Anies vs Fufufafa: 'Clash of Indonesian Civilization'
Oleh: Smith Alhadar
Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)
Pasca Perang Dunia II, Indonesia adalah negara pertama yang berhasil membebaskan diri dari penjajahan.
Membanggakan. Terlebih, kemerdekaan itu diraih melalui perjuangan rakyat pimpinan para intelektual.
Maka, muncul optimisme di cakrawala bahwa pada akhirnya RI akan melahirkan peradaban baru berbasis humanisme dan nasionalisme berketuhanan sebagaimana tercermin pada Pancasila sebagai falsafah negara.
Humanisme adalah aliran filsafat yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam kehidupan.
Ia menghargai nilai-nilai kemanusiaan, martabat manusia, dan potensi unik setiap individu. Humanisme juga menekankan pentingnya empati, toleransi, dan rasa keadilan dalam interaksi sosial.
Nasionalisme adalah faham dan sikap yang menunjukkan kesetiaan dan pengabdian kepada bangsa dan negara.
Juga dapat diartikan sebagai keinginan mewujudkan persatuan dalam bernegara. Keduanya tak bertentangan dengan agama. Bahkan, agama melegitimasi kedua faham itu.
Dengan kata lain, Indonesia Merdeka menjanjikan peradaban modern, demokratis, beradab, dan adaptif terhadap perubahan. Anies Rasyid Baswedan mewakili atau penerus cita-cita founding fathers ini.
Sayangnya, ia disingkirkan dari panggung politik secara vulgar 79 tahun sejak cita-cita mulia itu dicetuskan.
Bila sebagian orang tak menyukainya adalah wajar. Konghucu atau Confucius mengatakan, orang baik dibenci sebagai orang dan dicintai sebagian lainnya.
Para pembencinya bertolak dari alasan primordalisme, rasisme, perbedaan politik, dan hal pribadi lainnya.
Tapi mereka mengakui Anies seorang intelektual berintegritas. Tak hanya itu. Kinerja Anies ketika memimpin DKI Jakarta pun terbilang kinclong.
Itu terlihat dari tingkat kepuasan atau approval rating warga Jakarta terhadapnya mencapai 83 persen menjelang akhir pemerintahannya.
Saat ini, di tengah kampanye pemilihan gubernur Jakarta, para pasangan calon menjalankan politik asosiatif dengan Anies.
Bahkan, para calon pemimpin di beberapa daerah pun mondar-mandir ke rumah Anies minta dukungan.
Ini indikasi kuat bahwa Anies cukup populer di tingkat nasional yang terbangun dari kapasitas intelektual, integritas, track record, dan leadership-nya.
Tidak ada tokoh informal, tak berpartai, dan independen saat ini yang memiliki pengaruh politik yang sedemikian besar melebihi Anies.
Selain pertimbangan elektabilitas Anies dalam pilpres 2024, karakter jujur, disipilin, kerja keras Anies-lah yang mendorong Partai Nasdem, PKB, dan PKS tak ragu mencapreskannya meskipun menghadapi tekanan besar dari Istana.
Pasangan Anies-Muhaimin memang kalah dalam kontestasi, tapi kalah dalam kompetisi yang tidak fair ketika Mulyono menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan Prabowo-Fufufafa.
Fufufafa sendiri dimungkinkan menjadi cawapres atas rekayasa dan manipulasi hukum Ketua MK, ipar Mulayono, sekalgus paman Fufufafa.
Mengapa Anies harus disingkirkan? Karena ia menjanjikan peradaban baru bagi Indonesia di tengah perubahan sosial domestik dan dinamika politik, ekonomi, teknologi global. Sialnya, peradaban baru itu menolak otoritas dan karakter seperti Mulyono.
Ya, Anies adalah simbol peradaban baru. Ia banyak membaca sejarah bangsa, terinspirasi oleh perjuangan politik kebangsaan kakeknya, dibesarkan oleh nilai-nilai Islam substansial dari kedua orangtuanya melalui yang terpelajar, dipupuk oleh budaya Jawa, diluaskan wawasan kebangsaannya melalui interaksi dengan mahasiswa dari berbagai suku di tanah air saat kuliah di UGM, dan didewasakan oleh gagasan-gagasan besar dunia ketika berkuliah di AS.
Dus, Anies adalah representasi sempurna generasi baru Indonesia yang bercorak kosmopolitan.
Figur yang dapat diandalkan membawa Indonesia memasuki cakrawala baru yang penuh tantangan serius di saat Indonesia berada di persimpangan jalan, periode krusial ketika Indonesia harus membebaskan diri dari middle income trap yang sulit.
Kalau bonus demografi yang kita punya hari ini gagal dimanfaatkan, Indonesia akan menjadi tua sebelum kaya.
Artinya, harapan menjadi negara makmur dan kuat hanyalah ilusi. Sayangnya kita membuang Anies untuk digantikan Fufufafa.
Fufufafa, yang diplot Mulyono untuk menggantikan Prabowo, adalah simbol dekadensi intelektual dan moral bangsa.
