DEMOCRAZY.ID - Terungkap sejumlah kejanggalan kasus pelajar SMK ditembak mati Aipda RZ, oknum polisi anggota Satnarkoba Polrestabes Semarang.
Peristiwa polisi menembak mati pelajar berinisial GRO (16) itu terjadi di depan Alfamart Jalan Candu Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024) dini hari.
Tak hanya GRO, dua teman satu sekolah korban masing-masing berinisial SA (16) dan AD (17) mengalami luka yang sama tetapi nyawa mereka masih tertolong.
Korban GRO sempat dilarikan ke rumah sakit Kariadi Semarang sebelum akhirnya meninggal dunia.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menilai ini kasus extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
"Betul, polisi melakukan rekayasa dan kronologi yang kemudian seolah-olah extra judicial killing yang kemudian dibenarkan padahal tidak boleh polisi serta merta melakukan penembakan," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH Semarang) Syamsuddin Arief, Selasa (26/11/2024).
Menurut dia, polisi diduga melakukan rekayasa kasus pembunuhan korban.
Korban yang tak memiliki catatan kriminal maupun catatan kenakalan di sekolahnya tiba-tiba dituding sebagai anggota gangster yang gemar tawuran dengan membawa senjata tajam.
"Kasus diarahkan ke tawuran tentu ini sebagai cuci tangan polisi yang kemudian mengangkat bahwa ini kasus gangster yang meresahkan di Semarang," lanjutnya.
Sementara, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto membantah telah merekayasa kasus.
"Tidak," kata Artanto ketika dihubungi.
Dia beralasan, sedari awal kasus ini terbuka buktinya melibatkan media atau jurnalis untuk ikut memantau kasus. "Kami tidak menutupi," ungkapnya.
Berikut kejaggalan kasus ini:
1. Klaim soal tawuran dibantah
Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar menyebut penembakan itu terjadi saat pelaku akan melerai tawuran tersebut.
"Anggota polisi melakukan upaya melerai, polisi diserang hingga dilakukan tindakan tegas (menembak korban)," katanya.
Irwan menyebut, korban yang tertembak di bagian pinggulnya dibawa ke RSUP Kariadi Semarang oleh lawan tawuran dan anggota polisi tersebut.
"Makanya sampai 10 pagi identitas (korban) belum diketahui karena yang bawa itu lawan tawuran (korban)," bebernya.
Klaim polisi yang menyebut korban ditembak saat akan tawuran dibantah satpam di perumahan di dekat lokasi kejadian.
"Tidak ada tawuran. Teman ku yang jaga malam memastikan itu juga tidak ada tawuran. Kalau ada tawuran kami pasti tahu dan buat laporan (ke atasan)," ungkap satpam tersebut yang enggan disebutkan identitasnya.
Hal serupa diakui karyawan minimarket setempat.
Karyawan minimarket di Jalan Candi Penataran Reza (21) mengatakan, tokonya didatangi oleh polisi sebanyak dua kali yakni pada Minggu (24/11/2024) sekira pukul 09.00 WIB dan Senin (25/11/2024) pukul 10.00 WIB.
Mereka mengambil rekaman video CCTV di depan dan atas toko. "Saya sempat melihat video tersebut hanya selama 20 detik," katanya.
Dalam rekaman itu, kata dia, hanya memperlihatkan seorang pria menaiki motor matik lalu turun di tengah jalan depan Alfamart.
Pria itu lalu menghalangi jalan dengan motornya dan membacok beberapa orang yang lewat dengan menggunakan celurit.
"Kalau tawuran tidak ada. Hanya pria yang menghadang orang lewat," paparnya.
Berkaitan dengan adanya polisi menembak ke seseorang, dia tidak mengetahuinya.
"Kalau rekaman (polisi tembak tersangka tawuran) saya tidak tahu, bukan otorisasi saya menjawab," bebernya.
2. Bantah korban gangster
Irwan menuding korban merupakan anggota gangster Pojok Tanggul yang tengah melakukan tawuran dengan gangster Seroja.
Pernyataan Irwan tentang korban anggota gangster dibantah pihak sekolah.
"Kalau korban tergabung gangster kami tidak tahu. Namun, rekam jejak mereka (korban) itu baik dan berprestasi."
