EKBIS HUKUM POLITIK

LENGKAP! Telisik Kebijakan Impor Gula 6 Mendag Era Jokowi: Nyanyian Tom Lembong Akan 'Melirik' Siapa?

DEMOCRAZY.ID
November 24, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
HUKUM
POLITIK
LENGKAP! Telisik Kebijakan Impor Gula 6 Mendag Era Jokowi: Nyanyian Tom Lembong Akan 'Melirik' Siapa?



DEMOCRAZY.ID - Tersangka kasus dugaan korupsi impor gula Kementerian Perdagangan (Kemendag), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, membantah terlibat dalam tindak pidana yang merugikan nagera Rp 400 miliar itu.


Tom mengklaim bahwa semua kebijakan yang dia ambil selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) adalah bagian dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)


“Saya senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah Presiden sebagaimana tertuang dalam diskusi di berbagai sidang kabinet,” kata Tom Lembong dalam sidang praperadilan yang digelar daring di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (21/11/2024) lalu.


Sebagai mantan Mendag pada Kabinet Kerja periode 2015-2016, Tom Lembong menjelaskan bahwa selama masa jabatannya, perhatian utama Presiden adalah menjaga stabilitas harga pangan dan memastikan ketersediaan stok di pasar.


"Selama menjabat, saya sering berkonsultasi dengan Presiden, baik secara formal maupun informal, terutama terkait kebijakan impor," katanya.


Saat ini, Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Charles Sitorus telah ditahan selama 20 hari pertama sejak 29 Oktober 2024. Praperadilan yang diajukan Tom akan menjadi upaya untuk menantang keputusan Kejaksaan Agung dalam menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus ini.


Tom mengatakan hingga kini ia masih tak tahu persis perbuatan apa yang membuatnya menjadi tersangka, karena menurutnya selama menjabat menteri perdagangan ia selalu transparan.


Tom menjadi menteri perdagangan hampir setahun, tepatnya dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Selama itu, kata Tom, isu stabilitas harga dan stok pangan menjadi “keprihatinan utama” mantan presiden Jokowi. Maka, keduanya kerap berdiskusi termasuk soal kebijakan impor.


Segala kebijakan yang kemudian diambil sebagai menteri perdagangan pun dalam prosesnya melibatkan dan dikomunikasikan dengan berbagai instansi terkait, termasuk saat menerbitkan izin atau peraturan tertentu, ujar Tom. Karena itu, ketika ditetapkan jadi tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024, Tom mengaku “shocked”. Ia yakin dirinya tidak bersalah.


Kejaksaan Agung sebelumnya menyebut beberapa alasan di balik penetapan Tom sebagai tersangka. Pertama, di tengah situasi Indonesia yang surplus stok gula pada 2015, Tom menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 12 Oktober di tahun tersebut untuk PT Angels Products. Niatnya, gula kristal mentah itu akan diolah menjadi gula kristal putih.


Penerbitan izin impor itu disebut tidak melalui rapat koordinasi dan tanpa rekomendasi dari kementerian-kementerian terkait. Selain itu, Kejaksaan Agung bilang seharusnya yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri adalah BUMN, bukan pihak swasta seperti PT Angels Products.


Di sini, Kejaksaan Agung merujuk ketentuan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 527 Tahun 2004. Pun saat sidang praperadilan, Tom mempertanyakan hal ini. “Semua menteri perdagangan sebelum dan setelah saya juga merestui atau mengesahkan izin impor gula kristal mentah untuk diolah jadi gula kristal putih,” jelas Tom.


Maka dari itu juga,  tim hukum Tom mengatakan seharusnya Kejaksaan Agung juga memeriksa lima mantan menteri perdagangan lain di masa pemerintahan Jokowi. Apalagi, dalam surat penetapan Tom sebagai tersangka, disebutkan bahwa penetapan itu adalah bagian dari upaya Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2023.


Namun, Kejaksaan Agung menilai lima menteri perdagangan lain “tidak ada kaitannya” dengan kasus Tom.


Lantas bagaimana sebenarnya kebijakan impor gula yang diambil para menteri perdagangan di era Jokowi? SIMAK!


