CATATAN POLITIK

'Mulyono, Anies, HRS, dan Luhut Dalam Pilkada Jakarta'

DEMOCRAZY.ID
November 23, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Mulyono, Anies, HRS, dan Luhut Dalam Pilkada Jakarta'


'Mulyono, Anies, HRS, dan Luhut Dalam Pilkada Jakarta'


Oleh: Smith Alhadar

Penasihat Institute for Democracy Eudation (IDe)


Sebagai ibu kota negara, dengan sendirinya DKI Jakarta menjadi kota paling strategis dari sisi politik, ekonomi, dan pbudaya. Apalagi, tak lama lagi Jakarta akan menjadi kota aglomerasi yang pembangunannya sangat terintegrasi dengan kota-kota satelitnya.


Tak heran, dalam pilkada, Jakarta menjadi fokus para pasangan cagub-cawagub. Bahkan, melibatkan tokoh-tokoh informal dari berbagai kalangan yang dulu berada dalam satu kubu, kini  berbeda. 


Atau dulu berbeda, kini seiring sejalan. Parpol-parpol pun mengambil posisi yang dasar rasionil politiknya  sulit difahami.


Ini sebenarnya hanya menggambarkan krusialnya posisi Jakarta, residu cawe-cawe Mulyono, pendekatan pragmatis parpol, dan proyeksi pilpres 2029. 


Residu cawe-cawe Mulyono terlihat dari terbentuknya Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dalam pilpres silam mengusung Prabowo-Fufufafa.


Kini ikut bergabung ke dalam KIM adalah Nasdem, PKS dan PKB – yang dulu mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) — sehingga namanya  menjadi KIM Plus. 


Orang terkejut atas fenomena KIM Plus karena Nasdem, PKS, dan PKB meninggalkan Anies Baswedan yang elektabilitasnya di Jakarta tak ada saingan.


Mengapa terjadi perubahan sikap ketiga partai pendukung AMIN yang sebelumnya telah menyatakan berkomitmen mendukung Anies di Pilgub Jakarta? 


Padahal, mengusung Anies adalah jaminan kemenangan? Yang lebih sulit dimengerti adalah sikap PKS.


PKS adalah pemenang pileg di Jakarta dan konstituennya adalah die hard Anies. Yang bisa dijelaskan adalah PKS kebelet kekuasaan. 


Selama pemerintahan dua periode Mulyono, PKS berada di luar, yang dipandang tidak bermanfaat secara ekonomi dan politik.


Maka, kali ini ia tak mau lagi menjadi oposisi, sehingga menyambut ajakan Prabowo yang kebetulan ingin merangkul semua partai ke dalam Kabinet Merah Putih (KMP). 


Apalagi atas kemauan Mulyono, PDI-P dijadikan partai pariah. KMP, yang dilahirkan dari KIM Plus, juga merupakan cawe-cawe Mulyono.


Kalau saja Mahkamah Konstitusi tidak mengubah ambang batas cagub-cawagub, tujuan Mulyono tercapai. 


Di banyak daerah PDI-P tak bisa ikut kontestasi karena suara yang diperoleh tak cukup untuk mengusung calonnya sendiri. Bahkan putera bungsu Mulyono akan dimajukan dalam pilgub Jakarta.


Berkat keputusan MK itu, skenario Mulyono berantakan. Tapi residunya bertahan dalam pilkada Jakarta. 


Ini lantaran Pramono Anung, menteri dalam dua periode pemerintahan Mulyono, dikenal sebagai loyalis Mulyono. Mungkin ini penyebab Anies disingkirkan dari kandidat PDI-P pada menit-menit terakhir.


Anies selamanya akan menjadi hantu bagi keluarga Mulyono dalam konteks cita-cita Mulyono membangun dinasti. 


Anies terlalu popular dan masih muda sehingga menjadi batu sandungan bagi ambisi putera-putera dan menantu Mulyono meraih kekuasaan ke depan. Dus, dia harus disingkirkan.


Alasan Ahok bahwa pencalonan Anies tidak pernah dibicarakan DPP PDI-P tidak masuk akal. 


Kita tahu bahwa Anies bersama Rano Karno telah hadir di markas PDI-P menunggu untuk dideklarasikan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Bisa jadi benar spekulasi bahwa pencalonan Anies dibatalkan atas tekanan Mulyono.


