DEMOCRAZY.ID - Hotman Paris minta Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto memperhatikan suara pakar hukum yang menganggap hasil Peninjauan Kembali (PK) kasus Mardani H Maming yang salah besar.
Pakar hukum yang menyoroti putusan PK salah dari Mahkamah Agung (MA) ini Muhammad Arif Setiawan Ahli Hukum Pidana UII, karena putusan itu hanya ada pengurangan masa hukumann selama dua tahun.
Ia menilai harusnya Mardani H Maming ini diputuskan bebas, karena hasil ekasminasi yang dilakukan oleh akademisi hukum UII ada kekhilafan dan kekeliruan dari hakim atas putusan tersebut.
“Kalau hanya pengurangan berarti MA tidak mengakui bahwa ada kesalahan dan kekhilafan dari hakim dalam kasus ini. Tentu PK ulang adalah jalan satu-satunya,” tegas Arif.
Kendati PK menjadi jalan terakhir,, Arif menyoroti adanya aturan dari Surat Edaran MA (Sema) dalam pembatasan PK.
Ia menilai MA harus ikut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah memutus bahwa PK bisa dilakukan berulang kali dengan sejumlah catatan.
Ia menyebut PK merupakan Upaya hukum luar biasa, sehingga tidak bisa dicermati secara kaku. Bahkan ia bersama akademisi lain dari UII siap menyoroti Sema tersebut.
Sementara itu Prof Jamin Ginting turut ikut serta mengajukan diri dalam menyoroti masalah Sema ini karena secara hukum melawan konstitusi (putusan MK), supaya bisa terjadi perubahan, mengingat PK merupakan jalan hukum terakhir.
“Kalau tidak Sema ini bisa membatasi hak konstitusi. Oleh sebab itu saya meminta Prabowo Subianto sebagai kepala negara untuk memanggil Ketua MA, dengan syarat tidak melakukan intervensi,” tuturnya.
Mendengar pendapat dua pakar hukum ini Hotman Paris meminta Prabowo Subianto yang saat ini kinerjanya sedang sangat baik turut serta mengambil sikap untuk pembebasan Mardani H Maming.
“Sebagai kepala negara saya harap Pak Presiden sebagai kepala negara bisa menanggapi Keputusan yang sesat ini, supaya tercipta keadilan yang dicita-citakan,” tuturnya.