Rachmat Gobel


Menteri perdagangan pertama di rezim Joko Widodo adalah Rachmat Gobel, yang menjabat sejak 27 Oktober 2014 hingga 12 Agustus 2015.


Selama Rachmat menjabat, Indonesia mengimpor gula sebanyak total 2,27 juta ton, atau rata-rata 226.813,57 ton per bulan.


Saat menjadi menteri perdagangan, Rachmat mewarisi kebijakan impor gula yang telah ada sejak akhir masa pemerintahan presiden Megawati Soekarnoputri.


Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 527/2004 tentang ketentuan impor gula, yang terbit pada September 2004 dan kemudian mengalami lima kali revisi—terakhir melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 19/2008.



Regulasi ini membagi gula menjadi tiga jenis: gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP).


Pada dasarnya, GKM adalah gula yang perlu diolah lagi, baik untuk menjadi GKR maupun untk menjadi GKP.


GKR adalah gula yang biasa digunakan industri makanan dan minuman berskala menengah dan besar, sedangkan GKP adalah gula yang bisa dikonsumsi langsung dan biasa dimanfaatkan industri makanan dan minuman berskala kecil.


Merujuk Keputusan Menteri No. 527/2004, GKM dan GKR hanya bisa diimpor oleh perusahaan yang telah diakui pemerintah sebagai Importir Produsen Gula dan hanya digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi industri.


Sementara itu, GKP hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang ditunjuk pemerintah sebagai Importir Terdaftar Gula.


Untuk menjadi Importir Terdaftar Gula, setidaknya 75% bahan baku perusahan terkait harus bersumber dari atau merupakan hasil kerja sama dengan petani tebu setempat.


GKP pun tidak dapat diimpor di masa satu bulan sebelum, di saat, dan di masa dua bulan setelah musim giling tebu rakyat, serta bila produksi atau stok GKP dalam negeri telah mencukupi kebutuhan.


Di Keputusan Menteri No. 527/2004, tidak ada ketentuan bahwa hanya BUMN yang boleh mengimpor gula seperti yang dikatakan Kejaksaan Agung saat menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024.


Kejaksaan Agung juga mengklaim, ada rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015—di era Rachmat sebagai menteri perdagangan—yang menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak butuh impor.


Dalam laporan audit tata niaga impor yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk periode 2015 hingga semester satu 2017, memang disebutkan bahwa alokasi impor gula ditentukan dalam rapat koordinasi antarkementerian yang dilaksanakan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.


Namun, di laporan itu, BPK mengatakan tidak berhasil memperoleh notula untuk rapat-rapat koordinasi yang terjadi pada 2015, sehingga tidak bisa menjabarkan kapan rapat terjadi, berapa jumlah impor gula yang disepakati, atau perusahaan mana saja yang mendapat penugasan untuk tahun tersebut.


Yang pasti, pada Januari 2015, Asosiasi Gula Indonesia memang menyatakan bahwa stok gula nasional saat itu masih banyak—sekitar 1,5 juta ton.


Maka, asosiasi mendesak pemerintah untuk tidak melakukan impor GKM dan GKP, apalagi mengingat produksi gula dalam negeri diperkirakan bakal menyentuh 2,54 juta ton tahun itu.


Meski begitu, selang empat bulan, tepatnya pada 19 Mei, Asosiasi Gula Indonesia mengatakan hal berbeda.


Menurut asosiasi, stok gula nasional saat itu tinggal 325.765 ton, yang diproyeksikan bakal habis seusai Idul Fitri pada 17 Juli karena melonjaknya konsumsi gula. Produksi pabrik gula dalam negeri pun disebut kurang optimal.


Tom Lembong


Rachmat Gobel adalah salah satu yang kena kocok ulang kabinet Joko Widodo pada 12 Agustus 2015. Ia lantas digantikan Tom Lembong, yang secara resmi menjabat menteri perdagangan hingga 27 Juli 2016.


Selama Tom Lembong menjabat, Indonesia mengimpor gula sebanyak total 3,83 juta ton, atau rata-rata 348.427,22 ton per bulan.


Seperti dibahas BPK dalam laporan audit tata niaga impor 2015 hingga semester satu 2017, penerbitan izin impor untuk PT Angels Products yang menjerat Tom terkait dengan Induk Koperasi (Inkop) Kartika milik TNI Angkatan Darat.


Merujuk laporan sejumlah media massa pada Juni 2015—saat Rachmat masih menjadi menteri—Kementerian Perdagangan menggandeng Inkop Kartika dalam operasi pasar untuk menstabilkan harga gula menjelang hari raya Idul Fitri yang jatuh pada Juli.



Inkop Kartika bekerja sama dengan produsen dalam negeri untuk menyiapkan 100.000 ton gula. Gula itu didistribusikan di sejumlah daerah di luar Pulau Jawa yang mengalami lonjakan harga, termasuk Aceh, NTT, dan Papua, dari dua minggu sebelum puasa hingga seminggu setelah Lebaran.


Setelah Tom menggantikan Rachmat sebagai menteri, datang surat dari Inkop Kartika bertanggal 18 September 2015, yang intinya meminta Kementerian Perdagangan mengganti stok GKM mereka yang telah digunakan dalam operasi pasar sebelumnya.


Karena tak bisa mengimpor langsung, Inkop Kartika meminta agar izin diterbitkan untuk PT Angels Products agar bisa mengimpor GKM sebanyak 105.000 ton. Kementerian Perdagangan lantas menerbitkan izin itu pada 12 Oktober 2015, menurut catatan BPK.


Sampai titik ini, regulasi impor gula yang berlaku adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 527/2004 yang tidak melarang keterlibatan swasta entah dalam melakukan impor GKM, GKR, ataupun GKP.


Barulah pada 23 Desember 2015, Tom menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 117/2015 yang menggantikan Keputusan Menteri No. 527/2004.


Regulasi ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2016 dan bertujuan membatasi impor gula.


Seperti diatur di sana, impor GKM dan GKR hanya bisa dilakukan perusahaan yang telah memiliki Angka Pengenal Importir-Produsen (API-P).


Dengan API-P, barang yang diimpor hanya bisa dipergunakan sendiri, entah sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.


Sementara itu, impor GKP hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga GKP dalam negeri.


Impor GKP pun hanya bisa dilakukan BUMN yang telah memiliki Angka Pengenal lmportir-Umum (API-U). Dengan API-U, barang yang diimpor dapat diperdagangkan kembali.


Pengecualian tetap dimungkinkan, tapi harus dengan persetujuan menteri perdagangan berdasarkan kesepakatan rapat koordinasi dengan instansi terkait.


Saat konferensi pers penetapan Tom sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung mengatakan Tom melanggar aturan karena GKP hanya bisa diimpor oleh BUMN.


Namun, izin impor untuk PT Angels Products terbit pada 12 Oktober 2015, kira-kira dua bulan sebelum regulasi baru terbit yang mengatur GKP hanya boleh diimpor BUMN. Terlebih lagi, yang diimpor PT Angels Products adalah GKM, bukan GKP.


Yang bisa dipermasalahkan adalah bila PT Angels Products memperdagangkan atau memindahtangankan GKM yang diimpornya ke Inkop Kartika begitu saja. Ini dilarang dalam Keputusan Menteri No. 527/2004, karena GKM yang diimpor sebuah perusahaan harus digunakan sebagai bahan baku proses produksi sendiri.


Selain itu, penerbitan izin impor untuk PT Angels Products disebut tanpa melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Ini diwajibkan, entah dalam regulasi impor lama ataupun yang baru.


Menurut temuan BPK, Kementerian Perdagangan menerbitkan 45 persetujuan impor GKM untuk 12 perusahaan swasta dengan volume total 1,69 juta ton tanpa melalui rapat koordinasi sejak Oktober 2015 hingga semester satu 2017.


Periode itu tak hanya mencakup era Tom sebagai menteri perdagangan, tapi juga penerusnya: Enggartiasto Lukita.


Enggartiasto Lukita


Enggartiasto Lukita adalah menteri perdagangan paling awet di pemerintahan Joko Widodo. Ia menjabat dari 27 Juli 2016 hingga 20 Oktober 2019.


