DEMOCRAZY.ID - Pemerhati politik dan kebangsaan Rizal Fadillah mengungkap sejumlah penyebab kalahnya elektabilitas pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Ridwan Kamil - Suswono oleh pasangan Pramono - Rano.
Setidaknya, ada beberapa faktor yang menjadi sebab kekalahan Ridwan Kamil secara elektabiltas pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024.
Pertama, kata Rizal, banyak penolakan RK dari warga Jakarta karena mereka menginginkan mantan Gubernur DKI Anies Baswedan ikut dalam kompetisi.
"KIM mampu menarik atau membujuk PKS untuk bergabung. Pasangan pengganti Anies sodoran KIM adalah RK-Suswono. RK boneka rezim sekaligus pembunuh Anies. Warga Jakarta paham akan hal ini, karenanya mereka menolak RK," ucap Rizal dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (26/11/2024).
Selain itu, kata Rizal, RK adalah mantan Gubernur Jabar dan Walikota Bandung. Persib adalah musuh bebuyutan Persija. Jakmania sensitif pada boss bobotoh.
"Aspek historis dan psikopolitis ini menyebabkan RK menjadi musuh rakyat Jakarta khususnya pendukung Persija," ujar Rizal.
Selanjutnya, pasangannya Suswono pun dinilai Rizal tak membantu meningkatnya elektabiltas Ridwan Kami di Jakarta. Alih-alih membantu, Suswono malah membuat elektabiltas pasangan RIDO melemah.
"Suswono dikenal sebagai Menteri dari PKS era SBY dan terseret kasus suap kuota impor daging dan terima uang SKRT saat menjadi anggota DPR. Rekam jejak Suswono tidak sebersih moto PKS," kata Rizal.
Diketahui, Hasil survei terakhir 7 lembaga survei ada 4 lembaga yang mengunggulkan pasangan Pram-Doel dan 3 lembaga survei yang mengunggulkan Rido. Dengan demikian hasil survei memposisikan pasangan Pramono-Rano lebih unggul ketimbang pasangan Rido (Ridwan-Suswono).
Adapun keempat lembaga survei yang mengunggulkan pasangan Pram-Doel adalah Indikator Politik, SMRC, Litbang Kompas, dan LSI.
Indikator Politik milik Burhanuddin Muhtadi merilis pasangan Pramono-Rano unggul dengan elektabilitas 42,9%, diikuti RIDO dengan 39,2%, dan Dharma-Kun sebesar 5%. Sisanya sebesar 12,8% merupakan massa mengambang atau swing voters.
Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa elektabilitas Pramono-Rano kini mendapat posisi nomor tertinggi dengan angka survei 46%. Kemudian, nomor urut kedua yaitu RIDO 39,1% dan terakhir pasangan Dharma-Kun 5,1%.
Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa pasangan Pram-Rano berada di posisi teratas dengan 38,3%, kemudian RIDO 34,6%, dan Dharma-Kun 3,3%. Margin of error survei ini kurang lebih sebesar 3,46%.
Hasil survei LSI (Lembaga Survei Indonesia), merilis Pramono-Rano memperoleh elektabilitas paling tinggi, sebesar 41,6%, mengalahkan elektabilitas RIDO yang sebesar 37,4% dan Dharma-Kun 6,6%, dengan margin of error 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Sementara lembaga survei yang merilis pasangan Rido lebih unggul adalah LSI (Lingkaran Survei Indonesia) Denny JA, PPI (Parameter Politik Indonesia), dan Poltracking.
Menurut lembaga survei LSI Denny JA, pasangan RIDO unggul tipis dengan perolehan 37,4% dibandingkan Pram-Rano yang sebesar 37,1%.
Dharma-Kun memperoleh suara sebesar 4%. Metode survei yang dilakukan yakni multi stage random sampling dengan margin of error +- 3,5 persen.
Kemudian, menurut Parameter Politik Indonesia (PPI) pasangan RIDO unggul dengan perolehan sebesar 47,8%, Pram-Rano sebesar 38% dan Dharma-Kun sebanyak 4,3% suara.
Metode survei ini dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan margin of error +- 2,8%.
Sementara itu, survei Poltracking, pasangan RK-Suswono memperoleh angka elektabilitas sebesar 51,6% dan Pramono - Rano sebesar 36,4%.
Pasangan yang diusung dari PDI Perjuangan (PDIP) itu berada di urutan kedua, dengan margin of error kurang lebih sebesar 2,2% dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.
Direktur Eksekutif Poltracking Hanta Yudha, mengungkapkan ada potensi Pilkada di Jakarta berlangsung dalam satu putaran menimbang elektabilitas pasangan RIDO sebesar 51,6%.
Namun, angka tersebut masih mepet dengan persyaratan Pilkada Jakarta, yakni 50%+1. artinya, potensi Pilkada berlangsung dua putaran masih terbuka lebar.
Hasil survei Poltracking sempat diperiksa oleh Dewan Etik Persepsi hingga akhirnya memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia.
Awal penyelidikan ini dilakukan karena hasil Poltracking berbanding terbalik dengan LSI.
Poltracking kemudian memutuskan keluar dari Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).
Sumber: JPNN