DEMOCRAZY.ID - Kasus dugaan korupsi yang menjerat Thomas Trikasih Lembong atau lebih dikenal Tom Lembong tengah menyita perhatian publik.
Nah kabarnya, setelah ini akan menyusul lagi dua mantan menteri tersangkut masalah hukum. Benarkah?
Sebagaimana diketahui, Tom Lembong dijerat sebagai tersangka atas dugaan kasus korupsi impor gula.
Diduga, korupsi ini terjadi saat dirinya menjabat sebagai Menteri Perdagangan atau Mendag periode 2015-2016.
Tom Lembong diduga terlibat dalam pemberian izin importir gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton.
"Saudara TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar.
Penetapan tersangka terhadap sahabat Anies Baswedan itu sontak menyita perhatian publik.
Nah kekinian, beredar kabar bakal ada dua mantan menteri yang juga tersangkut dugaan korupsi. Isu itu viral di media sosial X.
"Ordal menyebut ada dua mantan menteri lagi yang menjadi target tersangka korupsi, satu laki-laki dan satu perempuan. Coba tebak. FYI," cuit akun @Intel_Imut dikutip pada Rabu, 30 Oktober 2024
"Menteri perempuan khan sedikit, bisa ditelusuri sich," sahut akun @beautydyah
"Yang bakal dihajar Menteri dengan latar belakang profesional. Kalau dari partai gak akan ada lagi yang dihajar," timpal akun @Sahputra7667Hi.
[DOC]
Ordal menyebut ada dua mantan menteri lagi yang menjadi target tersangka korupsi, satu laki-laki dan satu perempuan
— intel imut (@Intel_Imut) October 30, 2024
Coba tebak
*FYI
Namun demikian isu ini belum terkonfirmasi.
Apakah Airlangga Hartarto dan Dito Ariotedjo?
Oke, habis Tom Lembong lalu bagaimana dengan :
— Jhon Sitorus (@JhonSitorus_18) October 30, 2024
✅️ Airlangga Hartarto, dugaan kasus ekspor CPO 2021-2021
✅️ Zulkifli Hasan, dugaan kasus alih fungsi hutan, impor gula
✅️ Dito Ariotedjo, dugaan kasus BTS 4G
✅️ Prabowo, soal dugaan kasus Food Etate dan pesawat bekas
✅️…
Kasus BTS Dito Ariotedjo
Nama Menpora Dito Ariotedjo disebut hakim saat membacakan aliran uang kasus korupsi BTS Kominfo di sidang putusan mantan Menkominfo Johnny G Plate dkk pada Oktober 2023 silam.
Dalam sidang putusan kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo dengan terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga ahli pada Hudev UI Yohan Suryanto telah digelar.
Dalam putusannya, hakim turut menyebut soal aliran duit terkait kasus BTS ini ke Dito Ariotedjo hingga Komisi I DPR.
Mulanya, hakim ketua Fahzal Hendri membacakan pertimbangan majelis hakim dalam membuat amar putusan untuk Johnny Plate, Anang, dan Yohan.
Hakim mengatakan majelis hakim menggali soal aliran duit terkait proyek BTS dengan alasan apa pun, termasuk ucapan terima kasih, bantuan, hingga commitment fee.
Hakim lalu menyebutkan rincian aliran duit terkait proyek BTS kepada sejumlah pihak. Dia mengatakan uang itu mengalir ke BPK senilai Rp 40 miliar.
Belakangan, Kejagung telah menetapkan anggota BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka karena diduga menerima duit Rp 40 M tersebut.
Hakim mengatakan uang terkait proyek BTS juga mengalir ke Dito Ariotedjo. Uang itu diserahkan oleh terdakwa Direktur PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan senilai Rp 27 miliar.
Dito sudah pernah diperiksa di persidangan terkait duit itu. Dia mengaku tak pernah menerima duit tersebut.
