DEMOCRAZY.ID - Pakar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona menyebut ada kemungkinan tahun 2024 jadi Pilkada yang terakhir.
"Pilkada ini rentan posisinya karena dalam konstitusi Pilkada kita kan tidak harus langsung," kata Yance di Fortakgama UGM, Kamis (7/11).
Dia menjelaskan dalam aturan disebutkan gubernur, bupati, wali kota dipilih secara demokratis. Sementara sekarang demokratis ditafsirkan sebagai pemilihan langsung.
"Bisa aja nggak langsung. Nggak langsung pun tetap bisa demokratis dipilih lagi oleh DPR itu juga bisa terjadi.
Di kondisi Pilkada hari ini sebenarnya orang sedang was-was, jangan-jangan ini 2024 ini adalah Pilkada terakhir. Bisa jadi, karena bisa jadi nanti diubah karena asumsi demokrasi elektoral berbiaya mahal," katanya.
Lanjutnya, ke depan pemerintah, elite politik, partai politik akan memikirkan bagaimana bisa memperoleh kekuasaan secara efisien.
"Toh nanti ujung-ujungnya orang partai juga (kepala daerah). Kenapa harus spending uang yang besar untuk proses pemilu. Bisa jadi itu wacana yang dulu tersendat itu muncul kembali," katanya.
Yance menjelaskan dengan kepemimpinan baru saat ini peluang diubahnya pilkada itu kembali terbuka.
"Saya melihat potensi ke arah sana akan semakin kuat karena konsolidasi politik sentralisasi itu semakin kuat terjadi sejak zaman Pak Jokowi sebenarnya dan tren itu terus berlanjut dan apalagi dengan pemimpin dengan gaya militeristik yang membutuhkan loyalitas, memerintah dengan cara komando itu potensi-potensi ke arah sana bisa jadi terjadi," pungkasnya.
Pernah Terjadi
Yance mengatakan upaya untuk menggantikan pilkada langsung sudah terjadi di zaman pemerintahan SBY.
Tetapi protes publik yang sangat besar pada waktu itu berhasil mendorong pemerintah mengeluarkan Perppu untuk membatalkan itu.
"Protes publik pada waktu itu mendorong pemerintah mengeluarkan Perppu untuk membatalkan pemilihan kepala daerah oleh DPRD," katanya.
Sumber: Kumparan