HUKUM POLITIK

MK Kabulkan Gugatan, Pejabat Daerah dan TNI/Polri Bisa Dijerat Pidana Bila 'Tidak Netral' di Pilkada

DEMOCRAZY.ID
November 17, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
MK Kabulkan Gugatan, Pejabat Daerah dan TNI/Polri Bisa Dijerat Pidana Bila 'Tidak Netral' di Pilkada



DEMOCRAZY.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan perkara Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa pejabat daerah serta anggota TNI/Polri dapat dikenakan sanksi pidana jika terlibat cawe-cawe atau melanggar prinsip netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).  


Menurut MK, meskipun aturan terkait netralitas dalam Pilkada sudah tercantum dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, ketentuan tersebut hanya mengatur pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), serta kepala desa atau lurah.  


Pemohon dalam perkara ini meminta agar Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mencakup frasa "pejabat daerah" dan "TNI/Polri" sebagai subjek hukum yang dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.  


"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Kamis, 14 November 2024.  


Dengan penambahan frasa tersebut, bunyi Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 kini menjadi:  


"Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00."


Sebelum adanya putusan ini, Pasal 188 hanya mengacu pada Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tanpa mencakup frasa "pejabat daerah" dan "TNI/Polri".  


Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa MK telah mengkaji Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.  


Ia menyoroti bahwa meskipun kedua pasal tersebut memiliki norma yang saling melengkapi, cakupan subjek hukum yang diatur tidak seragam.


Ketidaksesuaian ini, menurut MK, dapat memunculkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan prinsip konstitusi.


Sumber: PorosJakarta

Penulis blog