"Jadi dihubungkan ke gangster kesimpulan kami ya tidak," terang staf kesiswaan SMK N 4 Semarang, Nanang Agus B.
3. Keluarga korban menutup diri
Tiga keluarga korban penembakan pelajar SMK N 4 Semarang oleh Aipda RZ anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang memilih menutup diri.
Tribun menemui tiga keluarga ini. Namun, mereka memilih menutup pintu.
Keluarga korban tewas GRO (17) ketika didatangi di kediamannya di Kembangarum, Semarang Barat langsung meminta untuk meninggalkan lokasi ketika Tribun berupaya melakukan konfirmasi, Senin (25/11/2024) sekira pukul 11.00 WIB.
Alasan keluarga ini, masih berkabung. Mereka mengaku akan memberikan keterangan selepas berduka.
Sehari kemudian, Tribun mendatangi rumah dua korban selamat masing-masing AD (17) dan SA (16).
SA tinggal di Kecamatan Tugu bersama kedua orangtuanya. Keluarga SA enggan menemui. Alasan keluarga, SA masih trauma berat soal kasus ini.
"SA ini jarang keluar malam. Makanya kami kaget dengan adanya kasus ini," kata ketua RT, Aris Widarto.
Tribun kemudian mendatangi rumah AD di wilayah Ngaliyan. Tribun sempat bertemu AD dalam proses pra rekontruksi, Selasa (26/11/2024) pagi.
Siang harinya, AD ternyata belum di rumah. Dia masih di kantor polisi. ketika menyambangi rumah AD, nenek korban menolak diwawancarai.
Para tetangga menyebut, AD tinggal di Semarang bersama neneknya. Sedangkan orangtuanya di Magelang. "AD ini anak baik. Jadi kami kaget adanya kejadian ini," tutur Ketua RT, M Wakimin.
Tertutupnya para keluarga korban membuat sejumlah pihak kesulitan untuk memberikan bantuan hukum.
"Kami mau membantu tapi para keluarga korban belum membuka diri," kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (LBH Petir) Jawa Tengah Zainal Abidin.
Dia mengaku, kasus ini seperti ditutup-tutupi.
"Saya punya penilaian seperti itu (terkesan menutupi) padahal saya hanya mau melakukan pendampingan dan investigasi supaya kasus ini terang," ujarnya.
Pernyataan Zainal dibantah Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto.
"Kami transparan, (buktinya) pra rekontruksi kami membawa media meliput. Sama Komnas HAM juga terbuka," klaimnya.
4. Gelagat polisi cegah wartawan tanya korban
AD sempat buka suara saat proses pra-rekontruksi kasus ini di dekat perumahan Paramount Semarang. AD dalam keterangannya mengaku, berboncengan motor bertiga termasuk dengan korban GRO.
Mereka awalnya berkumpul dari kamar kos di belakang PLN Krapyak. Lantas bertolak ke Gunungpati untuk melakukan tawuran.
Ketika ke tempat lokasi, AD mengaku mereka membawa senjata tajam.
"Tempat ngumpul di PLN Krapyak itu tidak tahu (kamar kos) siapa," bebernya, Selasa (26/11/2024).
Pengakuannya, korban GRO awalnya tidak mau tawuran tapi karena lawan tawuran membawa alat akhirnya GRO ikut turun untuk menakut- nakuti lawan.
"Akhirnya mereka mundur," katanya.
Dia menyebut, mengenal GRO dari adik kelas.
"Saya tidak ikut gangster, di kejadian ini hanya pertama kali ikut. GRO ikut (gangster)," katanya.
Dia mengungkapkan tidak tahu adanya kejadian penembakan ke GRO.
"Saya malah kena tembak. Kena bagian dada. Saya lihatin tapi sekilas saja. Itu cuma meleset dan akhirnya masuk ke (tangan) Satria," katanya.
Kejadian penembakan ini persisnya ketika dia lagi mengejar tawuran ke arah Gunungpati.
"Saya puter balik ada orang nodong pistol," ungkapnya singkat.
Ketika keterangan AD hendak diulik lebih dalam oleh para jurnalis, AD malah ditarik polisi ke mobil. Selepas itu AD lekas dibawa polisi ke mobil.
"Sudah ya, sudah," kata polisi berkaos preman itu ketika di lokasi.
Sumber: Tribun