DEMOCRAZY.ID - Pemungutan suara Pilgub Jakarta 2024 kurang dari satu bulan. Praktis tak banyak waktu tersisa bagi para pasangan untuk berlomba menarik dukungan dari pemilih.
Elektabilitas pasangan Ridwan Kamil (RK) Suswono justru terbilang stagnan. Meskipun, pasangan ini tercatat masih unggul dari pasangan Pramono Anung-Rano Karno dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana dalam sejumlah survei.
Dalam survei yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, elektabilitas RK-Suswono 37,4 persen.
Mereka hanya unggul 0,3 persen dari pasangan Pramono Anung-Rano Karno yang mendapat 37,1 persen.
Lalu, dari survei yang dilakukan Parameter Politik Indonesia (PPI), elektabilitas RK-Suswono tercatat sebesar 47,8 persen. Pasangan ini unggul 9,8 persen dari Pramono-Rano yang memperoleh 38 persen.
Sementara dari survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) justru menempatkan Pramono-Rano di posisi teratas dengan 41,6 persen. Sedangkan RK-Suswono ada di posisi kedua dengan 37,4persen.
Elektabilitas RK-Suswono tembus 51,6 persen dalam survei Poltracking Indonesia. Pasangan Pramono-Rano meraih 36,4 persen.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan ada sejumlah faktor yang membuat elektabilitas RK-Suswono stagnan.
Pertama, karena RK-Suswono terbilang merupakan sosok tokoh baru di Jakarta. Kata Dedi, dukungan dari PKS sebagai partai pemenang Pileg di Jakarta tak cukup banyak membantu pasangan ini untuk menggaet para pemilih.
"Kedua RK cenderung kesulitan atau tidak mudah menggaet pemilih di Jakarta yang memiliki sentimen cukup tinggi dari segi etnis maupun kultur," kata Dedi saat dihubungi CNNINdonesia.com, Kamis (31/10) malam.
Dedi menyebut faktor selanjutnya terkait dengan ketokohan RK yang belum mampu menggaet suara para pemilih di Jakarta.
Ini juga terkait dengan sosok Anies Baswedan yang merupakan Gubernur DKI Jakarta di periode sebelumnya.
Dedi mengatakan sejak awal sosok Anies selalu bertengger di posisi pertama dalam berbagai survei.
Kemudian, diikuti oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan di posisi ketiga ditempati RK.
Dalam situasi saat ini, sosok Ahok sudah direpresentasikan oleh pasangan Pramono-Rano. Namun, untuk Anies masih belum menunjukkan dukungannya untuk salah satu pasangan.
"Sehingga saya mungkin melihat stagnansi RK-Suswono ini karena mereka kesulitan menggaet pemilih yang murni akan memilih ketokohan. Sejauh ini jangan-jangan pemilih RK masih didominasi pemilih mitra koalisi, tapi dari sisi ketokohannya mungkin belum begitu berdampak," katanya.
Dedi juga melihat dukungan yang mungkin nantinya diberikan Anies akan berdampak signifikan untuk menentukan pada perolehan suara pasangan di Pilgub Jakarta.
"Ketika Anies mengarahkan pemilih, punya potensi besar mayoritas pemilih Anies akan bergeser sesuai arahan Anies Baswedan, tapi sampai hari ini Anies tidak pernah melakukan deklarasi akan mendukung siapa, sehingga kelompok-kelompok Anies menjadi wilayah perebutan," ujarnya.
Mesin Partai Tidak Maksimal Dukung RK-Suswono
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut faktor utama elektabiltas pasangan RK-Suswono masih stagnan hingga saat ini lantaran mesin politik dari partai koalisi pendukung belum maksimal.
"Ya saya kira memang RK-Suswono mesin politiknya belum dimaksimalkan ini waktu survei dilakukan, belum masif pergerakan-pergerakan politik," ujarnya.
Di sisi lain, Adi melihat berbeloknya dukungan dari sejumlah kader di Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus kepada pasangan Pramono-Anung tak memiliki dampak berarti bagi RK-Suswono.
Diketahui, ada tujuh orang yang mengatasnamakan sebagai kader sejumlah parpol di KIM Plus yakni, PKB, PPP, PSI, dan PAN yang menyatakan dukungan ke Pramono-Rano.
"Tergantung caleg ini mau bekerja apa enggak, kalau cuma dukungan personal, ya cuma sejumlah personal itu saja tambahannya, karena pemilih ini kalau tidak diajak, tidak disentuh ya suka-suka dia aja," kata Adi.
"Kecuali elite-elite partainya (yang pindah dukungan), entah dia ketua umumnya, entah dia sekjen atau dia Ketua DPW, kalau itu yang beda arah politiknya mungkin agak riskan, karena posisinya strategis dan bisa menggerakkan," lanjutnya.
Genjot mesin politik
Adi berpendapat dengan waktu kurang satu bulan sebelum pemungutan suara ini, upaya yang bisa dilakukan RK-Suswono adalah menggenjot mesin politik partai pendukung.
Kata Adi, hal itu mutlak harus dilakukan jika ingin mengunci kemenangan, sekaligus memastikan Pilgub Jakarta berlangsung satu putaran.
"Ya tentu memaksimalkan mesin politiknya karena kalau secara sederhana kita melihat kekuatan politik pendukung RK-Suswono ini kan mesin politiknya sudah lebih dari 50 persen plus 1, ya cukup itu saja maksimalkan untuk memenangkan mereka 1 putaran," tutur Adi.
Sementara itu, Dedi menyebut yang bisa dilakukan pasangan RK-Suswono adalah dengan memperbanyak kegiatan untuk mendekatkan diri dengan warga Jakarta.
Kata Dedi, dalam situasi politik saat ini, gembar-gembor terkait gagasan ataupun program sudah tak lagi efektif untuk menggaet suara pemilih.
"Jangan selalu juga berbicara gagasan, kemudian berbicara program karena pemilih sebetulnya juga sudah tidak begitu berminat terkait dengan ujaran-ujaran gagasan dan program," ucap Dedi.
"Mereka cenderung akan memilih tokoh yang disukai, memang ini adalah kelemahan bahwa RK termasuk yang punya potensi tidak disukai, karena ada sentimen kultural termasuk sentimen generasi muda terkait Persija-Persib saya kira itu juga kerja berat untuk bisa mendapatkan empati atau bahkan mendapat dukungan dari mereka," imbuhnya.
Sumber: CNN