GLOBAL HUKUM POLITIK

Waduh! Jelang Kabinet Jokowi Berakhir, Dua Kementerian Digugat di Pengadilan New York, Apa Masalahnya?

DEMOCRAZY.ID
Oktober 09, 2024
0 Komentar
Beranda
GLOBAL
HUKUM
POLITIK
Waduh! Jelang Kabinet Jokowi Berakhir, Dua Kementerian Digugat di Pengadilan New York, Apa Masalahnya?



DEMOCRAZY.ID - PT Rahajasa Media Internet (Radnet), internet service provider (ISP) tertua di tanah air menggugat pemerintah Indonesia. 


Gugatan itu diajukan ke United States District Court, Southern Court of New York, pada 28 Juni 2024 dan proses hukum telah berlangsung pada 20 September 2024.


Akar persoalan gugatan tersebut diajukan atas pelunasan pembiayaan proyek telekomunikasi pemerintah di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 


Gara-gara belum juga jelas pelunasan yang berlarut-larut sejak 2015, kini pemilik piutang menggugat dua kementerian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk bertanggung jawab.


Pemerintah Indonesia melalu dua kementerian tersebut harus menjawab gugatan yang diajukan Radnet.


Melalui siaran pers dari Kuasa hukum Radnet, Sri Hardimas Widajanto, Radnet kini dalam status dipailitkan dengan alasan tidak menjalankan kewajlban membayar utang kepada Bank BJB. 


Padahal, ketidakmampuan itu berpangkal dari belum dibayarnya tagihan Radnet kepada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI KOMINFO) untuk proyek KPO/USO MPLIK, Jalin WiFi, dan Desa Pinter sebesar Rp 314,9 miliar.


Akibat kerugian tersebut, Radnet menggugat pemerintah Indonesia di United States District Court, Southern Court of New York.


Upaya mendapatkan keadilan lewat Pengadilan New York, Amerika Serikat ditempuh, setelah Radnet tak kunjung mendapat keadilan di negeri sendiri. 


Sebelumnya Radnet telah menempuh berbagai upaya hukum agar pemerintah Indonesia segera melunasi kewajibannya itu.


"Bahkan, sebelum mengambil langkah hukum, Radnet telah melakukan delapan (8) kali musyawarah dengan BAKTI KOMINFO sejak 18 Agustus 2016 sampai dengan 14 Februari 2017. Namun, semua pertemuan tersebut tak pernah berbuah kesepakatan penyelesaian," tulis Radnet dalam keterangan persnya, Rabu (9/10/2024).


Radnet menganggap BAKTI KOMINFO tetap mengingkari kewajibannya membayar, dengan alasan belum ada persetujuan dari Kemenkeu.


"Karena berkali-kali mengelak membayar, Radnet mengadukan kasus ini ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI. Dan pada 27 Juli 2017, BANI membuat putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) bahwa BAKTI KOMINFO telah melakukan wanprestasi dan harus membayar Radnet sebesar Rp 205,1 miliar," tulis Radnet.


Selain itu, BANI juga menghukum BAKTI KOMINFO membayar beban bunga dan denda pada Bank BJB sebesar Rp15,7 miliar serta beban selisih kurs mata uang Rp4,7 miliar.


"Tapi, ini pun tak juga dilakukan. Dalihnya sama, belum ada persetujuan dari Kemenkeu tanpa penjelasan yang memadai," tulis Radnet.


Eksekusi Rumah Mohammad Yamin


Sri Hardimas Widajanto selaku kuasa hukum Radnet, mengatakan sebagai akibat BAKTI KOMINFO mengabaikan putusan BANI, Radnet hanya mampu membayar sebagian kewajiban utang kepada Bank BJB sebagai kreditur untuk proyek.


"Namun, aneh, saat pengkajian putusan arbitrase oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bank BJB malah mengeksekusi tagihan dan jaminan yang diajukan Radnet. BJB mengajukan PKPU yang diduga mengandung cacat administrasi dan bersikeras memailitkan Radnet," kata Dimas dalam siaran pers Radnet.


