“Eeh Guwe Pamit Mau Dinas ke Luar Negeri, Ellho Jangan Coba Macam-Macam Ye?!"
Oleh: MN LAPONG
(Presedium PRRI)
Semalam gak bisa tidur, pikiran ngelantur kemana-mana, aneh! cuman tentu positifnya bagi saya masih terus dalam tagline koridor Bela Negara, plus Bela Suara Rakyat.
Ya! Dalam Narasi berbeda mungkin seperti dengan tagline kawan saya yang tokoh aktivis itu Sdr. Said Didu, menyebutnya dengan narasi Manusia Merdeka!, beda tipis dengan Narasi Tan Malaka, Merdeka 100%! Atau Bapak Guru Bangsa HOS Tjokroaminoto, Merdeka Sejati!
Semua tagline tagline diatas itu tentu dimaksudkan oleh sang tokoh sebagai proses usahanya kepada arah perubahan kehidupan bangsa yang lebih baik, yakni adil dan mensejahterakan bagi bangsa ini, namun sayang hingga kini kenyataannya sebagian besarnya masih berkutat hidup miskin dan termarginalkan – istilah Bung Karno terjajah sekalipun sudah merdeka.
Dengan kata lain kehidupan mereka masih bisa disebut MaRHein (Massa Rakyat Hedoep Prihatin).
Pilihan judul dalam tulisan tipis kali ini, kalau pake cocokologi bisa jadi itu menjadi dipas-paskan dengan suasana kebatinan saya yang sudah terlanjur kecewa dengan susunan kabinet 100 menteri Negeri – Konoha (istilah Nitizen).
Serupa tapi tak sama kabinet Dwikora di era Bung Karno. Istilah Nitizen di medsos menyebutnya Kabinet Gemoy.
Tak menyangka ada konsensus politik yang menyalip ditikungan antara Jakarta – Solo, yang semula disebut Kabinet Saken tiba tiba menjadi Kabinet Se’cen. Naudzubillah Min Dzalik!
Publik yang semula menaruh harapan besar, mengingat heroisme pak PS dalam narasi Indonesian Paradoks yang begitu indah tiba-tiba menjadi lebur tanpa bentuk dari otentiknya dan otoritatifnya seorang PS yang dikenal emak-emak yang sekian pemilu menjadi pendukung setia beliau.
Astaga! Nasi sudah jadi bubur, kepada harapan yang begitu tinggi dalam visioner seorang PS berangsur-angsur pupus pada harapan (Paman Doblang), bahwa “perjuangan adalah pelaksanaan kata kata.”
Paman Doblang! Aku yang kecewa ini masih berharap pada heroisme PS yang rela mati untuk rakyatnya, bahwa kelak setelah fase otentiknya kembali muncul segera! Bahwa, “Kesedaran adalah matahari.
Kesabaran adalah bumi.
Keberanian menjadi cakrawala.
Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata!”
Sehingga! Lontaran kalimat mu untuk pamit kepada “raja Jawa” di Solo semalam, seperti yang saya bayangkan,,.
“Eeh Guwe Mau Dinas Ke Luar Negeri, Ellho Jangan Coba Macam Macam Ye !
Itu sudah cukup bagiku sebagai isyarat, bahwa otentikasi dan otoritatifnya seorang PS telah kembali seperti sedia kala, semoga sekembalinya PS dalam perjalanan luar negeri, kesadaran dan keberanian itu kembali menancap bumi ibu Pertiwi, untuk mewujudkan ‘perubahan emas’ bagi negeri yang telah porak poranda oleh ketamakan ambisi dinasti Politik. ***