Selama Enggartiasto menjabat, Indonesia mengimpor gula sebanyak total 15,23 juta ton, atau rata-rata 390.508,71 ton per bulan.


Pada periode Enggartiasto, volume impor gula tahunan terus melonjak hingga, bahkan, Indonesia disebut jadi pengimpor gula terbesar di dunia pada 2017-2018.


Impor gula Indonesia mencapai 4,48 juta ton pada 2017 dan 5,04 juta ton pada 2018, merujuk data BPS.



Enggartiasto sempat menyatakan Indonesia butuh mengimpor banyak gula karena tidak siapnya jumlah pasokan dan tidak sesuainya kualitas gula dalam negeri dengan yang diminta industri makanan dan minuman.


Namun, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, pertumbuhan industri makanan dan minuman justru melambat pada 2018 dibanding 2017, yang mengindikasikan impor GKR tidak terserap sepenuhnya ke industri dan bisa jadi bocor ke pasar konsumsi.


Agus Suparmanto


Pada awal periode kedua pemerintahannya, Joko Widodo menunjuk Agus Suparmanto menjadi menteri perdagangan menggantikan Enggartiasto.


Agus menjabat sejak 23 Oktober 2019 hingga 23 Desember 2020. Selama periode itu, Indonesia mengimpor gula sebanyak total 6,2 juta ton, atau rata-rata 442.901,27 ton per bulan.


Pada 2019, saat Agus secara efektif hanya menjabat di dua bulan terakhir, impor gula tahunan Indonesia turun ke 4,09 juta ton.


Namun pada 2020, ketika ia menjabat nyaris setahun penuh, angkanya melonjak lagi hingga menyentuh 5,54 juta ton.


Munculnya pandemi Covid-19 pada 2020 membuat sejumlah negara menutup akses perdagangan, sehingga memicu kelangkaan pasokan dan tingginya harga gula.



Pada pertengahan April 2020, misalnya, harga GKP atau gula konsumsi sempat mencapai lebih dari Rp19.000/kg di Jakarta, dan bahkan melewati Rp21.000/kg di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, jauh di atas harga eceran tertinggi Rp12.500/kg yang ditetapkan pemerintah.


Sebelum kasus Covid-19 pertama di Indonesia muncul, tepatnya pada 17 Februari 2020, Agus sempat merilis ketentuan impor gula baru melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 14/2020.


Melalui regulasi baru ini, pemerintah mengubah syarat nilai kemurnian gula yang boleh diimpor. Untuk GKM, misalnya, diubah dari minimal 1.200 ICUMSA Unit (IU) menjadi minimal 600 IU.


Salah satu pertimbangannya adalah untuk mengakomodasi GKM dari India yang nilai kemurnian gulanya berkisar di 800 IU.


Muhammad Lutfi


Setelah sebelumnya pernah menjadi menteri perdagangan pada 2014 di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Muhammad Lutfi kembali direkrut Joko Widodo untuk mengisi pos yang sama sejak akhir 2020.


Secara resmi Lutfi menjabat dari 23 Desember 2020 hingga 15 Juni 2022. Selama ia jadi menteri perdagangan, Indonesia mengimpor gula sebanyak total 9,12 juta ton, atau rata-rata 506.739,43 ton per bulan.


Ini adalah angka rata-rata impor bulanan tertinggi untuk menteri perdagangan di era Jokowi.


Saat menjadi menteri perdagangan, Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20/2021, yang mencabut puluhan aturan lama sekaligus yang terkait ketentuan impor berbagai komoditas berbeda, termasuk gula.



Beleid itu kemudian direvisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 25/2022. Regulasi baru ini (plus revisinya) merinci berbagai persyaratan impor barang tertentu, termasuk gula.


Untuk GKM, GKR, dan GKP, persetujuan impor disebut akan diterbitkan berdasarkan neraca komoditas (apabila telah tersedia).


Pada periode Lutfi, memang terbit pula Peraturan Presiden No. 32/2022 tentang neraca komoditas pada 21 Februari 2022, yang merupakan peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja di bidang perdagangan.


“Neraca komoditas adalah basis data terintegrasi dan terpusat berisi pasokan dan kebutuhan produk yang diperdagangkan, yang menjadi dasar pengambilan keputusan impor dan ekspor,” tulis Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dalam laporan ringkasan kebijakannya pada Maret 2022.


