DEMOCRAZY.ID - Disertasi Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, ternyata dikerjakan oleh oknum dari salah satu pusat penelitian Universitas Indonesia (UI), dan dilakukan dengan cara-cara manipulatif.
Adalah Professor of Science, Technology, and Society Sociology Programme, School of Social Sciences Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Sulfikar Amir, yang mendapatkan informasi tersebut.
Sulfikar kemudian mengungkap hal tersebut dalam podcast kanal YouTube mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto.
Sulfikar mengatakan, kontroversi disertasi Bahlil di UI menjadi semacam puncak gunung es, yang mengindikasikan pendidikan tinggi Indonesia masih mudah dibeli untuk kepentingan ekonomi hingga politik.
"Kasus disertasi doktornya Bahlil ini menarik, karena baru saja organisasi penjaga lingkungan yang sangat terkenal, Jatam, itu mengirimkan surat protes kepada Bahlil, yang menyatakan bahwa mereka itu tidak pernah dijadikan narsum untuk disertasi Bahlil, tapi nama mereka dicantumkan dalam disertasinya Bahlil," ujar Sulfikar pada Minggu dinihari, 10 November 2024.
Menurut Sulfikar, fakta baru dalam rangkaian kontroversi disertasi Bahlil itu menunjukkan adanya pelanggaran etika yang serius dalam dunia akademik, yang dikenal selalu menjaga integritas, kejujuran, dan transparansi.
"Ketika kita menjadikan seseorang sebagai narasumber untuk keperluan studi kita, kita harus memberi tahu bahwa ini adalah untuk study tentang ini, dan narasumber itu bebas untuk memberi informasi atau tidak memberi informasi," papar Sulfikar.
"Dan ketika informasi itu sudah diberikan, dan si pembuat atau penulis disertasi itu seharusnya melaporkan bahwa saya sudah mengutip (keterangan) anda di bagian ini, ini, dan ini," sambungnya.
Bahkan, hal yang fatal, Sulfikar mendapati bahwa yang mengerjakan disertasi Bahlil termasuk mencari data-data dan informasi-informasi dari Jatam, adalah oknum akademisi yang aktif di UI.
"Nah ternyata, orang-orang Jatam ini diwawancarai oleh seseorang yang afiliasi dengan salah satu pusat penelitian di Universitas Indonesia. Dan orang ini tidak pernah menyebutkan bahwa dia bekerja atau dia akan menggunakan data dari wawancara dengan orang Jatam ini untuk keperluan disertasi Bahlil. Ini adalah sebuah proses yang sangat-sangat tidak pantas," ucapnya dengan nada geram.
Oleh karena itu, Sulfikar memandang disertasi Bahlil merupakan sebuah malpraktik dalam dunia akademik, dan harus dipertanyakan bukan hanya dari kualitas pengerjaannya, tapi juga dari niat baik penulis disertasi itu sendiri.
"Disertasi itu sebuah proses untuk mendapatkan sebuah gelar akademik yang diberikan institusi pendidikan, atas karya dia yang memahami berbagai fenomena yang ada di masyarakat," tuturnya.
"Jadi dia memproduksi pengetahuan, karena pengetahuan ini harus jujur. Tapi kalau misalnya pengetahuan ini didasarkan pada data dan informasi yang diambil tidak secara etis, kita pertanyakan," demikian Sulfikar.
Bahlil Lahadalia Pakai Peneliti UI Jadi 'Joki' Saat Raih Gelar Doktor, Ini Kronologi Versi Jatam!
DEMOCRAZY.ID - Perlahan tapi pasti, dugaan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) dengan cara yang tak benar, terungkap.
Hal ini terungkap setelah Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengetahui bahwa oganisasinya menjadi pemasok utama data untuk disertasi Bahlil.
Padahal, Menteri ESDM itu diketahui tak pernah secara langsung datang untuk meminta data dalam upaya meraih gelar doktor.
Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar, menduga ada praktik perjokian karya ilmiah di balik disertasi Bahlil Lahadalia.
Kasus ini mencuat karena publik terkejut atas gebrakan Bahlil dalam meraih gelar doktor secara kilat, satu tahun delapan bulan.