Dimas mengatakan pemailitan dan pengambilalihan aset jaminan diduga diwarnai intimidasi oleh pengurus dan kurator kepada manajemen Radnet. 


Akibatnya, Roy Rahajasa Yamin sebagai pemilik dan direktur utama Radnet harus kehilangan rumah di Jalan Diponegoro No. 10 Jakarta Pusat.


Rumah tersebut merupakan rumah warisan pahlawan nasional Mohammad Yamin yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada 27 Desember 2013 oleh Gubernur DKI Jakarta waktu itu Joko Widodo atau Jokowi.


"Selain menyita aset jaminan, pengurus dan kurator juga menyita tagihan Radnet ke BAKTI KOMINFO sebesar Rp209 miliar. Jadi, Bank BJB telah merampas uang dan aset tetap rumah bangunan cagar budaya senilai Rp200 miliar. Totalnya, Bank BJB telah merampas aset milik Radnet dan pemiliknya Rp409 miliar, untuk total utang pokok sebesar Rp148 miliar," kata Dimas.


Jokowi Janji Bereskan


Dimas menyampaikan Presiden Jokowi pernah berjanji kepada Keluarga Mangkunegaran untuk membereskan urusan kementeriannya yang tak juga membayar utang kepada perusahaan yang telah mengerjakan proyek pemerintah.


Ada tiga surat yang diserahkan untuk Jokowi. Satu surat disampaikan lewat Menteri BUMN Erick Thohir saat mengurus persiapan pernikahan Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi di Mangkunegaran. Sedangkan yang lainnya lewat ajudan Jokowi dan kepada Jokowi langsung.


"Semua surat diterima disertai janji untuk membereskan persoalan tersebut. Tapi hingga ujung masa pemerintahannya, Presiden Jokowi tak pernah menuntaskan janjinya," kata Dimas.


Sebetulnya, kata Dimas, saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2013, Jokowi sudah memberikan status rumah tersebut sebagai bangunan cagar budaya.


"Namun, Jokowi juga tak mengesahkannya ke tingkat nasional, saat menjadi presiden," kata Dimas.


Dimas mengatakan kliennya menggugat ke pengadilan internasional di New York karena pemerintah Indonesia, tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban yang telah berlarut-larut dan mengakibatkan kliennya mengalami kerugian materiil dan non-materiil.


Ia mengatakan Kominfo dan Kemenkeu saling lempar tanggung jawab membayar Radnet selama hampir sembilan tahun.


“BAKTI KOMINFO jelas-jelas tidak segera melaksanakan putusan BANI tertanggal 17 Juli 2017 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht. Akibatnya, klien kami tidak sanggup membayar pinjaman ke Bank BJB,” kata Dimas.


Dugaan Pelanggaran Perbendaharaan Negara


Selain itu Dimas menyoroti tindakan Bank BJB yang mengeksekusi paksa tagihan sebesar Rp 209 miliar ke BAKTI KOMINFO yang semestinya dibayarkan kepada Radnet.


Menurut Dimas, tindakan tersebut patut diduga melanggar UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara karena pasal 50 huruf a menyatakan dengan jelas bahwa pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada di instansi pemerintah maupun pihak lain.


Gugatan yang didaftarkan pada 28 Juni 2024 tersebut merupakan amandemen terhadap gugatan yang didaftarkan pada 3 Januari 2021 dan tidak digubris oleh pemerintah Indonesia.


“Gugatan ke pengadilan di New York melakukan langkah terakhir yang bisa dilakukan klien saya agar mendapatkan dan melindungi hak-haknya sebagai warga negara dan pelaku usaha yang telah menjalankan semua kewajibannya dalam proyek pemerintah Indonesia,” kata Dimas.


Sumber: Suara

Penulis blog