DEMOCRAZY.ID - Sikap Kejagung yang menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula periode 2015-2016 dinilai sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal ini mengacu pada sejumlah ketentuan yang menyatakan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan bukti.
Ada pun, pada sidang praperadilan terkait kasus Tom Lembong, Kejagung sama sekali tidak memperlihatkan bukti yang dimiliki.
Sementara, Kuasa Hukum Tom Lembong, telah memberikan bukti lengkap dari audit BPK.
"Jaksa tak mau memberikan bukti perkara Tom Lembong. Sementara itu Tim pengacara Tom Lembong memberikan semua pembuktian," tulis Geisz Chalifah yang juga orang dekat Tom Lembong melalui cuitannya di X, dikutip Kamis (21/11/2024).
"Bagaimana mau berikan bukti-bukti. Tom Lembong memang ditarget ada atau tidak ada bukti. Yang penting tangkap dulu. Itulah fakta yang sesungguhnya," tambahnya.
Jaksa tak mau memberikan bukti perkara Tom Lembong. Sementara itu Tim pengacara Tom Lembong memberikan semua pembuktian.
— Geisz Chalifah (@GeiszChalifah) November 21, 2024
Bagaimana mau berikan bukti2. Tom Lembong mmg ditarget ada atau tidak ada bukti. Yg penting tangkap dulu. Itulah fakta yg sesungguhnya. pic.twitter.com/76YfhEzE4z
Sementara itu, Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Chairul Huda menilai, penetapan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016 sangat prematur.
Menurut Chairul, dasar hukum penetapan tersangka masih belum kuat, mengingat belum ada bukti kerugian negara yang jelas dan terverifikasi.
Apalagi klaim kerugian negara baru disampaikan pada 9 November 2024, sedangkan penetapan tersangka sejak 29 Oktober di tahun yang sama.
Chairul menyoroti pernyataan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengklaim kerugian negara mencapai Rp400 miliar.
Angka tersebut dipandang terlalu spekulatif dan belum menunjukkan kerugian yang pasti.
“Ketika menetapkan orang sebagai tersangka itu, bukti, termasuk alat bukti kan dengan kerugian keuangan negara,” ujarnya, Kamis (21/11/2024).
Chairul juga menyayangkan, adanya penahanan Tom Lembong. Berdasarkan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus didahului dengan bukti permulaan yang cukup.
“Menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka, sementara belum ada alat buktinya. Bahkan melakukan penahanan, padahal penahanan menurut Pasal 21 KUHP harus cukup (bukti). Jadi sekali lagi, tergambarlah kalau memang eksposnya baru-baru kemarin ini tentang ada kerugian keuangan negara, penetapan tersangkanya prematur adalah seperti itu,” sambungnya.
Sumber: Fajar