'Polemik Baru Disertasi Bahlil Lahadalia'
Disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuai polemik.
Setelah dipertanyakan dari sisi kewajaran waktu pengerjaan dan substansinya, muncul isu baru terkait keabsahan penelitian Bahlil yang mengambil program doktoral di Universitas Indonesia itu.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) merasa keberatan nama organisasinya itu dicatut sebagai informan dalam disertasi itu.
1. Kronologi
Koordinator Nasional Jatam Melky Nahar menyampaikan bahwa surat keberatan tersebut sudah disampaikan kepada pihak UI pada Kamis (7/11/2024) kemarin.
Sebab, Jatam tidak pernah memberikan persetujuan kepada Bahlil untuk menjadi informan utama dalam disertasi yang disusunnya dalam rangka menyelesaikan program studi doktor di UI.
“Iya betul, kami kirim kemarin ke UI. Kami tidak pernah memberikan persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan, untuk menjadi informan utama bagi disertasi tersebut,” ujar Melky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/11/2024).
Melky menyampaikan bahwa pihaknya memberikan persetujuan wawancara kepada seseorang bernama Ismi Azkya pada 28 Agustus 2024, yang mengaku sedang melakukan penelitian.
Saat itu, Ismi Azkya mengaku kepada Jatam sedang melakukan penelitian untuk dirinya sendiri sebagai tim peneliti di Lembaga Demografi UI, bukan orang lain.
“Sebagaimana ia memperkenalkan diri kepada kami. Ia hanya menjelaskan sedang melakukan penelitian terkait dengan profesinya sebagai peneliti di Lembaga Demografi UI,” kata Melky.
“Adapun penelitian yang dimaksud berkaitan dengan dampak hilirisasi nikel bagi masyarakat di wilayah tambang,” ucapnya.
Melky menegaskan, ketika Ismi Azkya mengajukan penelitian hingga proses wawancara, Jatam tidak diberikan informasi yang memadai bahwa hal ini adalah bagian proses penyelesaian disertasi Bahlil.
“Kami tidak diberi informasi yang layak dan memadai bahwa wawancara tersebut merupakan salah satu proses penelitian bagi disertasi Bahlil Lahadalia,” kata Melky.
Selain itu, kata Melky, Ismi Azkya juga tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai tujuan penelitiannya, sampai akhirnya terungkap bahwa nama Jatam dijadikan informasi utama dalam disertasi Bahlil.
“Surat penolakan ini kami sampaikan untuk menjadi perhatian. Kami menuntut nama Jatam beserta seluruh informasi yang telah diberikan untuk dihapus dari disertasi tersebut,” ucapnya.
2. UI angkat bicara
Pihak Universitas Indonesia (UI) memberi tanggapan atas Jatamnyayng mengajukan keberatan kepada mereka atas pencatutan nama organisasinya dalam disertasi Bahlil. UI menyinggung bahwa disertasi itu masih dapat direvisi.
"Perlu kami informasikan bahwa setelah sidang ujian terbuka maka tahap selanjutnya yang dijalani Pak Bahlil adalah revisi naskah disertasi sesuai masukan dalam sidang tersebut," ujar Kepala Kantor Informasi Publik dan Humas UI, Amelita Lusia, kepada Kompas.com, Jumat (8/11/2024).
"Apabila ada masukan seperti ini, tentu akan menjadi perhatian dan dilakukan perbaikan sebagaimana harusnya," ucapnya.
Namun, Amelita tak bisa mengonfirmasi apakah keberatan yang dilayangkan Jatam sudah diterima UI secara resmi.
Ia juga tidak mengonfirmasi apakah UI secara resmi telah bersurat kepada Bahlil mengenai keberatan yang disampaikan Jatam untuk menjadi atensi dalam proses revisi disertasi Bahlil.
3. Isi disertasi Bahlil
Bahlil Lahadalia meraih gelar doktor dalam program studi (Prodi) Kajian Strategik dan Global di Universitas Indonesia (UI) pada Rabu (16/10/2024).
Bahlil berhasil lulus dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan dengan predikat dengan pujian cumlaude.
Dikutip dari laman resmi Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), Bahlil tercatat masuk UI sebagai mahasiswa Doktoral pada 13 Februari 2023.
"Saya menyatakan Saudara Bahlil Lahadalia lahir di Banda Maluku Tengah, Maluku tanggal 7 Agustus 1976, menjadi Doktor dalam bidang Kajian Strategik dan Global," kata Promotor Prof. Chandra Wijaya dalam sidang terbuka yang disiarkan secara daring, Rabu.
Chandra mengatakan, Bahlil kini telah resmi menyandang gelar doktor dan berhak menerima semua hal dan kehormatan berkaitan dengan gelar tersebut.
"Sehingga saudara memperoleh semua hak dan kehormatan yang dicakup oleh gelar itu sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku," ujarnya.
Adapun Bahlil mengangkat disertasi berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia", sesuai dengan bidang yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir sebagai menteri.
Dalam disertasinya, Bahlil mengidentifikasi empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan.
Keempat masalah itu adalah dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.
Bahlil pun merekomendasikan empat kebijakan utama sebagai solusi, yakni reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah.
Kemudian, penyediaan pendanaan jangka panjang untuk Perusahaan nasional di sektor hilirisasi, serta kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang.
Sumber: Kompas