"Bahwa pada November, Desember 2022, bertempat di rumah Dito Ariotedjo, Irwan Hermawan menyerahkan uang kepada Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar untuk tujuan penghentian proses penegakan hukum terhadap proyek pembangunan BTS 4G tahun 2021-2022," ujarnya.
Sebagai informasi, majelis hakim menyatakan Johnny G Plate, Anang Achmad Latif, dan Yohan Suryanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek BTS 4G Kominfo. Plate divonis 15 tahun penjara, Anang divonis 18 tahun penjara, dan Yohan divonis 5 tahun penjara.
Sementara nama Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat santer disebut dalam penyidikan anyar dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya periode 2021-2022.
Kasus ini dibuka lagi penyidik Kejagung setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis lima orang terdakwa dalam perkara ini dengan hukuman 5-8 tahun. Vonis ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi.
Majelis hakim menyatakan pihak yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi atau tempat di mana para terpidana bekerja.
Oleh karena itu, kata hakim, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.
Kasus ini merugikan negara sebesar Rp 6,47 triliun. Selain itu, perbuatan para terpidana menimbulkan dampak siginifikan, yaitu menyebabkan kemahalan dan kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan masyarakat khususnya terhadap komoditi minyak goreng.
Penyidik mulai menggali peran Airlangga dan Lutfi dalam dalam pemeriksaan Lin Che Wei pada 13 Juni 2022.
Berdasarkan fakta persidangan itu, maka Kejagung pada Senin (24/7/2023) memeriksa Airlangga.
Airlangga Hartarto
Adapun nama Airlangga ikut terseret lewat Lin Che Wei yang merupakan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Dalam tim itu, Lin Che Wei mengurusi bidang pangan dan pertanian sehingga ia turut mengurus kelangkaan minyak goreng sebagai produk turunan kelapa sawit.
Menurut para penyidik di Kejagung, para terdakwa korupsi minyak goreng, termasuk Lin Che Wei, berulang kali menyebut nama Airlangga Hartarto dan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang berperan besar dalam membuat kebijakan penanganan kelangkaan minyak goreng.
Penyidik mulai menggali peran Airlangga dan Lutfi dalam dalam pemeriksaan Lin Che Wei pada 13 Juni 2022.
Pertanyaan penyidik kepada Lin Che Wei hanya berfokus pada peran Airlangga dan Lutfi dalam kebijakan minyak goreng serta penggunaan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
BPDPKS adalah lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang mengelola pungutan ekspor dari perusahaan sawit. Adapun Airlangga Hartarto menjabat Ketua Komite Pengarah BPDPKS.
Pada 2021, dana yang terkumpul di BPDPKS mencapai Rp 71,6 triliun. Penentu penggunaan alokasi dana BPDPKS adalah Komite Pengarah BPDPKS. Namun dana BPDPKS belum sempat dikucurkan karena aturan pengendalian harga minyak goreng berganti.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 gagal mengembalikan stok minyak goreng. Menteri Perdagangan kala itu, Muhammad Lutfi, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 pada 24 Januari 2022.
Aturan itu menerapkan larangan terbatas kepada produsen mengekspor minyak sawit mentah dan sejumlah produk turunannya untuk menjaga stok domestik. Akan tetapi, minyak goreng tetap langka.
Selanjutnya, keluar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 pada 15 Februari 2022. Aturan ini mewajibkan perusahaan memasok 20 persen total ekspor CPO mereka untuk kebutuhan dalam negeri, yang dikenal dengan sebutan domestic market obligation (DMO).
Airlangga diduga mempengaruhi sejumlah kebijakan kelangkaan minyak goreng yang menguntungkan perusahaan kelapa sawit. Sementara itu, Lutfi menjadi pelapis Airlangga dalam mengambil kebijakan.
Dalam sebuah pemeriksaan, Lin Che Wei mengaku kerap berkomunikasi dengan Airlangga mengenai persoalan minyak goreng.
Pada 27 Januari 2022, misalnya, dia diminta Airlangga membuat presentasi implementasi distribusi minyak goreng serta penghitungan kebutuhan dana BPDPKS.