CATATAN POLITIK

Gibran Rakabuming Raka: 'Naik Jabatan Tanpa Kemampuan - Turun Tanpa Kehormatan'

DEMOCRAZY.ID
November 07, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
Gibran Rakabuming Raka: 'Naik Jabatan Tanpa Kemampuan - Turun Tanpa Kehormatan'


Gibran Rakabuming Raka: 'Naik Jabatan Tanpa Kemampuan - Turun Tanpa Kehormatan'


Pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, baru-baru ini menjadi sorotan ketika Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka hadir tanpa memberikan sambutan atau pengarahan yang diharapkan. 


Peristiwa ini memicu kekhawatiran mendalam mengenai kapasitas kepemimpinan Gibran, yang melesat ke panggung nasional dengan cepat tetapi tanpa rekam jejak yang cukup di bidang pemerintahan tingkat tinggi.


Kapasitas Kepemimpinan yang Minim


Dalam konteks leadership development, absennya Gibran dalam peran penting seperti memberikan sambutan di acara besar menunjukkan gap signifikan dalam keterampilan komunikasi dan public engagement. 


Jabatan Wakil Presiden tidak hanya menuntut kehadiran simbolis, tetapi juga kapasitas untuk berbicara di hadapan publik dengan keyakinan dan memberikan arahan yang inspiratif serta strategis. 


Ketiadaan sambutan di acara MTQ mengindikasikan kurangnya kemampuan Gibran dalam aspek assertive leadership dan strategic communication.


Political Capital yang Diragukan


Gibran, sebagai figur publik dengan high visibility, masih dipertanyakan mengenai political capital-nya. 


Karier politiknya, yang melonjak dari pengusaha muda menjadi Wali Kota Solo, kemudian Wakil Presiden, telah memicu perdebatan tentang meritokrasi versus nepotisme. 


Pengaruhnya sebagai pemimpin nasional diragukan karena minimnya track record yang menunjukkan kapasitas dalam pengambilan keputusan strategis atau crisis management.


Dampak Bagi Governance


Ungkapan “naik panggung tanpa kemampuan, ia akan turun tanpa kehormatan” menjadi relevan dalam konteks ini. 


Seorang pemimpin yang tidak dapat menavigasi tantangan dan ekspektasi publik berpotensi merusak kredibilitas dirinya dan membawa dampak negatif pada stabilitas pemerintahan. 


Dalam periode yang penuh tantangan—mulai dari gejolak ekonomi global hingga dinamika politik dalam negeri—Indonesia memerlukan pemimpin dengan crisis resilience dan decision-making skills yang matang.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog