DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksmana Bonaprapta menilai, keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan fasilitas jet pribadi yang diterima putra Presiden ketujuh RI Joko Widodo, Kaesang Pangarep, bukan gratifikasia dalah hal menyesatkan.
Gandjar juga menilai keliru alasan KPK menyatakan fasilitas tersebut tidak termasuk gratifikasi karena Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah hidup terpisah dengan orangtuanya.
"Keliru, keliru, dan bukan cuma keliru menurut saya, malah jadi menyesatkan," kata Gandjar saat ditemui di Gedung C1 KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Gandjar meniuturkan, Pasal 12B Ayat 1 UU Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa gratifikasi tidak mesti dalam bentuk barang, tetapi juga dalam bentuk fasilitas/jasa.
Ia mengatakan, gratifikasi berupa fasilitas, layanan, dan kenyamanan jika merujuk aturan memang ditujukan untuk penyelenggara negara.
Gandjar juga menekankan, penerima gratikasi berupa barang dan jasa itu tidak harus dinikmati langsung oleh penyelenggara negara, melainkan bisa dinikmati langsung oleh keluarga inti atau orang terdekatnya.
"Terutama keluarga inti. Jadi misalnya kalau saya jadi pejabat, orang-orang itu berbaik-baik bukan cuma kepada saya, tapi juga berbaik-baik ke istri saya, berbaik-baik ke anak saya," ujar dia.
Gandjar pun menyebutkan bahwa sudah ada kasus-kasus lain yang membuktikan gratifikasi kepada pejabat publik diberikan melalui orang-orang terdekat.
"Ini riwayatnya ada semua. Yurisprudensinya ada, presedennya ada. Jadi yang kita harus pastikan adalah bahwa larangan kepada pejabat untuk menerima gratifikasi suap dan lain-lain, itu juga berlaku pada keluarga intinya," kata dia.
Oleh karena itu, menurut dia, KPK semestinya tidak menyasar Kaesang, melainkan meminta pertanggung jawaban hukum dari orang tuanya selaku penyelenggara negara.
Gandjar menyebutkan, KPK semestinnya dapat memeriksa Jokowi selaku penyelenggara negara atas fasilitas jet pribadi yang diterima putra bungsunya itu.
"Makanya harus bertanggung jawab siapa? Si pejabatnya. Enggak ada yang mau ngejar si anak kok. Enggak ada. Justru salah kalau ngejar si anak. Nah orang mungkin menganggap, karena dia (Kaesang) bukan pegawai negeri penyelenggara negara. Bukan itu isunya," ujar Gandjar.
Gandjar juga mengkritik pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang menyatakan fasilitas jet pribadi bukan gratifikasi karena Kaesang sudah hidup terpisah dengan orang tuanya.
"Di dalam hukum tidak pernah ada riwayat konsekuensi hukum tertentu akibat pisah kartu keluarga. Belum pernah ada, jadi isu pisah kartu keluarga ini saya tidak tahu siapa yang mengajarin, siapa yang mulai, ini menyesatkan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan bahwa fasilitas pesawat jet pribadi yang diterima Kaesang Pangarep bukan gratifikasi karena jasa tersebut langsung ditawarkan kepada Kaesang dan dinikmati langsung olehnya.
Ghufron mengatakan, fasilitas itu juga tidak diberikan untuk Jokowi ataupun kakak Kaesang, Gibran Rakabuming Raka, yang berstatus sebagai penyelenggara negara.
"Karenanya, ini asumsinya jasa (pinjam jet pribadi) tersebut bukan untuk penyelenggara negara, bukan untuk orangtuanya atau bukan untuk kakaknya. Nah, ini yang perlu dipahami karena kami memandang bahwa jasa itu dinikmati dan untuk yang bersangkutan (Kaesang Pangarep)," kata Ghufron di Gedung C1 KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Ghufron mengatakan, fasilitas jet pribadi tersebut disebut gratifikasi apabila berupa barang yang diterima meski belum sampai kepada penyelenggara negara, tetapi diberikan melalui anggota keluarga sebagai perpanjangan tangannya.
"(Sementara) ini (nebeng jet pribadi) jasa. yang dinikmati langsung. Artinya, dinikmati dan selesai pada proses nebengnya," ujar dia.
Sumber: Kompas