“Data setiap produk yang termasuk dalam neraca komoditas akan dikompilasi setiap tahun sebelum bulan Desember, untuk menyelaraskan data kebutuhan dan pasokan barang.”


Zulkifli Hasan


Jokowi lantas menunjuk Zulkifli Hasan untuk menggantikan Lutfi sebagai menteri perdagangan pada pertengahan 2022.


Secara resmi, Zulkifli menjabat sejak 15 Juni 2022 hingga 20 Oktober 2024. Pada periode itu (minus bulan terakhir ia menjabat karena data belum tersedia), Indonesia mengimpor gula sebanyak total 11,1 juta ton, atau rata-rata 411.173,12 ton per bulan.


Saat menjabat, Zulkifli menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 untuk menggantikan peraturan sebelumnya yang dikeluarkan Lutfi.



Ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 berlaku mulai 10 Maret 2024, dan hingga kini telah tiga kali diubah—terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024.


Regulasi ini berisi detail persyaratan yang dibutuhkan untuk mengimpor berbagai komoditas. Untuk gula, penerbitan izin impor masih tetap berdasarkan neraca komoditas dan GKP hanya bisa diimpor oleh BUMN.


Apakah wajar impor gila terus meningkat?


Krisna Gupta, peneliti di Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), mengatakan wajar melihat impor gula Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, mengingat produksi gula nasional stagnan di saat konsumsi terus naik.


“Stok gula tidak pernah surplus. Tidak pernah ada situasi di mana kita tidak impor gula. Semua gula itu pasti habis, pasti dibeli. Pertanyaannya: habis di harga berapa? Kalau tidak ada impor, ya dia habis tapi dengan harga tinggi. Kalau diimpor, ya bakal habis juga, cuma akan habisnya di harga yang lebih rendah," jelasnya.


Karena itu, kementerian terkait rutin melakukan rapat koordinasi untuk menentukan alokasi impor gula demi menambal kebutuhan dalam negeri.


Misalnya pada Mei 2015, saat stok gula nasional hanya tersisa 325.765 ton dan diproyeksikan bakal habis seusai Idul Fitri pada 17 Juli karena melonjaknya konsumsi.


Sementara menurut Anthony Budiawan, Managing Political Economy and Policy Studies (PEPS) yang dihadirkan sebagai saksi ahli tim Tom Lembong saat sidang praperadilan pada Kamis (21/11/2024), kondisi pada Mei 2015 itu memprihatinkan.


Menurut ekomom ini saat itu pemerintah memiliki dua opsi untuk menambah pasokan gula kristal putih (GKP), entah dengan langsung mengimpor GKP atau mengimpor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah jadi GKP.


Karena, imbuhnya, peraturan yang ada tidak mewajibkan impor langsung GKP sebagai satu-satunya cara memenuhi kebutuhan domestik. “Kekurangan GKP bisa dipenuhi dari produksi GKM menjadi GKP,” kata Anthony saat sidang.


Transparan Kejagung diragukan


Alasan penetapan Tom sebagai tersangka dan penahanannya hingga kini masih jadi bahan perdebatan publik. Saat sidang praperadilan pertama, Senin (18/11/2024), tim hukum Tom pun menuding Kejaksaan Agung telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Mereka menyebut ada sejumlah kesalahan prosedur yang telah terjadi.


“Penetapan tersangka pemohon tidak didasarkan pada bukti permulaan berupa minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP,” kata kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir.


Tom Lembong pun disebut tidak mendapat kesempatan untuk menunjuk penasihat hukumnya sendiri saat ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa pertama kali sebagai tersangka.


Selain itu, tim kuasa hukum Tom mempertanyakan pernyataan Kejaksaan Agung bahwa Tom telah merugikan negara hingga Rp400 miliar. Angka ini berasal dari perhitungan keuntungan yang didapat delapan perusahaan swasta yang terlibat dalam kasus ini, yang menurut Kejaksaan Agung seharusnya bisa menjadi keuntungan BUMN.


Di sisi lain, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 menyebut penyidikan korupsi mesti memperhitungkan kerugian nyata, bukan potensi kerugian.


Kendati, Kejaksaan Agung menegaskan mereka telah bertindak sesuai prosedur. Kejaksaan Agung menyatakan telah mengantongi sedikitnya empat bukti sebelum menetapkan Tom sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan.


"Diperoleh empat alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP, yakni yang didapatkan alat bukti keterangan saksi, ahli, surat dan petunjuk maupun elektronik. Tersangka sudah diperiksa menjadi saksi sebelum ditetapkan menjadi tersangka," kata perwakilan Kejaksaan Agung, Teguh A., saat sidang praperadilan pada Selasa (19/11/2024).


Dia menambahkan, jika pihak-pihak yang bersangkutan termasuk mantan menteri perdagangan lain terbukti terlibat dalam kasus ini, maka pembuktian atau berkas perkaranya akan berbeda dengan Tom.


"Dalam perkembangan penyidikan, bila terdapat cukup bukti atas keterlibatan pihak-pihak lainnya tentunya penyidik akan menindaklanjuti dengan penetapan tersangka yang tentu itu pembuktiannya tidak menjadi satu berkas perkara," jelas Teguh.


Menyoal itu, Egi Primayogha, koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan kegaduhan mengenai kasus Tom bisa terjadi karena sejak awal Kejaksaan Agung tidak transparan dalam menjelaskan perkara yang tengah ditangani.


“Jika Kejaksaan Agung tidak memperjelas dan mengusut lebih jauh mengenai hal ini, maka publik akan terus memberikan dugaan negatif terhadap penanganan kasusnya begitu juga dengan prosedur penangkapan, dan sebagainya,” kata Egi.


“Selain itu, pengusutan aktor lain dalam kasus impor gula ini menjadi penting. Ini lantaran impor gula juga dilakukan pada masa menteri-menteri pasca-Tom Lembong," timpalnya.


Kejagung berani periksa Jokowi?


Untuk membuat kasus ini terang benderang, kesaksian Jokowi sangat dibutuhkan baik di pengadilan maupun di gedung bundar Jampidsus Kejagung.


“Wahai @KejaksaanRI Kapan saudara Jokowi dipanggil?” kata Stevan dikutip Monitorindonesia.com dari unggahannya di X, Sabtu (23/11/2024).


Menurut Stevan, pernyataan Tom Lembong jelas. Bahwa keputusannya melakukan impor yang belakangan membuat dirinya jadi tersangka korupsi karena perintah Jokowi. “Jelas sudah siapa yang memerintahkan. Tom Lembong dalam setiap Keputusan Tom Lembong saat menjadi Mendag Jokowi!” katanya.


Lantas dia mempertanyakan apakah Jokowi kebal hukum pun mencuat. Apakah memang eks Wali Kota Solo itu punya hak istimewa. “Apakah ada perlakuan berbeda terhadap Jokowi di mata hukum Indonesia?” tanyanya.


Pun dia menilai apa yang dikatakan Tom Lembong bisa jadi pintu masuk. Bahwa Jokowi mesti diperiksa. “Karena kalau sudah sejelas ini tidak juga dipanggil untuk diperiksa. Tidaklah salah publik menganggap Bahwa Jokowi adalah anak emas yang kebal hukum,” pungkasnya.


Stevan juga menyentil Presiden Prabowo Subianto. Ia berharap Ketua Umum Partai Gerindra itu memberi perhatian terhadap hal tersebut. “Mohon Atensinya Pak Presiden,” pungkasnya.


Pengacara Tom Lembong Laporkan Saksi Ahli


Pengacara Thomas Trikasih Lembong, Ari Yusuf Amir, melaporkan dua saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak Kejaksaan dalam sidang praperadilan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kedua saksi ahli tersebut dilaporkan atas dugaan plagiasi dan sumpah palsu.


Ari Yusuf Amir menyebut, laporan dugaan plagiasi telah disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sementara itu, laporan dugaan sumpah palsu diajukan ke pihak kepolisian.


Laporan itu berupa dugaan plagiasi kepada Kemenristekdikti soal plagiasi dan kepada pihak kejaksaan soal dugaan melakukan sumpah palsu di depan sidang pengadilan.


