DEMOCRAZY.ID - Berikut profil Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa, Letkol Untung Samsoeri, yang memimpin aksi Gerakan 30 September (G30S) di tahun 1965.
Letkol Untung dianggap sebagai satu di antara pengkhianat dalam insiden G30S.
Namun, tak sedikit juga yang berpendapat Letkol Untung hanya boneka oknum-oknum yang ingin menggulingkan pemerintahan Soekarno.
Untung lahir Desa Sruni, Kedungbajul, Kebuman, Jawa Tengah, pada 3 Juli 1926.
Dikutip dari Kompas.com, Untung memiliki nama asli Usman. Ia berganti nama menjadi Untung setelah berhasil meloloskan diri ke Madiun, Jawa Timur, saat pasukan Siliwangi melakukan pembersihan terhadap Batalyon Seodigdo.
Batalyon Soedigdo yang merupakan bagian dari Divisi Panembahan Senopati, diyakini terlibat Peristiwa Madiun 1948.
Selama di Madiun, Untung terlibat dalam bagian kecil peristiwa Madiun Affair 1948.
Setelah Peristiwa Madiun dan Agresi Militer Belanda II, ia kembali ke Jawa Tengah dan mengubah namanya.
Ia kemudian masuk ke TNI melalui Akademi Militer di Semarang. Di tahun 1949, Untung menjabat sebagai Komandan Kompi Batalyon 444 di Kleco, Solo.
Lalu, 10 Oktober 1950 berubah menjadi Brigade Panembahan Senopati dan di bulan Januari 1952 berganti nama Resimen Infanteri 15.
Kala itu, ia menjadi anak buah Soeharto. Selama menjadi prajurit TNI, Untung pernah diterjunkan ke daerah Sorong, Papua Barat, pada 14 Agustus 1962. Ia menjadi bagian dari Operasi Mandala yang dipimpin Soeharto.
Setelah operasi tersebut sukses, Untung mendapat kenaikan pangkat secara istimewa, dari Mayor ke Letnan Kolonel (Letkol).
Untung juga meraih bintang jasa setelah memimpin pasukan gerilya menyerang tentara Belanda di Papua Barat.
Ia lalu dipercaya untuk menjabat Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Cakrabirawa.
Saat itulah ia memimpin gerakan untuk melawan upaya kudeta yang kemudian dikenal dengan nama G30S.
Peran Untung dalam G30S 1965
Dalam aksi G30S, sejumlah jenderal terbunuh setelah dituding akan melakukan kudeta terhadap Soekarno melalui Dewan Jenderal.
Kudeta yang awalnya diberi nama Operasi Takari itu diubah di waktu akhir menjadi Gerakan 30 September agar tidak berbau militer.
Diketahui, Wakil Presiden Mohammad Hatta saat itu juga termasuk dalam target.
Namun, menjelang pelaksanaan namanya dicoret untuk menyamarkan kudeta sebagai konflik internal.
Letkol Untung kemudian membagi eksekutor ke dalam tiga satuan tugas.
Pertama, Satgas Pasopati pimpinan Letnan I (Inf) Abdul Arief dari Resimen Cakrabirawa bertugas menangkap tujuh jenderal yang jadi sasaran.
Kedua, Satgas Bimasakti yang dipimpin Kapten (Inf) Soeradi Prawirohardjo dari Batalyon 530/Brawijaya, bertugas mengamankan ibu kota dan menguasai kantor Pusat Telekomunikasi dan Studio RRI Pusat.
Ketiga, Satgas Pringgodani pimpinan Mayor (Udara) Soejono, bertugas menjaga basis dan wilayah sekitar Lubang Buaya.
Dalam aksi tersebut, tujuh jenderal TNI ditemukan tewas di dalam sumur di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur pada 4 Oktober.
Kemudian, satu jenazah di kediaman Dr J Leimena, tetangga Jenderal AH Nasution.
Mereka adalah Jenderal TNI Ahmad Yani,Mayor Jenderal Siwondo Parman, Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan, Mayjen M.T Haryono, Mayjen R. Suprapto, Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, Kapten Czi. Pierre Tendean, dan Bripka Karel Sadsuit Tubun.
Nasib Untung Tak Seberuntung Namanya
Setelah G30S meletus dan Letkol Untung gagal dalam operasinya, ia melarikan diri ke arah Semarang pada 11 Oktober 1965 dengan mengendarai bus.
Dikutip dari TribunManado.co.id, dua tentara tak dikenal menumpang bus yang dinaiki Untung.
Tak ingin tertangkap, Untung melompat keluar bus dan tubuhnya menghantam tiang listrik.
Sikap Untung tersebut menimbulkan kecurigaan dan membuatnya dikira seorang copet.
Dua tentara itupun mengejar Untung hingga akhirnya tertangkap warga di sekitar Asem Tiga Kraton, Tegal.
Saat tertangkap, ia sempat dihajar massa dan tak mengaku namanya adalah Untung.
Dua tentara yang merupakan anggota Armed itu juga tak menyangka, yang ditangkapnya adalah mantan Komando Operasional G30S.
Setelah menjalani pemeriksaan di CPM Tegal, barulah diketahui sosok yang ditangkap adalah Untung.
Setahun setelah G30S meletus, Untung dieksekusi mati di Cimahi, Jawa Barat, lewat sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Ia sempat mengajukan grasi, namun ditolak.
Sumber: Tribun