Dengan kata lain, Fufufafa adalah antitesa Anies. Ia tak punya prestasi ketika memimpin Solo. Pendidikannya terbatas. Moralitasnya pun dipertanyakan.
Ia menyerang Prabowo dan keluarganya melampaui batas-batas yang digariskan budaya dan agama. Lalu, ia diduga kuat terlibat KKN.
Naiknya ke posisi puncak pun tidak didasarkan pada kemampuannya, melainkan hasil persekongkolan Mulyono, MK, oligarki, pimpinan parpol, dan aparat negara.
Tak usah heran kalau kemudian ia menjadi olol-olok netizen. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto tak percaya kepadanya.
Ketika akan melawat ke luar negeri, Prabowo meminta para menteri meneleponnya, bukan melapor ke Wapres, kalau menghadapi masalah.
Bahkan, dalam kesempitan waktunya, Prabowo memimpin rapat kabinet online. Ini anomali yang harus dilakukan Prabowo.
Memang tidak mungkin menyerahkan tanggung jawab kenegaraan kepada pemimpin ignorant alias bebal.
Fufufafa yang bermental korup datang dari peradaban gelap, yang membuat para founding fathers menangis di alam barzah.
Cita-cita mereka ia patahkan dan, dengan sikap tengil, Fufufafa menantang: Aku anak Mulyono, mau apa kalian!
Biar begitu, Bahlil Lahadalia, yang gelar doktoralnya dibatalkan, mencium tangannya. Para menteri lain, sambil menyembunyikan rasa malu, bertepuk tangan saat dia menyampaikan pidato kosong. Bahkan, ada yang menulis buku “Gibran, The Next President”.
Jangan meremehkan peluang Fufufafa menggantikan Prabowo. Karena dia adalah proksi oligarki, loyalis Mulyono, dan didukung negara besar di kawasan.
Tidak mungkin Fufufafa dibawa ke Istana hanya untuk jadi pajangan. Ia direncanakan secara diam-diam oleh sejumlah orang pintar pimpinan Mulyono untuk mengambil alih negara.
Agar terlihat ada kegiatan, Fufufafa rajin blusukan membagi-bagi bansos. Ia pun membentuk program “Lapor Mas Wapres”.
Program yang meniru program serupa bentukan pemerintahan Presiden Soeharto dan Presiden SBY ini hanyalah gimik untuk mengakumulasi modal politik.
Fufufafa sungguh-sungguh ingin dan diinginkan kekuatan jahat untuk menjadi presiden. Dan sangat mungkin mimpi itu terwujud. Inilah yang mengkhawatirkan banyak orang.
Tapi, anehnya, tidak banyak kaum cerdik pandai yang prihatin pada situasi dan kondisi ini. Padahal, Fufufafa akan melahirkan peradaban dari masa yang tak dapat diingat lagi.
Kendati usianya muda, ia dilahirkan dari rahim dark age ketika humanisme dan nasionalisme belum dikenal.
Sungguh, Fufufafa dengan kendali dan arahan pihak-pihak yang rakus, akan membalikkan arus zaman ketika hukum tak diindahkan, ilmu pengetahuan tak dipercaya, oposisi dihukum, perbedaan pendapat dilenyapkan, kebenaran tak diakui, dan moral hanya jadi mainan.
Dus, kita sedang berjalan mundur dalam lorong gelap. Memang Anies dan Fufufafa adalah simbol benturan peradaban Indonesia hari ini. Orang-orang waras berhati bersih dan berpikiran progresif pasti berpihak pada Anies.
Maksudnya, membela orang yang memiliki visi Indonesia ke depan semacam Anies. Orang Indonesia semacam Anies atau bervisi seperti dia tentu saja banyak.
Tapi untuk kebutuhan tulisan ini, kiranya Anies dan Fufufafa mewakilinya. Memang yang berkuasa saat ini adalah Presiden Prabowo Subianto. Saya percaya dia jujur, punya leadership, dan memiliki kapasitas intelektual yang memadai.
Tapi dia datang dari era yang telah lampau. Terlebih, ia telah terperangkap dalam labirin ciptaan Mulyono yang sulit mencari jalan keluarnya. Dus, Prabowo sama dengan Fufufafa meskipun tak sebangun.
Saya hanya bisa berdoa semoga lebih banyak para cendekiawan negeri turun dari menara gading untuk ikut mrenarasikan kedaruratan politik dan moral bangsa hari ini. Mulyono masih aktif mengendalikan negara dari luar.
Kita dorong Prabowo untuk secepatnya melakukan reformasi jilid II meskipun saya skeptis akan kemauan dan kemampuan beliau. Hanya reformasi menyeluruh dengan menyingkirkan semua unsur Mulyono dapat menjadi legasi berharga Prabowo yang akan dikenang anak bangsa seluruh zaman.
Kalau tidak, Prabowo hanya akan diingat sebagai pencuci piring kotor dan melestarikan peradaban korup ciptaan Mulyono. ***