Bahkan, Bahlil meraih predikat cumlaude saat dilakukan pengujian oleh para profesor UI, Rabu (16/10/2024), empat hari jelang pelantikan Presiden Prabowo Subianto.
Karena Jatam baru mengetahui organisasinya dicatut oleh Bahlil, maka disampaikan keberatan, Kamis (7/11/2024).
Melky mengatakan, organisasinya tidak pernah memberikan persetujuan kepada Bahlil agar namanya dicatut sebagai informan utama.
Menurut Melky, pencatutan nama yang diduga dilakukan oleh Bahlil dan salah satu peneliti UI bernama Ismi Azkya, melanggar peraturan.
“Kami menduga peneliti bernama Ismi Azkya merupakan bagian dari praktik perjokian karya ilmiah untuk kepentingan disertasi Bahlil Lahadalia,” ujar Melky dikutip dari Kompas.com, Jumat (8/11/2024).
“Ini melanggar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan terkait lainnya,” tambahnya.
Kronologi
Melky menjelaskan, sebelum Bahlil lulus program doktor dari UI, organisasinya sempat didatangi oleh peneliti UI bernama Ismi Azkya pada 28 Agustus 2024.
Pada saat itu, Ismi memperkenalkan dirinya sebagai peneliti dari Lembaga Demografi UI.
Ia datang ke kantor Jatam bersama seorang rekannya yang mengaku sebagai peneliti di lembaga yang sama.
Kepada Jatam, Ismi mengeklaim sedang melakukan penelitian tentang hilirisasi nikel dan dampaknya terhadap masyarakat.
“Berulang kali ia menyebutkan, ‘Saya sedang meneliti,’ yang menunjukkan ia sebagai peneliti aktif yang berkepentingan langsung, bukan untuk orang lain, terkhusus Bahlil Lahadalia,” jelas Melky.
Setelah itu, Jatam terkejut dengan kemunculan disertasi Bahlil karena nama organisasinya dicatut sebagai informan utama.
Jatam juga menerima salinan disertasi Bahlil yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia” pada 16 Oktober 2024.
Dalam salinan yang diterima, Jatam mendapati, verbatim atau menyalin kalimat dari rekaman suara secara persis seperti yang diucapkan.
Verbatim tersebut berisi percakapan antara pegiat Jatam dengan Ismi pada 28 Agustus 2024.
Mengetahui hal itu, Jatam pun sempat menghubungi Ismi melalui telepon dan WhatsApp untuk meminta klarifikasi.
Ismi menjawab pertanyaan Jatam dengan menampik bahwa informasi dari Jatam digunakan sebagai disertasi Bahlil.
Namun, ia menyampaikan permintaan maaf melalui WhatsApp dengan alasan dirinya hanya diminta membantu mewawancarai pihak Jatam.
“Begini bunyi pesannya: Sebelumnya mohon maaf, kak, saya kurang paham sejauh itu karena saya hanya diminta untuk bantu wawancara,” ungkap Melky.
Selain meminta maaf, Ismi juga mengirimkan kontak kepada Jatam, namun ia tidak menjelaskan identitas nomor yang dituju. Setelah itu, Ismi memblokir nomor Jatam yang menghubunginya.
Atas dasar itu, Jatam menganggap apa yang dilakukan Ismi dan Bahlil merupakan bentuk penipuan intelektual yang mencederai integritas dan marwah pendidikan Indonesia.
Respons UI
Kepala Kantor Informasi Publik dan Hubungan Masyarakat UI Amelita Lusia mengatakan, Bahlil menjalani revisi naskah disertasi berdasarkan masukan yang diberikan ketika sidang.
Karena alasan itu, disertasi Bahlil soal hilirisasi nikel masih bisa direvisi.
Namun, ia tidak mengonfirmasi apakah UI sudah menerima keberatan yang diajukan Jatam.
“Apabila ada masukan seperti ini, tentu akan menjadi perhatian dan dilakukan perbaikan sebagaimana harusnya,” ujar Amelita kepada Kompas.com, Jumat (8/11/2024).
Sumber: RMOL