"Soal plagiasi itu kami telah kirimkan laporkan Kemenristekdikti. Ini karena terkait dua saksi ahli dari pihak kejaksaan tersebt adalah akademisi. Sedangkan pelaporan ke pihak kepolisian karena ini terdapat indikasi perbuatan pidana sumpah palsu seperti yang diatur pada pasal 342 KUH Pidana," ujar Ari Yusuf Amir, Jumat (22/11/2024).


Ari menjelaskan bahwa kedua saksi ahli hukum pidana yang dilaporkan adalah Taufik Rachman dan Hibnu Nugroho. Ia menuduh keduanya melakukan plagiasi dalam kesaksian yang mereka berikan di persidangan.


Indikasi plagiasi terlihat jelas. Dari 17 butir kesaksian, butir 1 hingga 9 identik, mulai dari penggunaan huruf besar dan kecil, tanda baca, pilihan kata, hingga jenis huruf yang sama persis. Perbedaan hanya terdapat pada butir 9 hingga 17.


Pengacara Thomas Trikasih Lembong melaporkan dua saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak Kejaksaan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan


‘’Tentu kami sangat heran dan curiga mengapa sebagian besar kesaksian itu identik. Kami bertanya-tanya padahal keduanya seorang akademisi. Maka atas kasus ini kami telah melaporkan temuan itu kepada dua pihak tersebut. Jadi kami ingin tahu kenapa keterangan bisa seperti itu karena ini terkait dengan kredibilitas sebuah kesaksian hukum?’’ jelas Ari.


Jaksa Bantah Tuduhan Plagiasi dalam Sidang Praperadilan Thomas Lembong


Sidang yang digelar di PN Jakarta Selatan (Jaksel) pada Jumat (22/11/2024) ,menghadirkan saksi ahli dari termohon Kejaksaan Agung mulai pukul 09.30 WIB. Menurut pengacara Tom Lembong keterangan dua ahli yang dipermasalahkan karena plagiasi adalah Hibnu Nugroho dan Taufik Rachman.


Terkait tuduhan adanya plagiasi tersebut, jaksa dari Kejagung Zulkipli, seperti dilansir berbagai telah media massa membantahnya. 


Dia mengatakan, pernyataan  Ari Yusuf Amir itu terlalu terburu-buru dalam menyimpulkan. “Penilaian terhadap keterangan ahli tidak bisa dinilai sendiri oleh penasihat hukum. Ini kami ada dua afidavit yang kami sampaikan, itu berbeda. Terlalu terburu-buru penasihat hukumnya itu,” tutur Zulkipli.


Zulkipli menambahkan, bahwa naskah yang dibuat dari saksi ahli pidana, yakni Hibnu Nugroho dan saksi ahli pidana Taufik Rachman memang ada beberapa yang sama. “Kita bicara kutipan, memang ahli mengutip putusan dan peraturan. Ketika kutipan itu dilakukan, mestinya sama, pasti sama,” tambahnya.


Meski demikian, lanjutnya, kutipan terkait putusan dan peraturan itu, tidak bisa disebut sebagai hasil penjiplakan atau plagiasi. Dia mengaku keberatan dengan pernyataan pihak kuasa hukum Tom. “Istilah (jiplak) itu sangat serius. Apalagi beliau (para saksi ahli) itu akademisi, guru besar,” pungkasnya.


Dia juga menjelaskan, ketika para saksi ahli menerangkan hal yang sama terhadap suatu persoalan, itu hal yang biasa saja. Zulkipli pun menilai seharusnya tidak ada yang perlu dipersoalkan soal pendapat ahli yang sama tersebut.


Terkait tuduhan tersebut, saksi ahli Hibnu Nugroho telah membantah adanya plagiasi melalui pernyataan yang dilansir media cetak dan televisi. Sementara itu, hingga berita ini ditulis, saksi ahli Taufik Rachman belum memberikan tanggapan resmi yang dimuat oleh media.


Sidang praperadilan Thomas Lembong terus menarik perhatian publik, dengan argumen dari kedua belah pihak yang semakin memanas. 


Sumber: MonitorIndonesia

Penulis blog