DEMOCRAZY.ID - Saat ini, memang seolah tidak ada harapan dalam dunia perpolitikan Indonesia. Ini akibat demokrasi yang terlihat suram akibat proses Pemilu atau Pilpres yang tidak sehat.
“Pemilu kemarin itu jauh dari kata integritas. Sehingga, hasil pemilunya pun tidak mencerminkan sebuah proses pemilu yang demokratis,” kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, Senin, 25 November 2024.
Hal tersebut dikatakan Al Araf dalam diskusi dengan tema ‘’Dinamika Politik Keamanan Jelang Pilkada dan Bayang-Bayang Jokowi dalam Rezim Prabowo?’’ di Sadjoe Cafe dan Resto Tebet Jakarta Selatan.
Dengan situasi yang seperti ini, Pilkada serentak ke depan itu apakah akan terbebas dari intervensi.
Lanjut Al Araf, apakah pilkada pada 27 November 2014 ini kelak bebas dari manipulasi dan kriminalisasi. Atau bebas dari beragam kecurangan.
“Dalam pertarungan pilkada ini, menurut saya, pola permainannya tidak jauh berbeda dengan pemilu kemarin. Akan tetapi pilkada ini bukan berada di dalam ruang yang kosong,” papar Al Araf seperti dikutip dari YouTube Imparsial Channel.
Sehingga, terang dia, seorang mantan presiden sampai habis-habisan untuk turun memenangkan Pilgub Jawa Tengah dan Pilgub Jakarta.
“Itu sebenarnya memalukan secara etik. Seharusnya mantan presiden cukup diam dan melihat pertarungan itu,” ungkap Al Araf.
Saat ini, mantan Presiden Jokowi terang-terangan berada di depan mendukung salah satu calon, baik di Pilgub Jawa Tengah dan Pilgub Jakarta serta pilkada yang lainnya.
“Artinya dalam pilkada tahun 2024 ada kegentingan, ada kedaruratan, atau pertanyaannya ada kepentingan yang dibaca oleh dia untuk lima tahun ke depan. Sehingga dalam pilkada ini harus menang,” kata Al Araf.
Dalam konteks pilkada saat ini merupakan alat penyangga ketika pertarungan politik tahun 2029 nanti.
Itu yang membuat situasi memanas dan seorang mantan presiden bersedia turun ke jalan.
“Apalagi presidennya sendiri pun melakukan kampanye untuk memenangkan salah satu kandidat,” terang dia.
Presiden ikut berkontestasi memenangkan salah satu calon, menurut Al Araf, sebenarnya tidak boleh dilakukan.
”Presiden lanjutnya harusnya di tengah. Kalau seperti ini jadi ketua partai saja."
Sumber: KBANews