Pilihan PDI-P  jatuh pada Pramono mungkin hasil kompromi dengan Mulyono. Masuk akal kalau kita berasumsi bahwa Megawati terpaksa tunduk pada tekanan Mulyono terkait dengan masalah hukum yang dihadapi Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dan petinggi PDI-P lainnya.


Selain loyalis Mulyono, Pramono juga tidak popular di Jakarta. Ia dikenal bekerja dalam diam sehingga ketokohannya kurang diketahui. 


Dus, masuknya Pramono-Rano ke dalam gelanggang kontestasi dipandang sebagai calon penggembira. Apalagi pasangan ini hanya didukung PDI-P yang bukan partai dominan di Jakarta.


Di luar kalkulasi banyak orang, ternyata Pramono-Rano bermutasi menjadi pasangan paling menjanjikan untuk menang. 


Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari peran Anies Baswedan dan ungkapan kekecewaan warga Jakarta terhadap KIM Plus hasil cawe-cawe Mulyono. Dengan kata lain, KIM Plus dipandang sebagai pengkhianatan terhadap aspirasi warga.


Melihat elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono yang diusung KIM Plus telah disalip Pramono-Anung — menurut hasil survey Polmamak terbaru: Pramono-Rano 40,3 persen, Ridwan-Suswono 34,8 – Mulyono terbang ke Jakarta untuk kampanye buat pasangan itu. Apa motif Mulyono di Jakarta?


Sebagaimana dijelaskan di atas, Jakarta akan menjadi kota aglomerasi di mana Wapres (Fufufafa) diberikan otoritas untuk mengendalikannya. 


Dalam konteks pilpres 2029, pengendalian kota aglomerasi di mana Fufufafa bisa diperkirakan akan ikut kontestasi menjadi krusial. Pada waktu itu juga usia Kaesang sudah cukup untuk mengikuti kontestasi di Jakarta.


Di luar dugaan, DPD FPI Jakarta mendukung Ridwan-Suswono. Dus, ormas ini berada di kubu Mulyono. 


Kendati Imam Besar FPI Rizieq Shihab menyatakan FPI pusat tidak ikut dalam usung-mengusung kandidat, mustahil orang tidak mengaitkan sikap DPD FPI dengan persetujuannya.


Rizieq memasang jarak dengan KIM Plus karena pemerintahan Mulyono bertanggung jawab atas tewasnya 6 laskar FPI dalam tragedi KM 50. 


Di masa pemerintahan Mulyono juga Rizieq dipenjarakan dan FPI dibubarkan. Rupanya pilihan FPI bersifat ideologis.


Pramono-Rano yang diusung partai nasionalis sekuler (PDI-P) tidak bersahabat dengan FPI. Saat Anies memimpin Jakarta di mana PDI-P adalah partai oposisi, agenda-agenda FPI dimentahkan oleh fraksi PDI-P dan sekutunya di DPRD. Di pihak lain, di kubu Ridwan-Suswono berhimpun parpol-parpol berbasis Islam.


Yang juga mengagetkan, Kepala Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan (LBP) justru mendukung Pramono-Rano. 


Padahal, Megawati dan LBP berseteru sejak lama dan LBP adalah kader Golkar. Mengapa LBP berseberangan dengan Prabowo (atasannya) dan Mulyono (bekas atasannya)?


Pertama-tama yang harus dikatakan adalah LBP dan Pramono adalah sahabat karib dan bekerja bersama dalam Kabinet Indonesia Maju. 


Kedua, LBP tahu Pramono adalah loyalis Mulyono. Ketiga, nampak Prabowo mulai menjauh dari Mulyono yang terlihat dari perintahnya kepada Menkeu Sri Mulyani agar mengunci proyek-proyek infrastruktur era Mulyono, termasuk IKN, yang menggerogoti APBN.


Keempat, LBP sejalan dengan Pramono dalam hal ideologi. Terakhir, LBP ingin punya saham politik di DKI bila Pram-Rano menang. 


Sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, keharmonisan hubungan dengan gubernur Jakarta penting demi lancarnya proyek reklamasi dan proyek strategis nasional PIK 2.


Yang tak kalah mengejutkan, Anies Baswedan berpihak ke kubu Pram-Rano. Padahal, PDI-P menggagalkan pencalonannya di Jakarta dan menjadi pengeritik setia terhadap pemerintahan DKI di bawah Gubernur Anies. Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan di sini.


Pertama, Anies sangat mengenal Pramono yang keduanya pernah bekerja sama dalam pemerintahan Mulyono periode pertama. 


Artinya, Anies mengenal Pram sebagai tokoh yang punya kapasitas intelektual yang mumpuni. Memang Pramono cerdas dan pekerja keras. Ini juga yang menjadi alasan Mega memilihnya.


Kedua, Anies selalu melihat oposisi sebagai lawan debat yang instrumental dalam menghadirkan kebijakan publik yang berkualitas. 


Dus, resistensi PDI-P di DPRD DKI terhadap kebijakan Anies dilihat dengan kaca mata positif. 


Ketiga, Anies memaklumi posisi PDI-P ketika membatalkan pencalonanya di Jakarta. Toh, PDI-P menggantinya dengan pencalonannya di Jabar, tapi Anies menolaknya.


Keempat, dengan mendukung Pram-Rano, Anies memperlihatkan sikap independennya yang dipertahankan secara konsisten sejak dulu. 


Ini juga sekaligus menepis framing para buzzer bahwa ia adalah tokoh sayap kanan yang dekat dengan FPI dan PKS. Padahal, dalam pilgub Jakarta 2017, FPI tidak pernah secara resmi menyatakan mendukung Anies.


Dus, Anies tidak pernah melihat kubu nasionalis atau Islamis sebagai musuh. Mereka adalah anak kandung RI yang kelahirannya dibedah oleh dua kubu ini. 


Harus diakui Anies adalah seorang Muslim yang taat. Tapi ia juga dibesarkan oleh kakek (pahlawan nasional) dan kedua orangtua terpelajar yang menganut faham kebangsaan.


Dus, pada dirinya berhimpun faham-faham yang menjadi arus utama politik nasional hari ini. Nilai lebih Anies adalah kemampuannya meracik faham-faham ini menjadi sebuah resultan yang organik dalam tubuh Indonesia kekinian, Indonesia yang harus bebas dari pertikaian ideologis palsu.


Dengan begitu, ia mampu mengakomodasi aspirasi berbagai komponen bangsa untuk menjawab permasalahan negara yang rumit dan mampu merespons tantangan-tantangan global yang kompleks dan dinamis. 


Indonesia akan selalu hidup dalam ketegangan yang menghambat pertumbuhan bangsa bila akar permasalahan yang diduga bersumber dari benturan ideologis tak diatasi.


Kelima, Anies melihat PDI-P sebagai korban motif jahat Mulyono. Padahal, lepas dari borok-borok yang melekat pada parpol ini, PDI-P adalah partai terbesar yang perannya tak boleh diabaikan. Stabilitas dan kemajuan bangsa bergantung pada peran PDI-P. 


Kalau saja, Megawati tunduk pada kemauan Mulyono memerintah tiga periode yang melanggar konstitusi, tatanan berbangsa dan bernegara akan runtuh.


Keenam, dengan mendukung Pramono-Rano, Anies berjuang untuk membuyarkan mimpi Mulyono membangun dinasti. 


Nampaknya, ia menyadari bahwa Indonesia dalam bahaya bila negeri yang rumit ini diatur oleh sebuah keluarga bebal dan rakus yang bersekongkol dengan oligarki dan parpol-parpol yang dikendalikan loyalis Mulyono.


Dus, penting bagi Anies untuk mengalahkan kubu KIM Plus demi mengamputasi salah satu organ tubuhnya. 


Ini salah satu kontribusi yang bisa diberikannya agar Indonesia terselamatkan dari kekuatan jahat. Artinya, bila Pramono-Rano menang, kekuasaan negara lebih terdistribusikan ke banyak pihak.


Keenam, mungkin saja mendukung PDI-P merupakan langkah strategis Anies untuk pilpres 2029. Ia perlu membangun hubungan yang positif dengan partai terbesar di negeri ini. 


Harus diakui elektabilitas Pramono-Rano yang melejit – dan sangat mungkin akan memenangkan pertarungan – tak lepas dari kontribusi dukungan Anies kepada mereka. Ini akan tali pengikat Anies dengan PDI-P.


Yang jadi korban adalah beberapa pihak. Pertama, keluarga Mulyono. Kedua PKS, karena kehilangan dukungan konstituen Jakarta dan hilangnya citranya sebagai partai prinsipil. 


Ketiga, Ridwan Kamil, karena kehilangan peluang menjadi gubernur Jabar. Yang untung adalah warga Jakarta, bahkan rakyat Indonesia secara keseluruhan, karena telah melemahkan kekuatan Mulyono dan proksinya. ***


Tangsel, 23 November 2024

Penulis blog