DEMOCRAZY.ID - Dalam "minggu tenang" menjelang Pilkada 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ternyata tidak tenang.
Tanpa kehadirannya di Jakarta, Jokowi memilih untuk hadir dalam kampanye akbar di Jawa Tengah mendukung pasangan calon Ahmad Luthfi-Taj Yasin yang lebih sejalan dengan kepentingannya.
Sementara kampanye pasangan Ridwan Kamil dan Suswono di Jakarta, yang seharusnya menjadi proyek politik keluarga, berlangsung tanpa sentuhan tangan besarnya.
Jokowi yang dikenal selalu memiliki pengaruh besar dalam politik Indonesia, kini terlihat semakin sulit mengendalikan situasi.
Pengamat politik Rocky Gerung melihat ketidakhadiran Jokowi di Jakarta sebagai sinyal bahwa kekuasaannya mulai goyah, terlebih karena pasangan Ridwan Kamil dan Suswono yang dijagokan Jokowi tampak kurang mendapat sambutan dari publik dan relawan kampanye.
Gerung menilai, kombinasi antara Ridwan Kamil dan Suswono merupakan pasangan politik yang dangkal, dipaksakan oleh Jokowi dengan harapan bisa mempertahankan kendali atas Jakarta.
Namun, masyarakat Jakarta tidak tampak antusias, dan bahkan para ketua umum partai koalisi Indonesia Maju pun tampak tidak hadir dalam acara tersebut.
"Kampanye ini seperti garam di laut yang sudah asin," ujar Gerung, menambahkan bahwa teknik-teknik politik Jokowi yang selama ini berhasil, kini mulai kehilangan efeknya.
Gerung menambahkan bahwa kekalahan politik di Jakarta mungkin saja hanya permulaan, karena Anies Baswedan, dengan dukungan PDIP, siap memasuki gelanggang pertarungan langsung melawan Jokowi dengan memberikan dukungan kepada Pramono Anung-Rano Karno.
Menurut Gerung, Anies bukan hanya ancaman karena kapasitas politiknya, tetapi juga karena ia menjadi batu sandungan besar bagi ambisi Jokowi untuk memuluskan langkah anaknya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon presiden pada 2029.
Sementara itu, di luar Jakarta, situasi semakin memanas.
Gerung menilai, jika Jokowi gagal mempertahankan kontrol di Jakarta dan daerah lainnya seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka legitimasi Gibran sebagai calon presiden pun akan semakin merosot.
Bahkan, Jokowi bisa terperosok lebih dalam, dengan sebagian kalangan mulai mengkritik keras kepemimpinannya yang dinilai gagal menangani masalah ekonomi.
Satu hal yang menarik, Gerung menyoroti bahwa jika Jokowi tidak dapat mempertahankan posisi politiknya, hubungan antara Prabowo Subianto dan Gibran pun akan mulai retak.
Jokowi, yang selama ini menjadi "penopang" Gibran dalam peta politik, akan kehilangan pengaruh besar.
"Ini akan menjadi kesalahan besar bagi Prabowo jika dia tidak memisahkan diri dari Jokowi, karena jika tidak, hubungan mereka akan segera mengalami titik kritis," tegas Gerung.
Politik Indonesia memasuki babak baru yang penuh ketidakpastian, dengan Gibran yang mungkin segera menjadi figur yang tidak relevan.
Sementara itu, Jokowi tampaknya harus menghadapi kenyataan bahwa pengaruhnya yang sebelumnya kuat kini mulai tergerus, dan ia harus mencari cara baru untuk mempertahankan pengaruh politiknya.
Sebuah ironi, mengingat mantan presiden ini pernah dianggap sebagai figur yang mampu mengatur segala sesuatunya.
Namun kini, Jakarta pun sepertinya sudah mulai terlepas dari genggamannya.
Sumber: PorosJakarta