripan lainnya adalah anti-elitisme dan anti-expertisme. Elitis dan ekspertis diangg